3 •• Unplanned

64 8 11
                                    

"Kenapa ga ajak temen-temen lo aja sih," keluh Mario sambil menyetir mobil saat mengantar Veren ke sebuah restoran bintang empat.

Malam ini, Veren akan menghadiri birthday dinner Freya. Gadis itu tampak cantik dalam balutan mini dress berwarna biru cerah, lengkap dengan bandana berwarna putih--membuatnya tampak seperti dewi langit. Sejak mendapat undangan dari Freya, ia merengek-rengek untuk diperbolehkan menyewa seorang MUA sekaligus hairdresser untuk membuat penampilannya spesial.

Dan usahanya berhasil. Ia tampak sangat cantik.

Veren melirik Mario sekilas, kemudian kembali memoleskan lipstik berwarna nude pink di bibirnya. "Biar lo ga gonta-ganti cewe mulu. Siapa tau lo dapet cewe di sana. Sukur-sukur dapetnya si Freya."

Mario hanya memutar bola matanya, lalu kembali fokus ke jalan. Menyesuaikan outfit Veren, ia mengenakan hem polos berwarna biru cerah dengan lengan dilipat sebatas siku. Meninggalkan kesan rapi sekaligus keren, ditambah lagi dengan rambutnya yang ditata acak menggunakan gel.

Sejak putus dari pacar pertamanya sewaktu duduk di kelas tujuh, pacar Mario selanjutnya tidak pernah bertahan lebih dari dua bulan. Playboy adalah satu kata yang mendeskripsikan Mario secara utuh. Entah disebabkan oleh patah hati yang mendalam, atau sekedar mencari pelampiasan untuk menghindari rasa sepi.

"Lo ganteng kok, Kak," puji Veren tiba-tiba.

"Terus?"

Veren tersenyum simpul. "Cocok buat Freya."

Sekali lagi Freya mematut dirinya di cermin. Disisirnya lagi rambut lurus sepunggungnya. Sebagai sentuhan akhir, ia menyematkan sebuah jepit berbentuk kupu-kupu berwarna emas di bagian tengah belakang.

"Perfectly perfect," bisik Anita, ibunya, yang berdiri tepat di belakangnya.

Freya menoleh lalu melingkarkan tangannya di pinggang Anita. "Apaan sih, Ma! Gombal banget!"

"Mama masih ga nyangka aja. Bayi kecil yang dulu Mama gendong terus, sekarang udah jadi cewe secantik ini. Pas umur enam belas dulu, Mama ga secantik kamu tau, Frey," Anita balas melingkarkan tangannya di pinggang Freya sambil menyandarkan kepalanya di bahu anaknya itu.

Untuk ukuran gadis Indonesia, tinggi Freya memang di atas rata-rata. Ketika sama-sama berdiri tanpa alas kaki, tinggi Anita hanya sebatas bahu Freya. Apalagi saat ini Freya mengenakan heels setinggi delapan sentimeter.

Anita melepaskan pelukannya dan duduk di depan cermin, merapikan anak rambutnya yang jatuh menjuntai. "Kapan nih, kamu mau cari pacar? Atau udah mentok mau sama Raka?" tanyanya sambil menghadap cermin, menatap bayangan Freya di sana.

Sebagai seorang primadona, tentu tidak sedikit lelaki yang mendekati Freya. Sayang, belum satupun diterimanya sebagai kekasih. Prinsip Freya yang kuat untuk menemukan "the only one" membuatnya berpikir jutaan kali sebelum membuka hati untuk seseorang.

"Mama apaan sih!" keluh Freya lantang. "Udah ah, Freya ke luar aja. Pasti udah rame."

"Kalo malu bisanya kabur deh," Anita terkikik geli melihat tingkah putri bungsunya itu.

Birthday dinner Freya diusung dalam konsep pool party, diadakan di restoran sebuah hotel bintang empat yang berada tepat di sisi kolam renang hotel tersebut. Lampu ditata remang-remang tetapi menyala intens. Freya menyewa satu kamar hotel sebagai "basecamp", tempatnya berdandan dan mempersiapkan diri. Kamar hotel itu juga merupakan hadiah dari sang ayah sebagai jawaban atas birthday wish-nya sendiri: menginap berdua dengan Nasa, kakak perempuannya, di sebuah hotel bintang empat.

HeartburnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang