Chapter 4

2.7K 81 5
                                    

Akhirnya weekend hari ini benar-benar berarti libur segalanya. Libur Kerja dan libur pikiran. Dua minggu dirawat akhirnya kemarin Eyang bisa kembali kerumah. Ku habiskan sepanjang hari dengan membaca majalah di gazebo halaman belakang. 

Drett... Drett... 

To.     : Sandrina 

From : Dafa 

Sayang, aku kangen kamu. Ayo kita bertemu. 

To      . : Dafa 

From. : Sandrina 

Aku juga kangen kamu sayang. Tapi hari ini gak bisa, aku harus menjaga Eyang. Love you.

Beberapa hari ini aku memang mengabaikan ajakan Dafa untuk bertemu. Malam itu hampir saja kami melakukan sesuatu yang gak bisa aku bayangin. Kalo bersamanya, aku seperti terhipnotis. Jujur, aku selalu menikmati tiap sentuhannya ditubuhku.  

Dulu saat jaman kuliah kami memang satu flat bahkan satu kamar. Kami juga sering melakukan banyak aksi nekat, tapi gak pernah kurasakan gelora aneh dari matanya malam itu. Sepertinya malam itu Dafa memang ingin bercinta denganku. Selama ini dia pasti bertahan menahan rasa gairahnya. Wajar saja, lima tahun kami pacaran. Tapi aku gak ingin melakukannya sebelum terjadi pernikahan. 

"Kamu membaca atau melamun ?" Seru Eyang membuyarkan lamunanku. Ia duduk berhadapan denganku. Melihatnya tersenyum, aku yakin Eyang sudah sehat sekarang. 

"Eyang kenapa keluar ? Seharusnya Eyang banyak istirahat." Kataku cemas "Bi, bibi !" Panggilku sedikit berteriak. 

"Iya non. Ada apa ?" 

"Ambilin jaket sama syal Eyang ya, bi."  

"Eyang baik-baik saja. Eyang udah sehat. Matahari pagi juga bagus untuk kesehatan." Timpalnya "Gak usah bi, lanjutkan pekerjaan saja." Lanjutnya ramah yang kali memandang bi ijah. 

"Kalo gitu bibi permisi." Sahutnya lalu pergi. 

"Eyang yakin ?" Tanyaku memastikan dan eyang hanya membalas dengan mengangguk. 

Aku membiarkan Eyang menikmati hangat sinar mentari menembus pori-pori kulitnya. Aku memperhatikan wajahnya. Bisa kulihat kerutan-kerutan yang nampak jelas tak tertutup make up. Setelah sekian lama, aku baru sadar ternyata Eyang semakin tua. 

"Sandrina ?" Panggilnya tanpa menoleh. 

"Kenapa Eyang ? Apa jantung Eyang sakit lagi ?" Tanyaku panik. 

"Bukan." Sahutnya singkat masih tidak menoleh padaku. Ku tarik kursiku hingga merapat kursi Eyang. Ku genggam tangannya sembari menjatuhkan kepalaku dibahunya. 

"Kalo terasa sakit, jangan ditahan ya Eyang." 

Pintaku dan kurasakan Eyang mengangguk setuju. 

"Eyang mau lihat kamu menikah, Sandrina." Katanya membuatku sedikit terkejut. Dadaku berdebar kencang. Sekarang kah saat Eyang memintaku menjauhi Dafa ? Aku memejamkan mata sembari mendengar lanjutan ucapannya. 

"Selama dirumah sakit, Eyang baru sadar kalo nyawa Eyang bisa melayang kapan saja. Sebelum Eyang pergi, Eyang mau melihat kamu dipelaminan." Kali ini aku mengangkat kepalaku. Ku tatap wajahnya dengan kesal. 

"Eyang gak boleh bicara gitu. Eyang akan berumur panjang. Sandrina yakin." Kataku dan kini Eyang menatap wajahku sembari mengelus kepalaku. 

"Menikahlah Sandrina. Menikahlah dengan Rasya." Katanya pelan tapi menghantam dadaku. Rasanya seperti kilat yang menyambar tubuhku. Rasya ? Siapa dia ? Namanya saja baru sekali ini kudengar.

Never GuessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang