Chapter 6

2.7K 79 1
                                    

Keluar dari kamar mandi, ku poles wajah putihku yang kudapat dari Mommy yang keturunan Jerman. Hampir seluruh tubuhku mengambil dari mommy, kecuali mataku yang coklat mengikuti Daddy yang keturunan asli jogjakarta. Mungkin bisa dibilang aku wanita yang hampir sempurna. Tinggiku 175 dengan berat badan yang ideal.  

Malam ini, aku akan ikuti permainan si office boy. Selesai dengan wajah, ku ambil dress selutut yang sudah ku siapkan diatas tempat tidur. Warna hitam yang membungkus rapat lekuk tubuhku. It's perfect ! Tanpa lupa heels putih bening yang akan menyempurnakan malam ini. Aku gak boleh melupakan yang satu itu. 

To. : Jeniffer dan Dafa 

From : Sandrina 

Maaf akan terlambat, tapi aku pasti datang. See you :)

Aku menuruni tangga dan sudah kulihat meja makan penuh dengan berbagai hidangan. Seperti untuk acara besar saja. Eyang berlebihan menyambut si office boy. Kalo cuma karna rasa trimakasih kan bisa dikasih duit, tanpa perlu mengorbankan kebahagian cucu semata wayangnya. Office boy pula ! Apa yang ada dipikiran Eyang. Begitu banyak teman relasi bisnis yang pasti mereka juga punya anak-anak, Eyang justru memilih Rasya. Bawahanku ! Cleaning service. Argh... !! 

Ting nong.... Ting nong... 

"Jangan bi, biar Sandrina yang buka." Tahanku saat bi Ijah hendak menuju pintu. Ku percepat langkahku menuruni tangga. Namun Eyang menahan tanganku. 

"Makasih ya sayang." 

"Anything for you, Eyang. I love you." Sahutku lalu memeluknya erat. 

"Jangan biarkan tamu lama menunggu." Kataku setelah melepaskan pelukan. Setelah eyang mengangguk, aku kembali berjalan kepintu. Kutarik gagang pintu ke dalam. OMG, benarkan yang dihadapanku ini si office boy ? Wajahnya sih emang dia, tapi penampilannya jauh beda seperti dikantor. Oke, kembali ke realita Sandrina. Office boy ini bener-bener bermain cantik. Penampilannya sungguh topeng yang bagus. 

"Hello ? Terkesimanya bisa dilanjut didalem aja gak ?" Seru seorang seorang cowo yang dari wajahnya mereka kembar dan juga masih kuliah. Terlihat jelas dari pakaian mereka yang memakai jeans belel dengan sweater setipe tapi beda warna. Mereka pasti anak pak wijaya. 

"Oh, tentu. Silahkan masuk." Kataku ramah lalu mengapitkan tanganku dilengan Rasya. Ia menoleh terkejut padaku. Kami berjalan hingga ruang tengah. Disana Eyang sudah berdiri menunggu. 

"Mari silahkan duduk." Ucap Eyang ramah. Ku tarik lengan Rasya agar duduk disofa yang panjang. Semua mata mengarah pada kami. Aku merekatkan kaitanku sembari terus tersenyum.  

"Lihat kalian pasangan yang sangat serasi." Kata Eyang dan bisa ku lihat raut wajah bahagianya.  

"Apa yang kamu katakan pada Eyang tentang makan malam kita ?"Tanyaku dengan suara berbisik. Ia hanya menarik guratan senyum tanpa menoleh. Astaga, bagaimana bisa wajahnya membuatku grogi. Bibir itu terlihat sexy malam ini. 

"Sandrina, kamu sudah kenal anak-anak pak wijaya." Seru Eyang membuyarkan pikiranku. Aku tersenyum menunggu lanjutan ucapan Eyang. 

"Ini putra sulungnya namanya Rafka Aditya Wijaya." Ia menaikan sebelah alisnya untuk menggodaku. Aku tersenyum membalasnya. Dari tingkahnya, dia pasti suka menggoda teman kampusnya. Dilihat dari tingginya yang cukup mempesona serta lesung pipi dan kulit putihnya. Semua gadis kampusnya pasti gak ada yang menolak. 

"Ini yang bungsunya Rifki Aditya Wijaya." Yang kali ini lebih sopan. Ia hanya tersenyum sembari menatapku. Wajahnya sama persis hanya yang membedakan ia gak punya lesung pipi dan warna kulitnya sedikit lebih coklat dari kembarannya.  

"Pasti masih kuliah ya ?" Tanyaku untuk memastikan dugaan. 

"Iya, tapi tahun depan sudah selesai. Mereka sedang skripsi." Sahut istri pak Wijaya bangga. 

Never GuessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang