Chapter 3

2.7K 92 10
                                    

Aku tertawa terpingkal-pingkal. Jenifer memang selalu bisa membuatku tertawa lebar. Sebenarnya saat kuliah dulu, aku anak biasa yang jauh dari kalangan anak-anak terkenal. Keseharianku setiap hari hanya berkutat dengan buku. Bahkan kegiatanku hanya terjadi di dua tempat. Kampus dan flat. 

Perjumpaanku dengan Jeniffer yang tak diduga, merubah besar hidupku. Berkat dia, aku semakin dikenal diarea kampus. Namaku semakin menonjol berkat kebersamaanku dengannya. Bahkan Jeniffer yang mengenalkanku dengan Dafa Aldrian. Dia mencomblangkan kami hingga akhirnya kami berpacaran hingga saat ini. 

"Udah jangan sedih lagi. Kan kalo ketawa lo keliatan lebih cantik." Katanya. 

"Makasih ya Jen, lo emang sahabat terbaik gua." Kataku sembari memeluknya. Disaat seperti ini aku beruntung karna akhirnya Jeniffer kembali ke indonesia. 

"Pulang liburan dari Prancis, kok gak bawain gua oleh-oleh sih."  

"Ya ampun mana mungkin, tentu aja gua bawain. Tapi sorry ya, barangnya ketinggalan di apartemen." Sahutnya setelah menenggak vodka. Ya, sekarang aku berada di club malam. Tempat kesukaan Jeniffer dinegara manapun ia singgah.  

Sudah lama aku gak pernah datang ketempat seperti ini. Kalo di ingat mungkin terakhir kali sebelum Dafa pergi untuk mencoba bisnis baru dua bulan lalu. 

"Kenapa mendadak ke indonesia ? Udah bosen ya keliling dunia ?" Tanyaku lalu meneguk scotch. 

"Sebenernya udah beberapa kali gua pulang ke indonesia. Cuma gak sempet buat ngunjungin lo. Dan kebetulan kepulangan gua kali ini akan lama di indonesia."  

"Serius ? Berarti kita harus sering-sering kayak jaman kuliah dulu ya ?" Ujarku dan dia segera mengangguk setuju. 

"Ngomong-ngomong pacar lo sekarang udah mapan ya ? Ngeliat perubahan penampilan lo yang wow sekarang."  

"Bisa aja, Begitulah." Sahutnya lalu menjauhiku. Ia mendekatkan ponsel ditelinganya. Sepertinya Jeniffer mendapat telpon.  

Bahagia melihat Jeniffer semakin lebih baik. Penampilannya benar-benar gak terlihat seperti karyawan cafe seperti masa kuliah. Dia lebih terlihat seperti diriku. Dia beruntung memiliki kekasih yang mapan. Andai Dafa seperti itu, mungkin Eyang akan menerimanya dengan tangan terbuka. Huft... 

Dritt... Dritt... 

To. : Sandrina 

From. : Dafa 

Datang ke apartemenku. Sekarang !! 

Akhirnya dafa membalas puluhan sms yang telah ku kirim. Dia memang kalo sudah ngambek, susah dibujuk. Tiga hari gak bertemu, rasanya sewindu. Ahh, kalo menyangkut Dafa, aku bisa berubah menjadi sosok lebay. 

"Hey, kenapa senyum-senyum sendiri ?" 

"Maaf ya Jen, hari ini gua gak bisa nemenin lo lama-lama." Kataku sedikit menyesal. 

"Pasti Dafa deh. Itu orang emang selalu ngeganggu." Sahutnya dengan wajah kesal. 

"Atau gua tetep disini deh. Biar gua sms Dafa, kalo gua lagi sama lo. Mungkin dia nanti malah jadi nyusul." 

"Jangan-jangan. Ya udah gak apa-apa, lo pergi aja." Sahutnya cepat "Kapan-kapan kita kumpul kaya dulu." Tambahnya sembari tersenyum. 

"Kalo gitu kita atur double date kapan-kapan." Kataku sembari berdiri. Setelah cipika-cipiki aku melenggang keluar club malam.

*** 

Dafa POV  

(2 jam sebelumnya)

Ku ambil ponsel dan ku tekan nomor panggilan cepat. Tak butuh waktu lama, suara merdu dari sebrang terdengar. Mendengar suaranya saja sudah membuatku bergairah, rasanya ingin ku terkam kalo dia ada disini. 

Never GuessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang