-3-

138 11 8
                                    

Sekali lagi, sejuknya pagi menenangkan perasaanku. Menyapu kenangan buruk yang pernah aku alami. Memilah pemandangan buruk yang pernah aku lihat.

Embun membasahi dedaunan. Pohon-pohon terasa begitu segar dipandang. Membuatku semakin tak sabar untuk bertemu dengannya.

Di depan gerbang sekolahnya aku berdiri mematung. Menyaksikan setiap siswa yang masuk. Mencari sang kasih yang tak kunjung datang.

06.25

Kurang lima menit lagi pelajaraan akan dimulai. Itu berarti sebentar lagi Ryu akan datang. Sudah menjadi kebiasaannya datang nyaris terlambat.

Mulai terlihat olehku, dirinya yang berlari-lari kecil sembari sesekali melihat ke arah jam yang melilit di tangan yang selalu ingin kugenggam erat. Rambut melambai tertepa hembusan angin. Dasi menyimpang di pundaknya, membuat mataku berkaca. Oh, kasih sungguh sebuah kemalangan  nasibku karena tak mampu memilikimu walau sedetik saja.

Kubuntuti dirinya yang terburu-buru itu menuju ke kelasnya. Suara keributan yang tak lain berasal dari kelasnya mulai terasa sangat jelas dari jarak yang cukup jauh.

Di depan kelas aku mendapati seorang perempuan melambaikan tangannya ke arah Ryu. Dan Ryu membalas lambaian tangannya dengan senyuman hangat. Terlihat seperti ucapan selamat pagi.

Lagi-lagi aku hanya bisa ikut tersenyum. Sudah bukan lagi keanehan jika dia selalu dikelilingi dengan banyak wanita. Seolah dirinya hanya tinggal memilih mana wanita yang diinginkannya. Banyak wanita yang memuja dirinya, tak terkecuali aku. Apakah aku juga termasuk dengan mereka yang hina?

Terus kupandangi dirinya yang asyik bercengkrama dengan wanita itu. Walau pelajaran sudah dimulai cukup lama, dia tetap enjoy dengan percakapannya dengan sang wanita. Tawa lepas tak hentinya dia lepaskan. Membuat mataku tak bosannya memandangi dirinya.

Sampai dirinya ditegur pun, dia masih terus melanjutkan obrolan yang terlihat seru itu.

Bel istirahat berbunyi. Dengan semangat dia menggandeng sang wanita. Mengajaknya keluar kelas, menuju kantin. Mereka memesan satu menu.

Sepiring berdua, adalah hal yang romantis bukan? Tapi mungkin tidak untuk sebagian orang. Namun, itulah yang sedang terjadi sekarang. Mereka saling suap menyuap di tengah keramaian kantin tanpa ada rasa malu. Sebenarnya aku sedikit jijik melihat hal yang satu ini. Bagaimana dia bisa melakukan hal seperti ini di tengah keramaian?

Mungkin sedikit singkat, tapi terlihat jelas di wajah mereka senyum yang seolah terukir dengan permanen. Sebuah keadaan yang tak pernah aku rasakan dengannya. Sungguh sebuah kemalangan nasibku. Tak ada yang bisa kulakukan selain menerima apa yang sudah menjadi takdirku.

Mereka kembali ke kelas tanpa melepas genggaman tangan mereka. Seperti ada lem yang menempel di antara tangan mereka.

Aku mengikuti langkahnya, menghitung langkahnya. Ganjil atau genapkah jumlah langkahnya. Sama atau tidak jumlah langkahnya dengan sang wanita. Hahaha, apa yang sebenarnya aku lakukan? Sungguh konyol bukan. Tapi hanya itulah yang bisa aku lakukan dengannya. Menghitung langkahnya dari belakang, tanpa mampu melangkah bersanding dengannya.

"Apa kau senang?" Tanya Ryu sembari mengusap kepala sang wanita.

Dengan anggukan riang, sang wanita menjawab, "Sangat. Sangat senang."

Tawa hangat kembali terlepas di antara mereka. Terasa seperti mereka adalah pasangan paling bahagia yang pernah ada.

Dan diriku yang kotor ini hanyalah sebagai penonton. Hanya mampu sembunyi di balik bayangnya. Tersenyum jika dia tersenyum, dan menangis di saat sang kasih menangis. Emosi nya adalah emosi ku.

Aku ingin menarik dirinya dari dekapan wanita itu. Aku ingin mencuri tempat wanita itu. Aku juga ingin merasakan hangatnya pelukan darinya. Betapa egoisnya diriku. Tapi memang inilah yang aku rasakan. Dan memang inilah diriku, yang tak pernah sekalipun merasakan kasih sayang darinya.

Mereka masuk ke dalam kelas. Dan yang aku lakukan adalah duduk berpangku tangan di depan kelas menanti bel pulang sekolah berbunyi. Sambil membayangkan hal-hal indah bersamanya yang sudah jelas tak mungkin kualami.

Disaat bel pulang sekolang berbunyi. Aku melihat mereka tetap bergandeng tangan keluar dari dalam kelas. Aku menyesal, kenapa aku menunggunya di depan kelas. Seharusnya aku sudah tahu jika hal ini akan terjadi.

Corak wajah bahagia sepertinya memang terlukis permanen di wajah mereka. Sampai-sampai tak ada seorang pun yang bisa menghapusnya dari wajah mereka. Bahkan aku sekalipun, hahaha memangnya siapa aku?

Aku terus membuntutinya, sampai aku melihat dirinya mengecup kening sang wanita. Kecupan manis darinya, sungguh aku juga menginginkannya. Namun apa daya, aku tak memiliki hak untuk mendapatkannya.

Tapi, apa ini? Dia memasang wajah murung setelah sang wanita pulang lebih dulu darinya. Oh, seharusnya ini wajar. Karena dia ditinggalkan sang wanita. Tenang kasih, esok kau akan bertemu lagi dengannya. Jangan khawatir, keadaannya berbeda dengan apa yang sedang terjadi di antara kita. Karena kita memang tak akan pernah lagi bertemu.

So freak, rght??
Hmmm... Ada yang bakal aku sampaikan, dan mungkin ini berita yang tak kalian inginkan :v
Beritanya adalah...
STORY INI AKAN UP SETIAP HARI
*olayy karena seperti yg sudah aku katakan kalau story ini sebenernya udh 'end' di laptopkuuu :v
So, ttp Stay ya sayyy *kiss

ANEMONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang