9th Layer: Loving Him

7.6K 1K 91
                                    

"Siapa kau?"

Sepi sejenak menghinggapi. Aku tak tahu siapa lelaki ini. Ia menunjukkan sebuah kunci mungil berpendar itu di tangannya. Aku tak harus percaya. Kenapa mudah sekali mendapatkannya?

Jelas ini mustahil.

Lelaki ini sangat licik. Ia tak akan melepaskan kunci Peri semudah itu. Aku tahu dia penipu!

"Aku tidak percaya kalau itu kunci Peri," ucapku cepat. Lelaki itu tersenyum sinis dengan wajah mencurigakan.

"Kenapa kau tak percaya?" tanyanya lagi.

"Tak ada perasaan apapun ketika aku melihatnya. Aku datang ke tempat ini untuk mencari kunci Peri, mempertaruhkan nyawaku sendiri. Aku yakin kunci Peri bukanlah benda sekecil dan sesederhana itu."

Lelaki itu tertawa kencang. Suaranya menggelegar. Ia mulai tampak menyebalkan di mataku sekarang. Ia benar-benar... memuakkan.

Aku merengut tak suka lantaran ia masih sibuk dengan tawa. Hatiku sakit hanya karena melihat lelaki itu. Mataku mengerjap tak suka. Aku tak punya waktu banyak. Rawflie sudah terkapar tanpa suara. Ia memang tak berteriak kesakitan lagi, namun aku tahu kalau ia juga tak baik-baik saja.

"Aku ingin memberikan penawaran yang bagus." Lelaki itu mulai lagi.

"Kenapa penawaran lagi? Apa semua ini belum cukul?!" Aku mulai emosi. Lelaki itu tersenyum, lalu mengedikkan bahunya.

Kunci mungil di tangannya itu ia lemparkan santai ke udara, lalu dia tangkap dengan tangan yang satunya. Lihat, untuk sebuah kunci yang sangat penting... tak seharusnya ia melakukan itu, bukan? Lelaki itu kembali menatapku, lalu menjentikkan jemarinya. Dalam beberapa detik, Rawflie menjerit kembali.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!!" Aku menjerit marah. Aku berlari ke arah Rawflie dan merengkuhnya. Lelaki tanpa nama itu tertawa puas.

"Aku melakukan apa yang aku suka," decaknya bangga.

Rawflie masih berteriak kesakitan. Jemarinya terulur padaku. Ia memelukku erat. Menjerit kesakitan. Lelaki itu mengayunkan kunci mungil di tangannya lagi, lalu tersenyum lebar.

"Lihat, lihat! Ada yang menangis sekarang." Dia kembali bicara.

"Aku memilih kunci, tetapi kenapa kau sakiti Rawflie lagi?!"

"Kau tak percaya padaku. Jadi aku batalkan penawarannya. Ah, jangan sedih! Aku punya penawaran baru untukmu." Lagi-lagi ia tersenyum lebar. Ini makin memuakkan, sungguh!

"Apa lagi sekarang?" Aku bertanya tajam. Rawflie masih meracau dalam pelukanku. Bahkan sesekali ia juga menggigiti bahuku. Aku mengernyit menahan sakit, namun aku tak punya waktu untuk melarang Rawflie.

Lelaki sialan di depanku ini yang lebih penting.

"Pilih kunci Peri atau lelaki itu?" Ia bertanya.

"Kau menipuku lagi!"

"Tidak, kali ini aku tawarkan yang asli." Ia bicara tenang, mengedikkan bahunya santai.

Aku merengut tak suka. Lelaki itu sedang mempermainkan kami. Aku sadar, inilah hal terberat yang kuterima selama perjalanan. Aku bisa menangani banyak masalah di jalan, namun di sinilah semuanya berubah. Aku benar-benar merasa kesulitan.

Keraguan itu menyapaku. Kalau aku memilih Rawflie, kunci itu akan menghilang begitu saja. Negeri cermin akan kacau. Tadi aku sudah memilih untuk tahu jodohku, meski lelaki sialan itu memberiku harapan palsu.

"Bagaimana? Negeri ini akan kacau kalau kunci Peri tak kau bawa pulang." Ia tergelak puas.

"Lalu bagaimana dengan Rawflie? Kau sengaja menipuku, bukan? Kau mempermainkan kami!" Aku menjerit tak terima.

Mirror, Mirror On The WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang