4th Layer: Dangerous Problem

8.6K 1.1K 69
                                    

Aku dan Rawflie bersiap-siap pergi dua hari setelah itu. Reter memelukku sambil menangis. Ia berkali-kali memohon agar aku memikirkan ulang rencana perjalanan ini. Namun aku sudah mantap dengan apa yang akan kulakukan. Dunia Cermin sangat berjasa menciptakan kehidupan baru di keluargaku. Setidaknya aku harus menunjukkan rasa terima kasihku pada mereka. Lagipula aku senang sekali dengan petualangan ini. Di sekolahku dulu aku selalu ikut club pecinta alam dan backpacking. Jadi sekarang saatnya bermain di negeri yang belum pernah kujamah sebelumnya.

Aku memeluk Reter sekali lagi dan berpesan agar dia baik-baik saja di sini. Ratu dunia Cermin membekaliku dan Rawflie dengan sebuah kalung. Beliau mengatakan kalau kalung itu bisa memanggil seekor burung perak. Kami bisa menggunakan burung itu untuk meminta bantuan bila diperlukan.

Tetapi Ratu Cermin mengatakan kalau benda itu hanya bisa digunakan sekali saja. Dalam kekecewaanku yang meletup, aku pasrah. Setidaknya kami diberi satu kekuatan. Rawflie masih tajam seperti sebelumnya.

"Gervin..." Reter menangis. Aku tersenyum lembut, memeluknya hangat.

Para penduduk melepas kepergian kami dengan setitik harapan. Kami melangkah pergi dengan kuda. Kuda negeri Cermin aneh sekali. Mereka punya tanduk seperti Unicorn, namun juga memiliki sayap seperti Pegasus. Kuda itu memiliki sisik di tubuhnya seperti naga. Kakinya memiliki kuku tajam, menukik seperti cakar elang.

"Selamat jalan, doa kami menyertaimu!" Ratu Cermin membungkuk. Kuda aneh yang kami naiki mulai mengepakkan sayap.

Ini pertama kalinya aku naik kuda aneh seperti ini. Rawflie memimpin di depan dengan kuda lain.

"Sebenarnya kita akan kemana?" Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.

"Ke gunung kematian, Tuan." Seseorang berbisik padaku. Aku melongo dan menunduk perlahan. Kuda yang kunaiki melebarkan bibirnya, seolah sedang tersenyum.

"Kau bisa bicara?" tanyaku terkejut. Ia mengangguk.

"Tepatnya, kau yang bisa mengerti bahasaku, Tuan. Tuan yang di depan tidak akan mengerti apa yang kita bicarakan."

Wow, ini pertama kalinya aku tahu kalau aku bisa bicara dengan binatang! Aku bangga sekali dengan diriku sendiri. Ternyata aku bukan lelaki biasa ketika berada di sini. Aku cinta dunia Cermin. Aku manusia luar biasa!

"Berapa lama kita sampai?" tanyaku cepat. "Oh, ya... siapa namamu?"

"Arbender, Tuan."

"Jangan panggil aku Tuan! Namaku Gervin."

"Baik, Gervin."

Perjalanan kami tidak semudah itu. Arbender turun karena cuaca tiba-tiba buruk. Kuda milik Rawflie mendekat ke arahku dan memberi hormat. Kami turun dan memutuskan untuk berteduh lebih dulu di sebuah gua.

"Salam, Tuan."

"Panggil aku Gervin. Namamu siapa?" Aku tersenyum. Kuelus surai lembut kuda itu.

"Fertego. Arbender mengatakan kalau Anda bisa mengerti bahasa kami."

"Aku juga baru tahu." Aku tergelak geli, namun juga bangga. Kedua kuda itu masih mendekatiku, menempelkan wajah mereka ke tubuhku.

"Apa yang kau lakukan dengan mereka?" Tiba-tiba sebuah suara tajam menginterogasiku. Aku terkejut dan menoleh spontan. Bagaimana aku bisa melupakan lelaki ini?

Rawflie adalah teman seperjuanganku, namun aku merasa seperti melakukan perjalanan seorang diri. Lelaki tajam itu tidak banyak bicara.

"Aku sedang bicara dengan mereka. Kami mengobrol."

Rawflie meremehkanku hanya dengan tatapannya.

"Aku serius!" ucapku lagi.

"Apa yang mereka katakan?"

Mirror, Mirror On The WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang