12th Layer: Come Back Home

12K 1.2K 200
                                    

Maaf, tadi salah publish kayaknya....

Check the true ones...

Aku tak pernah mengerti bagaimana cara dunia Cermin itu mempermainkanku. Aku tak pernah mengerti. Bagaimana caraku bergerak hanya untuk mencari sesuatu yang melengkapi hatiku, bagaimana caraku bahagia. Aku ingin bersama dengan lelaki yang kucintai.

Reter lebih beruntung daripada aku. Kalian ingat, tidak... dulu negeri Cermin bergantung padaku. Meski aku dan Reter sampai di sana, namun Ratu menunjukku untuk mempertaruhkan nyawa. Lalu aku juga harus mengorbankan cintaku. Sedangkan Reter?

Tidak, bukannya aku benci dengan kebahagiaan sepupuku! Aku hanya iri. Semua masalah seolah berada di pundakku. Aku memikul masalah itu, sementara yang lain mana tahu tentang hatiku?

Reter dan Lawflie bertunangan hari ini.

Aku bahagia karena mereka bahagia. Tak ada alasan aku harus membenci Reter karena dia lebih beruntung. Aku hanya sedang sensitif. Apalagi kemarin Lawflie mengatakan kalau ada kemungkinan kakaknya masih hidup.

Aku tak ingin dibodohi oleh kenyataan, namun aku ingin berharap. Aku ingin bersama Rawflie. Ingin bahagia bersamanya.

"Selamat...! Selamat...!" Semua orang tersenyum dan mengucapkan selamat pada Lawflie dan Reter. Keduanya terlihat sangat bahagia.

Aku hanya sanggup menatap mereka dari kejauhan. Aku tak mampu mendekat.

"Gervin..." Ibuku muncul dan memelukku. Naluri seorang ibu selalu luar biasa. Bahkan ibuku paham sekali ketika aku sedang sedih.

"Aku baik-baik saja," ucapku pelan. Ibuku memelukku erat setelah itu. Aku tak mengerti bagaimana bisa seorang ibu tahu betul apa yang sedang dirasakan anaknya.

"Kau tak tampak baik-baik saja, Nak."

Aku tersenyum paksa.

"Aku merindukannya..." bisikku pelan. Ibuku mengerjap ke arahku, lalu mengembuskan napas perlahan.

Aku menangis dalam pelukan ibuku. Aku benar-benar tak tahu bagaimana lagi aku menjalani hidup. Semua tampak menyebalkan. Memuakkan.

"Aku ingin mencuci muka. Aku tak ingin momen bahagia Reter jadi kacau karena raut sedihku." Aku memutuskan untuk pergi.

Ibuku mengangguk dan membiarkanku. Kali ini aku ingin sendiri. Aku tak ingin mencuci muka. Aku ingin pergi. Aku ingin...

Brukkk!!

Aku menabrak seseorang hingga jatuh. Mood-ku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, jadi aku juga enggan mengulur waktu. Aku mengucapkan maaf dengan kepala tertunduk. Orang yang kutabrak tadi berdiri dan pergi melewatiku.

Aku ingin pergi...

Pergi...

Pergi...

Di dekat kolam ikan, aku berhenti. Kolam itu terletak di belakang rumahku, di halaman dekat ruang keluarga. Dari tempat ini, cermin perak itu bisa kulihat.

Aku berlari kencang, melompati jendela ruang keluarga. Namun, aku sedang keadaan tak baik-baik saja sekarang. Aku menabrak seseorang. Lagi. Benar, aku menabrak orang yang tadi lagi. Kali ini tubuhku limbung ke pelukannya.

Deg!

Aku terpaku. Getaran aneh mengawali detak jantungku. Semuanya jadi aneh. Beberapa tempat terlihat terang di mataku. Perasaanku jadi lengkap begitu saja.

Ketika aku mencoba bangkit dan mendongak, lelaki yang menangkapku itu justru memelukku. Ia tak membiarkanku bergerak. Ia membiarkanku tetap begini. Ia malah merengkuhku erat.

Mirror, Mirror On The WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang