S E M B I L A N

17.6K 1.9K 102
                                    

Seharusnya Kafin senang dengan kemenangan kasusnya kali ini. Kliennya yang dinyatakan sebagai tersangka dalam pembunuhan pacarnya itu dinyatakan tidak bersalah. Ternyata ada lelaki lain yang diketahui adalah pacar gelap wanita itu. Motif kecemburuan karena si wanita lebih memilih klien-nya, lelaki itu membuat pembunuhan berencana yang seakan-akan adalah klien-nya itu yang melakukannya. Kasusnya itu cukup menarik perhatian masyarakat luas dengan rutinnya pemberitaan serta persidangannya yang disiarkan secara langsung oleh televisi nasional.

Kemenangannya kali ini tidak hanya mengangkat namanya menjadi pengacara kondang, tidak sedikit pemberitaan yang mengatakan kalau Kafin adalah masa depan dari dunia hukum kriminal. Pembawaannya yang tenang, profesional juga ruthless berhasil menarik minat masyarakat luas. Belum lagi perawakan serta tampang Kafin yang diatas rata-rata, tidak sedikit juga komentar-komentar mengenai kehidupan Kafin yang lebih pribadi. Beberapa majalah baik itu lifestyle, bisnis dan hukum meminta Kafin untuk di wawancarai mengenai karir dan kehidupan pribadinya. Namun tidak satu pun permintaan dari majalah-majalah tersebut Kafin sanggupi. Alasannya simpel, Kafin tidak mau kehidupan pribadinya di ekspos sebagai konsumsi publik. Cukuplah namanya saja yang di konsumsi publik, bukan kehidupannya.

Dengan bebasnya klien Kafin dari tuntutan pembunuhan, selain namanya yang semakin melambung, tentu saja pundi-pundi uangnya pun ikut membengkak tiga kali lipat. Tak hanya bonus kemenangan dari firmanya, Kafin juga mendapatkan bonus kemenangan dari keluarga klien-nya. Hanya saja, hal-hal tersebut tidak sepenuhnya membuat Kafin senang dan tenang.

Pikirannya kacau bukan kepalang. Semenjak pertengkarannya dengan Yura dua minggu lalu, Yura memilih untuk tidur dengan ibunya di kamar tamu. Kafin yang merasa bagaikan pecundang, memaksa Yura untuk menetap di kamar utama bersama ibunya dengan alasan kasur yang lebih nyaman dan ruang gerak yang lebih luas, lalu Kafin menempati kamar tamu selama dua minggu belakangan ini.

Meskipun Yura menolak berbicara dengannya, ibu mertuanya selalu melaporkan kegiatan serta perkembangan Yura setiap harinya. Yura sudah mau minum susu khusus ibu hamil juga vitamin-vitamin dari dokter kandungannya. Nafsu makan Yura pun mulai membaik berhubung ibu mertuanya lah yang langsung mengurus makan Yura. Ibu mertuanya juga melaporkan kalau Yura sudah mulai mau berkomunikasi dengan bayi di dalam kandungannya itu meskipun masih belum bernyawa. Mendengar hal itu membuat hati Kafin menghangat dan tentu saja bangga. Kebanggaan atas kemenangan kasus-kasusnya tidak sebanding dengan apa yang tengah dirasakannga kini. Ia sangat bangga kepada Yura yang mulai menunjukkan kemajuan emosionalnya dengan si jabang bayi.

Kafin hampir saja membawa Yura ke seorang psikiater kalau hingga kandungannya menginjak empat bulan dan masih belum ada tanda-tanda keterikatan secara emosional.

Hanya saja, masih ada satu masalah yang belum dapat dituntaskannya. Yura bersikap seakan-akan ia tidak tinggal di dalam apartemen yang sama dengannya. Ia membutuhkan nasihat orang lain untuk menyelesaikan masalahnya yang jauh berbeda dari kasus-kasusnya. Namun dengan keterbatasan teman—Kafin tidak memiliki sahabat dekat kecuali Yura dan juga Sekar—tentu saja pilihan akhir jatuh pada Sekar, meskipun ia merasa enggan.

Mengingat masalah yang dihadapinya kali ini terbilang rumit dan harus segera diselesaikan, Kafin menghubungi Sekar yang juga tidak ada tanggapan sama sekali. Entah sudah berapa banyak wanita yang membencinya, Kafin hanya mampu menekan tombol redial dan terus meneror Sekar hingga wanita itu mau mengangkat teleponnya.

"Kamu harusnya tahu kalau seseorang tidak mengangkat teleponnya berulang kali berarti ia tidak mau diganggu sama sekali."

Suara Sekar mengambutnya—akhirnya!—setelah enam voice message dan sepuluh pesan singkat yang ditinggalkannya pada ponsel Sekar.

Bound By MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang