Udara sejuk,
Deburan ombak santai yang bergulung membentuk ritme merdu.
Burung-burung terbang riuh rendah pulang ke sangkar yang nyaman.Rumah Pantai.
Marc harus tersenyum puas berada di sini sekarang.
Sendiri tentunya.
Tak ada keramaian wartawan, tak ada lampu blitz kamera. Tak ada sirkuit. Tanpa Alex, adiknya yang konyol. dan tak ada kekasih.Ah malangnya.... pikir Marc jika mengingat hal itu.
Kekasih hanya menghambat karir. Namun Marc tak bisa memungkiri bahwa dalam hatinya yang paling dalam... sangat dalam... letaknya teramat sangat dalam... merindukan sosok kekasih.
Alex bilang bahwa ia tak pernah peka terhadap perempuan. Terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Terlalu cinta pada motor balapnya hingga tak memperhatikan wanita yang dijodohkan Alex untuknya.
"Oke, sekarang kau cari saja kekasih sendiri. Aku tak mau lagi mencarikanmu gadis." Ucap Alex saat mengetahui bahwa gadis yang baru saja dikenalkannya pada Marc hanya bertahan dua jam.
Ya, dua jam mendengar celoteh Marc tentang sesuatu yang aneh. Tentang balapan, tentang bola, tentang... ah sudahlah. Marc tak ingin lagi mengingatnya.
Sekarang Marc berada di sini, di tempat yang sesuai dengan keinginannya. Rumah Pantai.
Mendengar ritme-ritme yang selaras dengan perasaannya kali ini.
Marc yang sedang menatap pantai dikejutkan oleh dering ponsel di sakunya.
Alex menelpon di saat yang tidak tepat. Baru saja ia bersyukur bisa leluasa sendiri tanpa Alex yang konyol itu. Sekarang dia mengganggu lagi bahkan belum sehari Marc di sini.
"Ada apa?"
"Bagaimana rumah pantainya?"
"Bagus sekali. Indah. Dan damai." Ucap Marc sembari menutup matanya dan menghirup udara segar menjelang sore.
"Jika aku disitu kau pasti tidak akan kesepian, Marc."
"Oh tidak, terima kasih atas perhatianmu. Tapi aku lebih senang tenang sendiri di sini tanpa pemuda konyol sepertimu." Marc terkekeh mendengar dengusan kesal Alex di telepon.
"Sial. Beruntung sekali kau, Uncle Matt langsung menyetujui saat kau meminjam rumahnya."
"Kau harus menjuarai Moto GP juga agar bisa kesini. Ya, dia baik. Aku keponakan kesayangannya, bukan."
Meski kadang terlihat menyebalkan, namun Marc merindukan Alex."Tutup mulutmu. Tapi sayang sekali ya kau di sana sendirian. Tanpa kekasih." Balas Alex yang membuat Marc berdecak sebal. Mengingatkan saja.
"Aku tidak keberatan."
"Benarkah? seandainya kau bersama kekasihmu, waahh... kupastikan kau pulang dengan membawa berita baik."
"Berita baik apa?"
"Kekasihmu hamil. Hahaha. Aku yakin tempatnya sangat romantis."
"Omong kosong. Aku tak tertarik memiliki kekasih."
"Baiklah... baiklah. Ya sudah nikmati bulan madumu dengan guling." Belum sempat Marc membalas, sambungan tiba-tiba diputus.
Dasar adik tak tahu diri.
Seandainya Alex tahu, betapa inginnya ia berada di tempat romantis ini bersama seorang kekasih tiga bulan ini.
Sayangnya, ia memang harus benar-benar berbulan madu dengan guling diiringi suara deburan ombak yang nadanya terlalu sendu untuk kesendiriannya.
Senja mulai merangkak naik mengisi bentangan langit. Burung-burung masih berebut sarang, menghangatkan diri di sana sebelum malam datang. Sebelum air surut. Sebelum malam benar-benar menelan pemandangan indah ini.
Marc melepas kacamata hitamnya lalu berjalan setengah berlari menuju pantai. Kakinya terasa geli karena pasir-pasir putih di hamparan tepi pantai.
Kembali Marc merentangkan kedua tangannya, memenjamkan mata dan menhirup dalam-dalam udara yang takkan ia temukan di kotanya.
Dan tanpa sengaja, tanpa ia sadari, tanpa ia tahu... jauh dari tempatnya berdiri, seorang gadis berbaju hitam sedang menatap nanar ke arah pantai.
Tangannya bersedekap menghalau terpaan angin surut pantai. Rambutnya bergelombangnya diterbangkan angin.
Bahkan Marc tak menyadari kapan gadis itu datang dan berdiri di sana. Marc ingin menyapa, namun lidahnya hanya tertahan.
Entah mengapa, hati dan lidahnya sedang tak berkompromi.
Melihat gadis di ambang senja hari ini, matanya hanya terpaku pada sosok gadis itu. Yang memilih diam tanpa melakukan apapun. Dan ia pergi. Tanpa menoleh pada Marc.
Mata Marc mengekori langkahnya yang telanjang tanpa alas kaki. Hingga sosoknya hilang dari pandangan Marc.Segera ia menelpon Uncle Matt.
"Yang kau lihat bukan hantu, Marc. Ada perkampungan di sekitar situ. Mungkin gadis yang kau bicarakan adalah penduduk."
Marc bernafas lega. Setidaknya gadis itu manusia.
Malam bergelayut manja, Marc memilih bergelung di bawah selimut tebal, masih memikirkan gadis yang ditemuinya tadi.
Jika besok gadis berbaju hitam itu datang, Marc akan menyapanya. Syukur ia mau berkenalan.
Marc akan menunggunya.
***
Geje gak seh??
Betewe ini FF Marc Marquez karena dari dulu pengen banget bikin FF nya babang Marc. Baru kesampean sekarang.
#mahapkan keabsurdannya yak.
Tapi boleh donk semangatin ane pake vote ato komen. Biar ane gak mewek,
Mulmednya bikin adem panas guehhh
#ditaboksuami
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETED
Fanfiction"Karena aku sudah terbiasa diganggu. Jadi jangan berhenti menggangguku." Kejenuhan rutinitasnya sebagai pembalap Moto GP yang berkali-kali memyabet juara, membawanya pada sebuah rumah pantai milik pamannya. Hadiah menginap selama tiga bulan karena m...