Sebelom baca part ini, pastikan sudah membaca part Docé sebelomnya ye.
***
Yang dapat dilakukan Selena saat Marc memiringkan kepalanya hanyalah mengatupkan mata rapat-rapat. Berharap yang terjadi saat ini hanyalah mimpi ketika ia membuka mata.
"Antingmu lepas." ucapnya kemudian.
Apa? Antingku lepas? Batin Selena seraya membuka matanya.
"A... ap... apa?" Selena mengutuki kebodohannya sendiri. Menyangka Marc akan memberinya satu kecupan lagi.
Oh shit, Marc.
Wait, why am I so expect Marc to kiss me?
Wake up, Selena.Marc membetulkan kancingan anting Selena dengan tetap pada posisi memeluk leher gadis itu.
"No importa cuántas veces usted no, aun así decir Te quiero." Marc berbisik tepat di telinga kiri Selena. Bisikan lembut namun terkandung ketulusan di sana.
"Sorry? Aku tidak paham bahasamu, Tuan spanyol." Tangan Marc menepuk keningnya sendiri. Mereka tertawa pelan, sama-sama malu.
Wajah Marc memerah, begitupun Selena. Meski tak paham apa yang dikatakan Marc, ia tahu lelaki ini sedang berbicara tentang hatinya.
"Bukalah google translate mu." ucap Marc membuat Selena tertawa lebih lebar.
"Kau mesin pencariku. Jadi silahkan diterjemahkan sendiri."
Bibir Marc menyungging. Alis matanya yang tampak jenaka itu mengangkat sebelah. Berpura-pura berpikir.
"Tak peduli berapa kali kau menolakku, aku akan tetap berkata bahwa aku mencintaimu, Selena." Rona halus memancar dari wajah Selena. Ia menyelipkan rambut pada belakang telinga untuk meminimalisir kecanggungan. Namun Marc bertindak lebih, tangan halus Marc menyusuri bingkai wajahnya. Ia yakin Marc tengah merasakan pipinya yang memanas.
Jika boleh berkaca, Selena yakin Marc sudah melihat sisinya yang pemalu. Wajahnya pasti sudah semerah tomat saat ini.
"Aku serius. Tapi tak apa jika kau tak percaya pada penguntit sepertiku." Selena kembali tergelak mendengar ucapan Marc.
"Marc, maaf. Aku tak bisa memakai gaun yang kau beri."
"Memangnya kenapa?" tanya Marc menautkan alisnya.
"Gaun itu pasti sangat mahal. Tidak cocok untukku. Lagipula... terlalu mini. Aku tidak terbiasa memakai pakaian mini."
Mendengarnya membuat Marc tersenyum lebar. Entah mengapa meski hanya mendengar suaranya, Marc merasa senang.
"Kau pasti memghabiskan seluruh gajimu untuk membelikan gaun itu. Apa yang akan dikatakan ibumu saat kau pulang? Membelikan baju seorang gadis untuk prom night?"
"Tidak. Ibuku tak pernah bertanya tentang gajiku, tentang apa saja yang kubeli. Dia hanya akan menanyakan kapan aku pulang ke rumah."
"Ibumu pasti sayang sekali padamu, ya? Aku ingin sekali memiliki seorang ibu yang menemaniku."
"Kau bisa menganggap ibuku sebagai ibumu. Ayahku takkan keberatan memiliki anak gadis cantik sepertimu." Wajah Selena berbinar.
"Benarkah?"
"Ya, tapi ada syaratnya."
Melihat Selena yang begitu antusias, Marc ingin sedikit usil."Apa?" Selena membulatkan matanya, berharap jawaban mudah dari 'syarat' yang diajukan Marc.
"Kau harus menikah denganku."
"Marc, mulai deh."
Ini benar. Bukan lagi khayalan. Selena menemukan warna hidupnya yang semula abu-abu menjadi berwarna. Marc yang harus bertanggung jawab atas semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETED
Fanfiction"Karena aku sudah terbiasa diganggu. Jadi jangan berhenti menggangguku." Kejenuhan rutinitasnya sebagai pembalap Moto GP yang berkali-kali memyabet juara, membawanya pada sebuah rumah pantai milik pamannya. Hadiah menginap selama tiga bulan karena m...