Marc.
Demi Tuhan, Selena tidak tahu apa yang diinginkan pemuda itu di bawah sana. Berteriak memanggil namanya dengan senyum yang sebenarnya membuat Selena resah. Hatinya tak mampu menolak senyum Marc.
Ini gila.
"Selena... hai. Aku tahu kau ada di dalam sana." Selena menutup telinganya dengan telapak tangan.
Pengganggu.
"Selena, turunlah. Ayo kita berteman."
Oh shit, Selena mulai tak tahan mendengar suara cempreng Marc di waktu belajarnya.
Dengan kesal Selena keluar dari kamarnya menuju balkon.
"Apa sih maumu, Marc?"
"Berteman denganmu."
"Sudah kubilang aku tidak mau. Pergilah."
"Aku akan terus meminta sampai kau mau."
"Persetan." Selena berbalik dan menutup pintu balkonnya.
Dan Marc, bukannya kesal atas penolakan Selena, ia malah tersenyum lebar. Senang karena Selena masih mau bicara dengannya. Dan mengingat namanya.
Di balkon kamar Arianna, gadis itu hanya bisa diam di balik daiun jendela menyaksikan Selena dan Marc. Ada rasa cekit-cekit yang perih makjleb.
***
Marc baru saja merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya ketika ia mendengar suara bel berbunyi di luar.
Mengganggu saja. Padahal Marc berencana untuk memikirkan rencana yang bagus untuk Selena.Marc membuka pintunya, lalu melongo melihat siapa yang datang.
"Hola, Marc. Como éstas (bagaimana kabarmu) ?" Seorang lelaki berperawakan jangkung merentangkan tangannya lebar-lebar ingin memeluk kakaknya.
"Kenapa kau kesini?" Dari ucapan Marc, Alex tahu bahwa kakaknya merasa keberatan dengan kehadirannya.
"Menemanimu, Marc. Apalagi. Mom tidak tega melihatmu liburan sendirian." Alex, adik Marc satu-satunya pasti sedang berbohong.
"Merajuk saja anak manja."
"Eh, kau selalu tahu, Marc." Alex nyengir lebar.
"Kau kenapa Marc? Tidak senangkah aku di sini?" Tanya Alex saat melihat Marc mendongkol.
"Betul sekali."
"Oh, brother. Aku janji tidak akan menyebalkan. Swear." Alex mengangkat kedua jarinya.
"Ada yang menarik di sini?" Alex mengedarkan pandangannya pada landscape pantai di hadapannya. Tangannya menyambar apel merah di atas meja.
"Tidak ada. Kau takkan betah di sini." Selepas Marc berbicara, matanya menangkap sosok yang baru saja diganggunya, Selena berada di tempat ia biasa berdiri. Sambil bersedekap tangan di dadanya, ia melepaskan pandangan mata pada ombak yang tenang.
"Ésperé ún minuto. (Tunggu sebentar)." Marc berlari meninggalkan Alex yang penasaran. Mata Alex mengikuti kemana Marc pergi hingga harus berlari seperti itu.
Saat tahu penyebabnya, Alex tersenyum. Seorang wanita.
Alex tahu betul siapa kakaknya. Pasti ada apa-apanya dengan wanita itu hingga Marc seperti mementingkannya ketimbang Alex. Poin pentingnya, Marc menemui wanita itu! Camkan!.Karena yang Alex tahu, Marc akan mendadak terduduk lemas dengan keringat bercucuran saat berhadapan dengan wanita.
Kaki Marc berlari tanpa suara hingga sampai di belakang Selena. Namun gadis itu langsung menoleh. Begitu tahu Marc yang ada di belakangnya, sorot matanya berubah sebal.
"Kau lagi." Selena membuang matanya. Ia tak tahan melihat senyum Marc yang terlalu ajaib.
"Ya, aku. Kenapa beberapa hari ini kau tak datang saat senja?" Marc terkikik saat Selena membuang muka untuk tidak menatapnya.
"Bukan urusanmu."
"Selena, kenapa kau tak ingin berteman denganku? Ucap Marc polos. Dia selalu polos.
"Aku menunggu kekasihku di sini. Dia... dia sedang... ah. Itu urusanku." Marc menyipit karena cahaya senja mulai merambat seperti ingin membutakan mata.
"Kekasih? Gadis dingin sepertimu punya kekasih?" Selena mendelik atas pertanyaan kurang ajar Marc.
Arianna ada di sana. Mendengar semua percakapan Selena dan Marc.
"Kekasihnya takkan kembali. Dia sudah mati lima tahun yang lalu." Inilah waktu yang ditunggu Arianna. Sangat lama Arianna menyimpan rahasia kelam sahabatnya itu. Dan kini, Arianna ingin mereka tahu bahwa Selena hanya bertingkah seperti orang gila.
"Arianna?" Selena memandang tak percaya pada Arianna yang dengan lancang mengatakan hal itu.
"Dia sudah tewas, Selena. Dia takkan kembali lagi. Kau melakukan hal sia-sia. Lupakan dia." Airmata Selena mulai menggenang. Tangannya menutup mulutnya dengan tak percaya bahwa Arianna... sahabat yang dipercayainya, dianggapnya sebagai saudara, ternyata sama seperti semua orang. Menganggapnya gila, menunggu yang telah mati.
"Buka mata hatimu, Selena. Kenapa kau kehilangan dirimu hanya karena pria brengsek itu?"
Selena bahkan sudah tak kuat menopang tubuhnya. Kakinya serasa gemetar hebat. Selena memutuskan menyingkir dan pulang ke rumah.
"Selena." Marc memanggilnya, namun Arianna menghentikan langkah Marc.
"Mengapa kau menyakitinya?"
"Aku tidak tahan, Marc. Dia sudah seperti orang gila berkeyakinan bahwa kekasihnya selamat dari ombak lima tahun lalu."
Marc mengusap pundak Arianna lalu membimbingnya kembali ke rumah pantai.Alex yang sedari tadi berdiri sambil memperhatikan mereka, beringsut memberi jalan pada Arianna dan Marc untuk masuk.
Dan benar, mata Alex melebar saat bertemu dengan Arianna."Dia Alex. Adikku." Ucap Marc saat Arianna memberi kode untuk bertanya siapa lelaki yang sedang menatapnya tak berkedip itu. Arianna hanya membentuk huruf O dengan bibir mungilnya.
"Ayahnya juga menjadi korban ombak itu. Mereka hanya menemukan mayat ayah Selena dan beberapa awak kapal. Tapi Adam tak ditemukan."
"Siapa Adam?" Tanya Alex.
"Ssttt... kau tak perlu tahu anak kecil." Mendengar Marc mengatainya, Alex mengerucutkan bibirnya lalu masuk ke dapur.
***
Alex muncul mak cling
Buat seger2an.Jangan lupa jejaknya yo gaesss
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETED
Fanfiction"Karena aku sudah terbiasa diganggu. Jadi jangan berhenti menggangguku." Kejenuhan rutinitasnya sebagai pembalap Moto GP yang berkali-kali memyabet juara, membawanya pada sebuah rumah pantai milik pamannya. Hadiah menginap selama tiga bulan karena m...