LTT Dòs (2)

1.6K 137 45
                                    

"Hey, nak. Bangun." Jeremy menggoyang tubuh putrinya yang sedang terlelap di kasur. Arianna menguap dan melihat ayahnya sedang bersedekap menatapnya.

Pria satu ini--yang paling tampan-- menurut Ariana. Memang paling rajin membangunkan Arianna di pagi buta.

Arianna yang paham dengan rutinitasnya segera--dengan berat hati meninggalkan dekapan hangat selimut yang semalam memberinya kenyamanan.

"Bangun, sebelum matahari mendahuluimu." Ucapnya lembut kebapakan.

"Ya, ayah." Sahutnya serak.

"Ayah tidak bisa menemanimu hari ini. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya. Bagaimana jika kau mengajak Selena?"

"Selena? Hah... dia mana mau bangun subuh hanya untuk jogging di pantai. Aku bisa lari pagi sendiri." Jeremy mengacak rambut putrinya lalu pergi dari kamar Arianna.

Hembusan angin langsung saja menampar kulit ketika Arianna keluar dari rumahnya. Ia merapatkan jaket dan menggosok kedua telapak tangan sambil sesekali meniup. Mata bulatnya menatap rumah Selena yang masih gelap. Pasti gadis itu masih meringkuk nyaman dibawah selimutnya.

Arianna suka berlari. Di usianya yang ke 17 ia sudah terdaftar sebagai pelari marathon junior di kotanya. Baginya, berlari adalah sebagian dari hidupnya. Tidak berlari pagi sehari saja membuat tubuhnya pegal.

Namun bagi Selena, menunggu Adam adalah bagian dari hidup. Tentu saja hal itu sia-sia. Adam, sudah tewas. Ia takkan lagi kembali.

Arianna memandang jauh dari tepian pantai. Sambil sedikit melakukan streaching untuk peregangan sebelum berlari.

Pasir putih menjadi sangat dingin pagi ini. Untung Arianna memakai sepatunya. Ia tak tahu seperti apa jadinya kalau tak bersepatu. Kadang banyak bulu babi yang terdampar.

Arianna menurunkan tempo kecepatan berlarinya, saat ia melihat seorang pemuda sedang duduk menghadap api unggun di teras rumah pantai. Tubuhnya dibungkus selimut tebal.

Arianna mengerjap. Benarkah yang dilihatnya adalah manusia? Bukankah rumah pantai itu kosong? Mata Arianna menyipit, memfokuskan tangkapan matanya bahwa sosok itu menapak tanah.

"Halo, Apa kau manusia?" Arianna memutuskan untuk menyapa.
Sosok itu mengangkat kepalanya.

"Hai, apa kau juga manusia?" Tanya seorang pemuda itu kembali. Dia Marc, yang sedang tak bisa tidur malam.

Arianna bernafas lega karena memang sosok ini benar manusia. Dan dia pria.

"Kau..." Arianna mengingat wajah pemuda dihadapannya. Ia pernah bertemu. Tapi dimana?.

"Kita pernah bertemu?" Marc menggeleng. Yang ia ingat hanya bertemu dengan satu gadis dan itu Selena.
Selena juga yang menjadi alasan kenapa Marc tak bisa memejamkan mata.

"Ah... kau pemuda yang mengantar Selena kemarin ya?" Memdengar nama Selena, wajah Marc berseri.

"Kau kenal dengan Selena?"

"Kenal? Kita sudah seperti saudara. Rumahku bersebelahan." Marc melihat secara keseluruhan pada gadis dihadapannya kali ini. Lalu membandingkannya dengan Selena. Marc mengernyit.
Pembawaan Selena lebih lembut dan membuat penasaran, seperti sekarang, Marc dibuat penasaran dengan Selena.

Namun gadis ini, meski memang cantik namun sepertinya memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan Selena.

"Tidak mirip."

"Tentu saja. Kami bukan saudara kandung. Apa yang kau lakukan di sini? Kau tinggal di rumah pantai mewah itu?" Jari telunjuk Arianna memgarah pada sebuah rumah mewah minimalis berdinding kaca di belakang Marc.

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang