Llyn menatap surat itu. Ia bersandar pada batang pohon, mulai membukanya.
Untuk Ana, dari Vano! (4)
Dear sahabatku Anabella Gerllyn,
Pasti kamu mencari ini keesokannya! Kamu lebih suka menghabiskan sore dengan ipa dan matematika membosankan itu, yah? Ok, ok. Aku tidak penting...... Hahaha... Bercanda! Keemasan para remaja adalah masa di mana para remaja mengetahui arti cinta. Ada sesuatu yang harus kuakui padamu. Bukan. Bukan 'aku benci kamu', kok. Aku tak akan pernah membencimu, Ana. Aku hanya ingin mengakui 'kamu bertambah cantik'. Hahaha........ Bukan itu. Aku hanya bercanda lagi. Aku ingin dirimu melanjutkan penuntutan itu di kota yang penuh bata merah. Di mana kades kita tinggal. Ahahahaha.......... Pada tahun pertama masa keemasanmu, jemputlah aku sesuai pesan ketiga. Aku akan datang di hari kedekademu di masa keemasan. Aku sangat merindukanmu. Kini aku menulis seraya mengerjakan tugas, lho!!!! Jangan ceramahi aku karena menunda tugas..... Mereka membosankan. Di timur Kota Bata Merah terdapat hamparan padang bunga. Ada juga di barat Patung Banteng berdiri dengan gagahnya. Coba rangkai ini menjadi kata yang ingin kuucapkan bila kita bertemu suatu hari nanti. "A-u-i-t-K-m-k-C-n-a-a-u......" atau "¡u-e-i-s-A-r-t-h-i!" .
Petunjuk untuk surat terakhir: Ada di ujung dari aliran yang engkau hindari di hari pertama kita, jauh di dalamnya yang sangat dasar!!! Awas lintah menyengat dan lebah menggigit!!!~With a hug, Vano
"Huah......... Panjang sekali," desah Llyn.
Anak itu menatap ke bawah. Hamparan rumput. Ini adalah padang yang saaaangat luas itu.
"Petunjuk darimana, coba?! Itu malah membuatku bingung, tahu!! Dasar yah, menyebalkan," umpat Llyn dengan senyuman tipis, menatapi matahari terbenam. Tentu ia bercanda.
Ia melompat turun dan mulai mengayuh sepedanya, pulang sebelum larut malam. Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mengikuti seluruh pesan peninggalan, atau yah begitulah, Amyria, alias Gravano. Tetapi, ada yang aneh. Seluruh pesan ini. Semuanya, seakan baru saja dikirim beberapa menit, atau setidak beberapa jam sebelum ia datang. Ada yang salah. Bagaimana itu semua terjadi? Tidak ada yang namanya sihir. Itu hanya hal fiksi karangan manusia untuk bermain di angan-angan. Lalu? Apa yang sesungguhnya terjadi dan bagaimana???
★
Tujuh tahun berlalu sudah. Llyn masih belum menemukan surat keenam. Kini ia tinggal di Kota Bata Merah, Batavia. Maksudnya Djakarta. Lelaki itu bertopang dagu, meratapi balok-balok yang menjulang tinggi, mencoba tuk meraih langit yang lebih tinggi. Seseorang menepuk pundaknya.
"Bantuin soal ini dong, Llyn."
Llyn menoleh dan mendapati seorang gadis, gadis favorit sepenjuru sekolah, Fikrirariara Chandrakana Putri. Atau yah Putri.
"Ah, dengan senang hati. Soal yang mana?"
Walau nada dan rangkaian katanya ramah, wajahnya masih tanpa ekspresi. Ia masih bingung. Tentu saja ia masih mengingat sosok Amy. Sosok yang ia panggil Vano terkadang. Ia ingin tahu, bagaimana wajah sosok itu sekarang. Sekarang hari kesembilan. Ia akan menjemputnya jam 1 siang, esok hari. Tentu saja. Lawakan tidak lucu teman-temannya tentang jam. Setelah jam 12, jam berapa? Kita jawab 1, mereka bilang "salah!!! 13!!!!!!". Kita jawab 13, mereka bilang "salah!!! 1!!!!!!". Menyebalkan. Lalu, jika kita melihat jam, 12 adalah angka terakhir sebelum 1. Kumis panjang dan kumis pendek adalah Tuan Jam dari film Beauty and The Beast. Jarum jam dianggap kumis. Artinya, jam 1 pas gadis itu akan sampai. Saat itu, Jakarta pasti sedang panas-panasnya. Saat Kagutsuchi sang dewa api murka, pasti rasanya panaaaas sekali!!! Putri telah pergi beberapa saat yang lalu. Tidak seperti lelaki lain, Llyn tak punya ketertarikan apapun pada Putri. Itu membuat Putri tertarik. Maka itu, Putri mengambil kesempatan setiap ada kesempatan. Llyn menatap langit seraya tersenyum kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
We Can't Break The Wall, Can We? [On Hold]
Dla nastolatkówLlyn punya mimpi besar, menjadi seorang panglima. Orangtuanya juga mendukung. Hanya saja, fisiknya yang lemah menjadi dinding di antara dirinya dan mimpinya. Semua itu terus berlanjut hingga ia bertemu sosok yang membuatnya tak berhenti berjuang. Se...