Tembakan 4#

2 0 0
                                    

Amy menatap Llyn yang tengah menunggu Romeo seraya merangkum pelajaran hari ini. Akhirnya ia berhenti dan hanya menatap Romeo. Amy baru akan berdiri menghampirinya, namun Putri telah duduk di samping pemuda itu. Dapat sayup-sayup ia dengar percakapan mereka.

"Kamu pacaran sama si anak baru itu?"

"Nggak, sih. Dia sahabat terbaikku. Dia juga kuanggap adik mengingat kami sama-sama anak tunggal."

"Oh.... Seberapa dekat kalian?"

"Ya...... Seperti adik dan kakak umumnya."

"Kamu suka dia?"

"Eh...... Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Mau tahu dong!"

"Ya nggak, lah. Aku sayang sama dia, karena ia sahabat terbaikku dan juga kuanggap adik. Hanya itu saja."

"Kamu suka siapa?"

"Tidak tahu. Aku belum memikirkannya. Aku masih ingin fokus pada belajar."

"Wah...... Jadi kamu belum mikirin kayak pacaran gitu, Llyn?"

"Belum," balasnya dengan senyum tipis dan gelengan kecil.

"Kamu anaknya baik banget, yah. Mau nyenengin orangtua doang atau apa?"

"Ah..... Aku memang belum memikirkannya."

"Maksudmu?"

"Yah, seperti, untuk apa sih sosok pacar itu? Teman juga cukup."

"Untuk menjadi yang menyayangi dan senantiasa melindungimu selama orangtua jauh."

"Kalo untuk itu, tuhan juga cukup."

"Curhat?"

"Amy cukup."

"Hidupmu bahagia, dong?"

"Tidak juga. Fisikku yang lemah menghambat cita-citaku."

"Cita-citamu apa?"

"Panglima."

"Kalo Amy?"

"Dia ingin menjadi-"

Mendadak, Amy yang entah sejak kapan berdiri di dekat sana membekap mulut Llyn.

"Pulang yuk, Ana?"

"Romeo gimana?"

"Ana mau ditimpuk panci Bibi Maryl lagi?"

"Eh...... Tapi-"

"kami pulang yah, kak romeo??????"

"Ya. Hati-hati kalian berdua! Jangan apa-apain Amy di rumah ya, Llyn????"

"jadi kamu pikir aku suka yah, ditimpuk panci???!!!!!!!!"

"Haha!!!! Kali aja!!!!!!!!"

Llyn beranjak dan tersenyum kecil pada Putri.

"Kami pulang dulu, yah? Sampai jumpa besok, Putri."

"Ah, iya, sampai jumpa."

Sementara mereka berlalu, Putri mendecak kesal.

"Dasar belagu. Llyn cuma buat gue, bukan yang lain."

Kedua anak perempuan yang senantiasa menemani Putri mengangguk.

"Dia pikir dia ratunya? Nyi Putri adalah penguasa sekolah ini."

"Dan yang menghalangi harus dihancurkan."

"Sudahlah. Ayo, girls. Kita ikuti mereka. Kita akan berbuat ulah pada anak itu."

Sementara itu, keduanya berjalan karena rumah Bibi Maryl tak terlalu jauh dari SMAN 18.

We Can't Break The Wall, Can We? [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang