WHY3

1.2K 87 0
                                    

"Kesakitan ini mengajarkanku apa artinya kesabaran."
.
.
.
.
.
Lantunan merdu adzan subuh membangunkan Prilly dari tidurnya. Ia menggeliatkan badannya yang terasa sakit akibat tidur disofa.

Dua sisi yang berbeda seolah bertengkar. Disatu sisi, ia ingin menegur suaminya dan meminta haknya sebagai istri dan wanita yang sebenarnya harus dibahagiakan. Disisi lain, ia ingin bersabar karena ia tahu, sekarang surganya ada ditelapak kaki suaminya.

Prilly menoleh kearah jam. Sudah waktunya subuh. Ia lalu meraih kursi roda yang ada didekat sofa, lalu dengan perlahan dan hati-hati ia menaiki kursi rodanya.

Ia mendekati tempat tidurnya yang sekarang dipakai oleh Ali. Ya, keluarga mereka sudah memustuskan Ali dan Prilly untuk seminggu ini tinggal dikediaman Prilly. Lalu minggu selanjutnya mereka akan tinggal dikediaman Ali. Baru setelah itu mereka tinggal dirumah mereka sendiri. Rumah yang sudah dibeli Ali beberapa tahun silam.

"Mas, bangun. Udah subuh. Kita shalat dulu." Prilly membangunkan Ali.

Tak ada sahutan dari Ali. Ia tetap bergulung dengan selimut tebalnya.

"Mas...."sekali lagi Prilly membangunkan Ali sambil menepuk pelan bahu Ali.

"Argh. Apa sih! Gue masih ngantuk. Jangan ganggu gue. Belum siang juga." Jawab Ali dengan mata yang masih terpejam.

"Tapi, Mas. Ini udah waktunya shalat."

"Elo ngerti bahasa Indonesia gak, sih? Gue udah bilang gue masih ngantuk." Ali membuka mata dan membalasnya dengan sedikit bentakan. Lalu setelah itu ia pun terpejam kembali.

Prilly mengelus dadanya sabar. Ia pun menjauhkan kursi rodanya dari tempat tidur tak mau menganggu Ali. Lalu, ia pun mengambil whudu. Setelah mengambil whudu, ia pun sholat dengan cara yang dianjurkan oleh Allah untuk orang dalam keadaan seperti ia kini.

Seusai shalat, ia menuju dapur untuk membuat sarapan bersama ibu, mertuanya dan keluarganya yang lain.
Senyum ia pancarkan diwajahnya. Namun, tak ada yang tahu jika hatinya terluka.

"Cie pengantin baru. Bangunnya belakangan." Ya. Dibanding keluarganya yang lain (perempuan), ia yang terlambat bangun. Itulah mengapa mereka menggoda pengantin baru itu.

Tetapi, tak ada yang sadar jika ada sepasang mata yang memancarkan kesedihan dan rasa bersalah yang amat dalam.

***

Setelah selesai menyiapkan sarapan untuk keluarga, Prilly kembali kekamarnya untuk memeriksa apakah suaminya sudah bangun atau belum.

Saat sudah berada didalam, ia melihat tempat tidur yang ditiduri suaminya semalam sudah kosong. Gemercik air dari dalam kamar mandi pun terdengar menandakan bahwa suaminya sudah bangun dari tidurnya dan mandi.

Ia menuju ke sebuah tas yang ia tahu adalah tas suaminya yang berisikan pakaian dan peralatannya. Dengan telaten ia menyusun pakaian suaminya kedalam lemari pakaian dengan sangat rapi.

Tiba-tiba terdengar suara dering handphone didekatnya. Ia melirik ke nakas dan melihat handphone suaminya yang sedang menyala menandakan ada sebuah notifikasi.

Ia menjalankan kursi rodanya kearah handphone tersebut. Dia terdiam sejenak. Dengan sedikit keraguan ia membuka notifikasi yang baru saja terkirim kehandphone suaminya.

'Tak apa. Toh, dia suamiku.'

Saat melihat isi dari notifikasi tersebut, jantungnya terasa mati. Matanya memanas ingin menumpahkan air matanya. Namun segera ia tahan.

From : Baby

Good morning, Baby. Bangun, udah pagi. Mandi terus sarapan. Maaf hari ini aku agak sibuk, Baby. Jadi, jangan kirim pesan atau telpon dulu, ya. Have a nice day, Baby! I love you.

To: Baby

Iya, By. Ini aku udah bangun. Iya, aku ngerti kesibukan kamu kok. Have a nice day and I love you too.

'Ya Allah. Mengapa sesakit ini rasanya?'

Wanita mana yang tak sakit hati saat mengetahui bahwa suaminya memiliki wanita lain? Prilly rasa tidak ada.

Iya segera menutup dan meletakkan handphone suaminya ketempat semula setelah dirasa suaminya akan segera keluarh dari kamar mandi. Ia kemudian mendorong kursi rodanya keluar kamar setelah sebelumnya menyiapkan pakaian suaminya diatas tempat tidur. Berharap suaminya memakai pakaian yang telah disiapkannya.

***

Dimeja makan, Prilly menunggu suaminya turun bersama para keluarga. Mereka sedikit heran ketika melihat Prilly memandang lurus dengan tatapan kosong.

"Prill, kamu kenapa, Sayang?" Ucapan tante Risa menyadarkan Prilly dari lamunannya.

"Ah. Engga apa-apa, Tan. Prilly cuma laper aja kok." Balas Prilly sedikit berbohong.

Sepertinya ada yang menyadari kebohongan dari ucapan Prilly tadi.

'Kamu berbohong, Sayang. Kamu sedang ada masalah dengan suamimu. Maafkan aku, Tuhan.'

Tak lama, datanglah Ali dimeja makan. Ia segera menarik kursi disebelah ayah mertuanya.

"Nah, akhirnya pengantin barunya bangun juga. Udah laper nih." Ucapan dari sepupu Prilly pun menyadarkan Prilly yang sempat melamun lagi. Ia menatap ke arah lelaki yang saat ini berada disebelah ayahnya.

Ia menatap sedih kearah suaminya saat tahu bahwa pakaian yang disiapkannya tidak dipakai oleh suaminya. Ia merasa tak berguna menjadi istri.

Tetapi, dengan cepat ia tepis. Ia sadar keluarga besarnya telah lama menunggu untuk makan. Ia segera menyiapkan makanan untuk Ali.

Kemudian, mereka makan dengan suasana yang harmonis. Diiringi dengan senyum Ali ketika ada yang menggoda mereka. Senyum palsu.
.
.
.
.
.
Sorry pendek. Gak sampe 1000 words kayak biasanya:D yang ikhlas Vote ya. Kalau engga ya gakpapa.

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang