1 minggu kemudian, 18 Oktober 2014. Pukul 06.00, ketika embun kembali menemani pagi.
Sesuai keputusan, hari ini Prilly dan Ali akan tinggal dikediaman Mama Ali, Resi. Kini Prilly sedang menyiapkan segala peralatan yang akan dibawanya ke Rumah Ali. Keluarga mereka sudah kembali ke rumah masing-masing sejak 5 hari yang lalu.
Sedangkan Ali? Saat ini ia sedang membersihkan tubuhnya alias mandi. Sikapnya selama seminggu ini tak pernah berubah pada Prilly. Dingin dan kasar.
'Ceklek'
Suara pintu kamar mandi terdengar menandakan pintu itu telah terbuka. Lalu keluarlah Ali dengan handuk yang melilit ditubuhnya. Ali menatap Prilly sebentar lalu menuju lemari untuk mengambil pakaiannya. Kemudian ia masuk lagi kekamar mandi untuk memakai pakaiannya.
'Huft....' Prilly menghela nafasnya menyabarkan dirinya. Tak percaya bahwa ia akan mengalami kejadian yang tak perkirkan sebelumnya. Terikat tetapi merasa asing. Namun, tak ada yang bisa ia salahkan. Ini adalah takdir.
***
Saat ini, Ayah, Ibu, Prilly dan Ali sedang berada diteras. Prilly dan Ali pada orang tua dan mertuanya untuk meninggalkan rumah ini. Tentunya dengan wejangan-wejangan yang diberikan ayah dan ibunya kepada Ali dan Prilly.
'Drama banget, sih.' Batin Ali berucap saat melihat Prilly dan ibunya berpelukan sambil menangis.
Setelah itu, mereka segera masuk mobil dengan Prilly yang dibantu Bundanya dan melajukannya kearah Rumah Ali. Sesampainya disana, mereka disambut oleh Mama Ali, Resi yang ternyata sudah menunggu kedatangan mereka sedari tadi.
Resi menghampiri mobil Ali dan membantu Prilly keluar dari mobil dan naik kekursi roda. Prilly dan Ali mencium tangan Mama Resi.
"Akhirnya kalian datang juga, Nak. Mama udah nungguin kalian dari tadi." Ucap Mama Resi sambil mengenggam tangan Prilly dan Ali.
"Maaf, Ma. Tadi dijalan macet." Ucap Prilly dengan senyumnya. Sedangkan Ali, ia hanya memasang wajah datarnya. Ia masih tak percaya bahwa mamanya akan tega mengorbankan perasaannya.
"Iya, gakpapa, Sayang. Yaudah, kalian kekamar gih. Pasti capek."
Ali dan Prilly mengangguk menyetujui perintah mamanya. Ali segera masuk tanpa berniat membantu Prilly mendorong kursi rodanya. Mama yang melihat hal itu hanya dapat menatap sendu wajah polos menantunya.
Ia segera menghampiri menamtunya dan membantunya mendorong kursi roda yang diduduki menantunya.
.
.
.
Ali's POVJujur, aku senang bisa kembali tinggal dirumah Mama. Bukan apa, jika di Rumah Prilly aku tak dapat membawa teman dan kekasihku kerumah. Karena apa? Ibu mertuaku lebih sering berada dirumah dan itu tak memungkinkan untukku membawa mereka.
Lagipula, jika mereka kubawa ke Rumah Prilly mereka akan tahu jika aku menikah dan itu akan mempermalukannya dan tentu saja pasti Yola akan mengakhiri hubungan kami. Aku tak mau itu terjadi.
Jika dirumah Mama, Mama akan lebih sering berada diluar rumah karena memang Mama tipikal orang yang lebih sering berbisnis diluar daripada dirumah. Maka dari itu, aku akan bebas membawa siapapun ke rumah dan pergi kemanapun yang aku mau.
Aku merasa dipenjara saat hanya berada didalam rumah. Oh, bukan. Mungkin bisa dibilang neraka, bukan penjara lagi. Sungguh! Aku merindukan clubbing, minuman keras, rokok, dan tentunya kekasih seksiku.
Saat aku sedang memikirkan agendaku hari ini untuk memberi kejutan pada Yola, suara lembut nan merdu milik Prilly menyadarkanku. Hah? Lembut nan merdu? Oh tidak Ali! Kau tak boleh memujinya bahkan tertarik padanya!