Menyesal

15.5K 913 2
                                    

Meski Imran sudah patah hati, dia tetap tersenyum seperti biasa. Dia memang merasa tidak enak hati ketika pertama kali mendengar kenyataan bahwa calon istrinya menyukai orang lain, tapi hal itu sudah dia buang jauh-jauh. Dia beranggapan bahwa sekarang bukan saatnya meratapi pilihannya namun bertahan dan mebuat pilihannya berpihak padanya. Toh kenyataannya laki-laki yang disukai Waqiah tidak datang melamar. Itu tandanya Allah lebih membuka lebar hati dan pemikirannya untuk menghalalkan wanita yang di inginkannya. Dia yakin  bisa merebut hati Waqiah.

Kini Wajah tampannya semakin bersinar di balut oleh semyuman. Hari ini seminar yang akan di bawakan oleh uztadz Yusuf Mansyur yang bertemankan "Sedekah menjemput jodoh" akan di adakan di kampusnya. Kebetulan beberapa hari yang lalu dia mengajak Rahman ikut dalam seminar itu, sebab dia tahu bagaimana selera sahabatnya itu.

Dia menunggu Rahman di loby fakultas yang katanya sudah di perjalanan. Dia sibuk mendengarkan surah Ar-Rahman di hapenya dengam menggunakan headset.

Peserta seminar sudah banyak yang lalu lalang di hadapannya termasuk sosok berjilbab merah yang memasuki pintu fakultas. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Dia mematikan audionya dan melepaskan headsetnya. Dia tersenyum kepada wanita itu, calon istrinya yang baru di lamar beberapa hari yang lalu.

"Assalamu 'alaikum Waqiah" Seolah dia tidak tahu perasaan Qia yang sebenarnya. Apa yang dia dengar kemarin dia anggap angin lalu saja.

"Wa'alaikum salam Pak. Bapak kok ngga naik. Ngga ikut seminar?"

"Aku lagi tunggin Rahman, Sahabatku"

"Oh.." Qia hanya ber oh-ria

"Kamu mau naik. Duluan aja..Sebelum kursinya habis"

"Aku juga mau nungguin Sandra dan Lia Pak"

"Oh" kini gantian  Imran yang ber oh-ria.

"Mau sampai kapan kamu panggil aku Pak?"

"Heh?" Qia kaget atas pertanyaan Imran

"Aku kan calon suami kamu. Belajar dong panggil Mas, bang atau abi mungkin?" Goda Imran tanpa menatap Qia.

Qia merasa wajahnya langsung memanas. Dia tertunduk untuk menyembunyikannya. Dia menggigit bibir bawahnya sambil memainkan ujung sepatunya ke lantai. Di hatinya ada sesuatu yang aneh tiba-tiba muncul. "Nanti saja Pak, setelah menikah" Qia kaget atas ucapan yang lolos dari mulutnya "Loh kok setelah menikah. Seakan-akan aku mengharapkan menikah dengannya" batinnya

"Hmm. Aku tidak sabar menanti hari itu. Hari dimana kamu akan menjadi bidadariku, Istriku. Insya Allah dunia akhirat, dan ibu dari anak-anakku"

Hati Qia kini meloncat-loncat di tempatnya. Dia girang luar biasa. Laki-laki di sampingnya sekarang sedang mengungkapkan cinta atau apa. Dia pun tak tahu yang jelas dia pikir dia bahagia dengan ucapan Imran barusan. Wajahnya bertambah merah bak kepiting rebus. Dia ingin sekali melirik laki-laki di sampingnya itu tapi dia tahan. Jangan sampai syaitan menguasainya.

"Qia...." dua suara cempreng dari pintu fakultas meneriakinya. Di samping mereka berdiri pula laki-laki muda tampan yang celingak celinguk mencari seseorang.
Mendengar Dua wanita di sampingnya memanggil nama Qia, dia menatap wanita berjibab merah itu sambil berjalan. Di samping wanita itu, kira-kira 3 meter berdiri laki-laki yang di carinya dari tadi, Imran.

"Hey Ran, sorry lama" Kata laki-laki itu menyapa Imran.

Disisi lain dua wanita itu menghampiri Qia "Kamu dari tadi, maaf yah...Lia nih lama banget makannya" tuduh Sandra

"Ih sapa bilang. Kamu tuh lama dandannya"

"Eh Muka kamu kenapa merah gitu. Kamu pakai blush on?" Tanya Sandra mendekatkan matanya ke wajah Qia dengan tatapan menyelidik.

Ujung cinta Diamku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang