Kelebihannya takkan memudarkan rasaku

15.7K 888 4
                                    

Qia datang lebih awal di tempat ngajarnya. Dia sengaja datang cepat, sebab dia ingin mencari bahan untuk materi yang akan dia ajarkan. Sekaligus update berita terbaru.

Di sana sudah ada beberapa teacher yang saling bertukar pendapat. Arman, pemilik lembaga kursus itu pun sudah hadir di sana. Duduk dihadapan Qia. Hari ini Qia tampil lebih sporty. Kaus loreng-loreng sepanjang lutut di padu dengan rok hitam dan sepatu kets. Masih tetap anggun. Penampilan apapun yang dia tampakkan tetap mengeluarkan aura keanggunan.

"Sibuk amat neng"  kata Arman menegur Qia sambil mengutak atik laptopnya

Qia yang juga sedang mengutak atik laptop mengatakan hal yang sama.
"Sibuk amat mas"

"Loh, kok ikut-ikutan"

"Kan kita sama-sama sibuk. Haha"

"Eh Qia, kamu tidak daftar pertukaran pelajar untuk tahun ini?"

"Aku sudah daftar untuk tahun Kak"

"Kenapa tahun depan?"

"Soalnya tahun ini kan sudah hampir berakhir kak. Yah lumayan lah beberapa bulan mempersiapkannya. Kan tidak baik ke negara orang tanpa bekal yang maksimal. Bisa-bisa baru sehari aku sudah di tendang ke Indonesia. Kan malu-maluin kak"

"Oh kirain kamu mau nikah tahun ini"

Qia jadi salah tingkah ketika Arman menyinggung masalah pernikahan. Dia jadi teringat Imran. Dia juga heran mengapa tiba-tiba wajah dosennya yang muncul di benaknya. Dia mungkin sudah mulai menerima Imran di kepalanya. Tapi hatinya belum. Mungkin nanti.

Tiba-tiba seseorang datang dan duduk disampingnya. Qia tidak melirik siapa yang sedang mengisi tempat kosong itu. Dia pun tidak mau tahu sebenarnya. Dia tetap serius menatap laptop didepannya.

"Eh, pak dokter sudah datang"

Qia terperanjat kaget. Jari-jarinya yang sedari tadi aktif bermain dengan keyboard laptopnya kini mendadak kaku tak bisa bergerak.

"Uztadz Rahman"  batinnya.

Dia tidak mau berbalik. Dia tetap tenang dan fokus pada benda yang ada di depannya, meski hatinya mengatakan hal yang berbeda. Dia tidak berbalik apalagi menyapa laki-laki yang ada di sampingnya dengan jarak 1 meter.

"iya nih. Tidak ada pasien, jadi aku ke sini lebih awal"

"Kalian berdua tumben datang lebih awal. Wah ada kontak batin kayaknya yah. hehe" Arman menggoda mereka berdua.

"Kamu bisa aja" Respon Rahman santai. Sementara Qia hanya diam menata hatinya yang kacau balau.

"Qia, kamu ngajar jam berapa?" Rahman berusaha mendahului Qia untuk berbicara. Hal yang sangat sulit ia lakukan, sebab pacu detak jantungnya ketika dia ingin menyapa Qia lebih  cepat dari biasanya seakan ingin melompat keluar.

"Eh iya Uztadz...eh maksudku Mr. Rahman, 30 menit lagi"  Qia harus profesional memanggil nama orang. Ketika di masjid Rahman dia memanggil uztadz, sedangkan di sini dia harus memanggil mister, sebab tempatnya  yang mendukung.

"Kok uztadz? Wah kamu benar-benar luar biasa yah. Punya banyak kerjaan. Qia panggil kamu uztadz, pasti karena kerjaanmu di tengah masyarakat sebagai pemuka agama"

"Hahah kamu terlalu berlebihan Arman, aku hanya imam masjid kok. Tidak lebih"

"Oh yah yah. Uztadz Rahman ketika di masjid, Mr. Rahman ketika di sini dan Dokter Rahman ketika di rumah sakit. Wah multi talent yah. Loh Tunggu dulu ada yang terlewatkan. Kalian saling kenal sebelumnya?"

Ketika Rahman ingin menjawab kekepoan Arman, tiba-tiba seorang teacher memanggilnya.

"Kak Arman, ke sini dulu dong kak. Liat nih mediaku. Cocok tidak?"

Ujung cinta Diamku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang