16. Distance

885 62 0
                                    

SIAL. Lintang mengalami hal yang sial banget, udah motornya disita, Bintang gak bisa jemput—katanya ada urusan bentar sama guru les, ditambah angkutan umum dan taksi lagi demo. Gak tau deh mereka tiba-tiba pada demo.

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk pulang dengan jalan kaki. Ia pulang lewat ke jalan belakang, melewati SMA Angkasa. Yang katanya menjadi musuh dari SMA Pertiwi sejak zaman dahulu.

Senyuman terbit begitu saja saat ia mengingat kembali kata-kata yang ditulis laki-laki itu di kertas kecil. Darahnya berdesir aneh, jantungnya kini ikut-ikutan berdetak tidak konstan.

Kenapa gue mendadak mengidap aritmia juga?

Senyumnya tiba-tiba hilang saat mendengar suara tertawa seorang lelaki di hadapannya kini. Ia mencengkeram kuat pada pegangan tasnya, perlahan-lahan ia memundurkan kakinya berusaha menjauh darinya.

Kesalahan besar saat Lintang melewati jalan tersebut. Jelas banget, ini tempat berkumpulnya para berandal SMA Angkasa.

"Gak usah takut. Di sini sepi kok sayang, main-main sebentar yuk?" suara laki-laki itu membuat Lintang berdesir takut.

"Maaf, lo ada urusan apa sama gue?" Tanya Lintang dengan gemetar.

Lelaki itu berjalan mendekat ke arah Lintang dan kini ia mengelus pipi Lintang perlahan sambil tersenyum licik. "Lo Lintang kan?" Tanya lelaki itu yang membuat Lintang semakin menegang. "Gue gak nyangka ya, ternyata mainan Dean secantik ini." Lelaki itu kembali tertawa iblis.

Lintang mengerjapkan matanya. "Maksud lo apa?"

Alih-alih menjawab pertanyaan, lelaki itu malah mendorong tubuh Lintang ke dalam gang yang lebih sempit dan sepi. Ia menyeringai ke arah Lintang.

"Lo mau ngapain?" Tanya Lintang semakin gemetaran, mukanya berubah pucat pasi.

Lelaki itu mendekatkan wajahnya, kemudian berbisik di telinga Lintang. "Lo gak usah malu-malu. Gue tau, pasti lo udah sering ngelakuin ini sama Dean." Ucapnya sambil terus mendekatkan wajahnya.

Lintang menutup matanya rapat-rapat. Tubuhnya gemetaran, keringat tak henti-hentinya bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Ayolah, nikmatin per—"

BUGH.

Seseorang dari belakang memukul punggung lelaki asing di hadapan Lintang.

"Heh bajingan! Lo mau gaya-gayaan gangguin cewe?" teriak lelaki yang baru saja datang itu. Lintang mengenali suara ini. Sangat.

DEAN.

Ya, itu suara milik Dean.

Lelaki itu berdecih melihat wajah Dean. "Lo lagi, lo lagi. Mau nolongin cewek biar keliatan jagoan?" Tanyanya dengan nada merendahkan.

Sebuah pukulan mengenai pelipis lelaki itu hingga berdarah. Dean memukuli lelaki itu dengan emosi, bahkan wajahnya sampai merah padam.

"Bajingan!" Gertak Dean menarik kerah seragam lelaki itu sambil kembali meluncurkan pukulan bertubi-tubi di wajahnya.

Lelaki itu tidak memberikan perlawanan, wajahnya dia relakan sebagai sasaran emosi Dean.

Dean menoleh ke arah Lintang kemudian berteriak. "Pulang! Gue mohon lo pulang sekarang, biar bajingan ini gue yang urus. Gue gak mau terjadi apa-apa sama lo." Dean memohon tapi Lintang menggeleng cepat.

"Enggak, gue gak akan pulang sebelum lo berhenti berkelahi!" Teriak Lintang.

Tangan lelaki yang sedang berada di cengkraman Dean kini, perlahan-lahan bergerak mencari sesuatu di saku belakannya. Dan—

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang