26. Distance

689 47 3
                                    

~Lintang's P.O.V~

SAAT ini aku sedang berada di salah satu Cafe bersama dengan Dean. Pandangan laki-laki itu tak lepas dari jalanan yang jelas terlihat di samping posisi duduk kita. Tak ada suara di antara aku dan Dean, hanya terdengar suara orang-orang yang sedang memainkan sendok bersama dengan makanannya.

"Kita mau gimana lagi, Yan?" ucapku sambil menatap Dean dengan tatapan nanar.

Dean kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru Cafe, matanya tak sedikit pun melirik ke arahku. "Yaudah. Kita putus aja." katanya tanpa beban.

Aku menggigit bibir bawahku, kepalaku tertunduk lemas. "Kamu ngerasa biasa aja, gitu?"

Dean tidak memberikan respon apa pun. Wajahnya terlihat angkuh dan tak ada senyuman yang biasanya selalu membuatku tenang. Aku tertawa sumbang dan tersenyum getir. "Gak denger kabar dari kamu beberapa hari aja, kayak ada sesuatu yang hilang di sini." kataku sambil menunjuk dada.

Dean menatap tepat di manik mataku sebelum akhirnya dia berkata padaku. "Kita ini masih SMA, Lin. Gak usah terlalu serius dalam hubungan. Karena pada akhirnya akan ada yang namanya perpisahan. Kayak hubungan kita, Lin. Kamu mau tau kenapa aku kelihatan biasa aja? Itu karena aku gak pernah serius sama kamu. Anggap aja semua ini permainan, dan ya... Sekarang game over."

Aku memandang langit-langit Cafe agar air mata yang sedari tadi ditahan tidak jatuh. "Permainan? Untuk apa kamu ngadain permainan ini? Untuk nyakitin dan hancurin hati orang lain? Kalau memang begitu, congratulation, Yan. You win this game."

Pandanganku menangkap ke arah samping, di sana ada Bani sedang berjalan ke meja yang sedang kududuki saat ini.

"Pokoknya lo jangan anggap yang kemarin-kemarin itu serius, ya. Gue cuman pengen main-main aja. Dan sekarang, gue harus nyari permainan yang baru." Ucap Dean. Dan kembali terdengar panggilan lo-gue—nya lagi.

"Eh, sorry. Gue datang di waktu yang gak tepat, ya? Tadi Dean nyuruh gue ke sini, kirain dia sendirian." Ucap Bani kepadaku.

Dean melirik ke arahku dan ke arah Bani. Dean membuang napas kasar. "Lo tolong jelasin semuanya ke Lintang deh, Ban!"

Bani melirikku sejenak kemudian menghela napas panjang. "Jauh sebelum kalian jadian, Dean emang udah bilang bakal bikin lo jatuh cinta sama dia. Dan setelah itu... dia bakal ninggalin lo. Kalo lo mau tau kenapa alasannya, gue juga sebagai sahabat baiknya gak tau apa alesan dia ngelakuin ini. Ini bukan pertama kalinya Dean kayak gini. Bahkan gue udah berkali-kali ngelarang dia, tapi tetep aja gak berubah."

Dean yang sedari tadi mendengarkan penjelasn Bani segera bangkit dari kursi. "Gue balik duluan, bro. Lo cariin taksi buat dia, atau gak anterin sama lo, kek." Tunjuknya kepadaku sambil berlalu pergi dari hadapanku dan Bani.

Aku menatap kepergian Dean dengan air mata yang sudah terlanjur berjatuhan. Bani mendekat ke arahku. Dia mengeluarkan sapu tangan dari jaketnya dan memberikannya padaku. "Semoga dengan sapu tangan ini, lo bisa ngehapus air matanya. Biar orang-orang nyangka lo kuat. Atas nama Dean, gue minta maaf ya Lintang." Bani tersenyum tipis.

Aku mengambil sapu tangan yang diberikan oleh Bani kemudian mengusap air mata yang dari tadi sudah meluruh.
Aku berjalan keluar Cafe dan di belakangku diikuti oleh Bani.

✖✖✖

~Dean's P.O.V~

Gue memandang ke arah Lintang dan Bani yang baru saja keluar dari Cafe. Gue tersenyum getir menatap bayangan Lintang yang diikuti dari belakang oleh Bani. Sekarang, Bani telah memainkan perannya. Setelah gue berhasil bikin Lintang jatuh cinta sama gue, dan ninggalin dia tepat disaat dia jatuh cinta sama gue.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang