28. Distance

651 49 3
                                    

TAK seperti biasanya, mading di dekat kelas Dean ramai. Banyak siswa yang berkerumun di daerah mading. Entah apa yang sedang mereka lihat. Dean yang baru saja datang segera menghampiri gerombolan orang-orang tersebut.

"Ada apa ini?" teriak Dean saat sudah ada di tengah gerombolan orang-orang itu. Seketika semuanya terdiam saat Dean datang dan berteriak. Orang-orang memandang Dean dengan tatapan tidak suka.

Dean menatap satu persatu mata mereka. Salah seorang dari mereka maju dan menarik kerah seragam milik Dean dan menyeretnya ke depan mading.

"Heh brengsek! Liat kelakuan lo! Mempermalukan sekolah tau gak lo? Lo itu salah satu murid pinter di sekolah, tapi kelakuan lo itu, bangsat!" gertak lelaki itu sambil meludahi wajah Dean.

Tangan Dean bergerak untuk membersihkan ludah yang jatuh di atas pipinya. Matanya melebar saat melihat foto yang terpampang di mading. Foto-foto dirinya saat dengan gadis asing di club night malam tadi.

Dan kalian tau siapa gadis itu?

Saat ini dia sedang menangis dalam pelukan temannya. VANYA. Sang gadis bergaun merah yang tadi malam ada di club night bersama Dean.

Dean menelan ludahnya susah payah saat lelaki tadi melayangkan pukulannya tepat di rahang sebelah kirinya.

"Gila ya lo. Udah berani merawanin anak orang aja! Cowok yang katanya most wanted itu, aslinya bejat." ejek lelaki itu dengan nada meremehkan.

"Bubar woy! Biarin dia ngerenung sendiri!" teriaknya sambil mengintruksikan semuanya untuk bubar.

Dean hanya tertunduk saat semua orang perlahan-lahan meninggalkannya. Setelah semuanya benar-benar pergi, Dean mengangkat perlahan kepalanya. Kakinya melemas saat melihat seorang gadis yang tengah berdiri di hadapannya kini dalam jarak yang cukup jauh.

Dadanya terasa sesak saat ia melihat gadis itu meneteskan air matanya. Bagaikan ada ribuan jarum yang menusuk-nusuknya.

"Lintang!" panggil Dean lirih.

Lintang segera berlari sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan agar tidak terdengar suara isakannya. Dean berlari mengejar Lintang dengan cepat. Setelah dapat, Dean mencekal kuat pergelangan tangan gadis itu.

Lintang terdiam sambil sesekali masih terisak. Sama halnya dengan Dean, lelaki itu hanya diam sambil memegang kuat pergelangan tangan Lintang. Untuk beberapa saat posisi mereka bertahan seperti itu.

Lintang merasa kecewa atas perilaku Dean yang sama sekali tidak bisa dimaafkan.

"Jangan pernah temuin gue lagi." tegas Lintang menatap lurus ke depan pada manik mata cokelat milik Dean.

Akhirnya Lintang bersuara setelah bermenit-menit mereka terdiam. Dean mendongak, memabalas tatapan Lintang

"Kenapa?" tanya Dean.

"Lo ke mana aja saat Papa lo hampir mati sekarat? Yan, gue itu bener-bener gak ngerti sama jalan pemikiran lo. Mau lo itu apa, sih? Udah mutusin gue secara tiba-tiba dan lo ngerasa biasa aja. Kemarin lo berduaan sama Shasya. Dan yang terakhir, lo.. tidur sama Vanya? Apa semua itu belum cukup buat lo ngancurin hati setiap cewek?" ucap Lintang perlahan tapi membuat lelaki itu merasa sakit sampai ke ulu hatinya.

Ucapan Lintang barusan membuat Dean geram. "Lo gak tau apa yang sebenernya terjadi."

"Oke, gue emang gak tau apa-apa," Lintang mengangkat kedua tangannya ke udara. "Tapi foto yang ada di mading itu udah jelas banget ngebuktiin kalo lo itu bukan cowok baik-baik."

"Gak usah ngomong yang aneh-aneh. Gue ini gak seburuk yang lo pikir, Lin." Nada bicara Dean semakin meninggi.

Lintang berdesis tak percaya. "Lo egois. Gue gak tau gimana jadinya kalau gue masih jadi PACAR lo!" teriak gadis itu sambil menekankan pada kata Pacar.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang