12. Distance

878 59 7
                                    

MOTOR Dean melaju dengan cepat membelah jalanan kota Jakarta. Di depan tiba-tiba ada mobil yang belok tanpa menyalakan lampunya. Sontak Dean mengerem motornya. Badan Lintang terbentur dengan Dean, dan membuat gadis itu refleks memeluk Dean.

Jantung laki-laki itu hampir saja copot, kalau saja ia tidak segera menghentikan motornya, mungkin mereka sudah berakhir mengenaskan di jalanan. Wajah Lintang berubah menjadi pucat. Dean segera melihat keadaan Lintang dan menanyakan keadaan gadis itu.

"Cari mati lo?" Tanya Lintang gemetar.

"Sorry, Lin. Gue khawatir banget sama Kakak lo." Dean menunduk. "Sekali lagi gue minta maaf." Ucap Dean lirih.

Lintang menghela napas panjang. "Iya, gue maafin. Ayo lanjut!"

Dean kembali melajukan motornya dengan kecepatan standar menuju Rumah Sakit tempat Bintang dirawat.

Sesampainya di Rumah Sakit, Lintang menanyakan kepada resepsionis di mana ruangan tempat kakaknya dirawat. Resepsionis itu memberitahukan kalau Bintang berada di lantai dua.

Lintang menarik tangan Dean dan membawa laki-laki itu memasuki lift. Lintang menekan tombol dua sebagai tingkatan lantai. Setelah pintu lift terbuka, Lintang melihat Ibunya sedang menangis di pelukan Ayahnya.

Lintang berjalan diikuti Dean dari belakang menuju pintu di mana Bintang berada. Kaki Lintang tiba-tiba saja terasa lemas bagaikan jelly saat melihat keadaan Bintang yang sangat menyedihkan.

"KAK BINTAAANGG!!!" Teriak Lintang histeris.

"Hsssttt... jangan nangis sayang. Kita berdo'a yang terbaik untuk Bintang ya sayang." Ucap Arga mengelus rambut Lintang.

Dean menghampiri Lintang dan meminta izin kepada Arga untuk membawa anaknya ke taman Rumah Sakit.

Sesampainya di taman, Dean dan Lintang berdiri saling berhadapan. Laki-laki itu menatap Lintang, begitu pun sebaliknya.

"Dengerin gue. Lintang, lo jangan sedih ya?" ucap Dean mencoba menghibur Lintang.

Lintang menatap nanar ke arah Dean. "Jangan sedih? Lo pikir gue harus bahagia gitu? Bintang itu Kakak gue. Gue ini adiknya, jelas gue bakal sakit saat kembaran gue sakit." Jelas Lintang yang berhasil membuat Dean kebingungan.

Kembaran? Lintang punya kembaran? Tanya Dean dalam hatinya pada diri sendiri.

"Hmm... maaf. Gue ngerti perasaan lo, Lintang. Percuma lo nangis-nangis, gak akan bikin Kakak lo langsung sembuh. Lebih baik sekarang lo berdo'a." Dean kembali menatap Lintang dalam-dalam.

"Tapi, dia koma!!" Lintang berteriak tepat di depan muka laki-laki di hadapannya dan membuatnya memejamkan matanya sejenak.

Lintang kembali menangis, sedangkan Dean memperhatikan gadis itu. Dengan satu gerakan cepat, tangan Dean menarik tubuh Lintang ke dalam pelukannya. Mata Lintang membulat sempurna saat tubuhnya tiba-tiba ditarik.

"Lo gak usah khawatir, ada gue yang bakal terus support lo. Jangan nangis lagi dong. Muka lo kayak tomat busuk!!"

Dalam pelukannya, Lintang memukul dada bidang milik Dean dan memaksa Dean untuk melepaskan pelukannya.

"Lo.. Rese!" desis Lintang.

Kemudian Dean baru menyadari sesuatu. "Maaf, barusan gue kurang ajar. Habisnya gue gak tau lagi harus nenangin lo kayak gimana. Sorry ya."

Lintang mengangkat bahu dan tersenyum. "Gak masalah. Thanks ya."

Setelah itu, mereka kembali ke ruangan tempat Bintang dirawat. Tanpa mereka sadari, sepasang mata memperhatikan mereka.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang