- [ L I M A ] -

25 7 30
                                    

Seduhan susu hangat menghangatkan tanganku. Ruangan penuh lukisan dengan piano ditengahnya seperti tak tersentuh. Sofa double yang kusinggahi berada di salah satu pojok ruangan berhadapan dengannya. "Galeri?" 

"Pribadi." Jawabnya.

Ace melanjutkan,"Amore adalah nama lukisan itu. Lukisan ayahku."

"Wow."

"Wow?"

"Ayolah, kita selalu mengatakan 'wow'."  Kataku

"Jadi, ada rencana membuka galeri ini?"

"Kurasa tak akan."

"Oh-o," Kurasa ada suatu alasan Ace takkan membuka galeri ini. "Kalau begitu, bagaimana ceritanya?"

Ace mendeham, dia menjelaskan bahwa orang tuanya telah meninggal satu tahun silam.

"Tunggu, kau bilang orang tuamu tinggal di kota ini?" Kataku penuh tanya.

"Bukan. Raga mereka mungkin masih ada, tapi jiwa mereka-"

"Jiwa orang tua takkan pernah hilang Ace."

"Tidak akan pernah semudah itu Amore. Cinta, Cinta, Cinta-

Cinta sama halnya dengan jiwa."

"Mereka membuat kesalahan besar." Lanjutnya,"Ibuku..
Saat itu kami sedang bekunjung di Indonesia. Ibuku divonis."

"Kanker?" Tanyaku penuh iba.

"Kanker tulang, Amore."

Matanya menatapku, dia bercerita,"Kau tahu apa yang kulakukan? Aku bekerja susah payah. Kukira mereka iba terhadapku. Namun apa yang kurasakan sangat bertabrakan dengan batu karang. Ibuku membentakku, divonis membuat nya mengatakan hal-hal yang sangat gila."

"Ace,"
Dia mendongakkan kepalanya

"Apa kau meninggalkannya?"

Aku melihat sedikit anggukan pada matanya. "Okay, then it's midnight. Wanna go home?" Ace berdiri, menawarkan lengannya untukku. Gerak tubuhnya sangat-sangat jelas dia mengubah topik pembicaraan. Senyuman kecil mengukir wajahnya. Aku tersenyum, melilitkan tanganku pada lengannya. Kami berjalan menuju gondola berada.

Tepat pada dua pertemuan jalan, aku melihat tiga orang berjalan ke arah berlawanan. Bayangan itu semakin mendekat dan-

"Amore?"

"Lah?"

Kami semua menaiki gondola itu kembali. "Kalian kemana aja?" Tanyaku.

"Lah, justru kalian yang kemana aja?"

Ew, weird. Kita saling pergi tanpa berpamitan sama sekali dan bertemu seolah-olah hanya hal sepele. Haha. "Sorry tadi nggak bilang-bilang. Tadi Ace-"

"Kita lihat-lihat pemandangan." Sambung Ace menyelaku.

"Ya. Bagaimana dengan kalian?"

"Me-nge-san-kan." Jawab Steca.

"Maafin gue dong, gue- gue nggak tau harus gimana, please."

"Ya ya, kita maafin." The double S memafkanku, sedang Fes? Oh tidak lagi.

"Lo kalo pergi ngomong-ngomong. Tadi kita nunggu sampe kedinginan, mana gue kebelet lagi. Coba deh rasain, untung aja ada emak emak dateng bawain hot chocolate. Gue maaf juga kalo selfie suka keasikan dan nggak ngurusin lo- Terus gue juga dibawain kue coklat Italy asli tapi sangat disayangkan semuanya udah masuk ke perut."

Aku menelan ludah, mangut mangut mendengar semuanya. Ace hanya tertawa di belakangku. "You got a cute friend." Katanya disela-sela tertawa.

Alisku mengangkat satu,"Haha, temen- lucu." Kataku tertawa renyah. Fes yang mendengar obrolan dirinya menghampiri Ace. "Omg!"
Fes semakin mendekati wajah Ace.

GlassesWhere stories live. Discover now