3

149 5 0
                                    

Cukup kenalannya, sekarang aku harus berangkat kesekolah, “ayo ka”.
“dah mama, aku pergi dulu” sambil mencium pipi kanannya.
“dah, hati-hati di jalan”. “oke ma”

Dan benar saja, gerbang sekolah sudah ditutup. Tradisi di sekolahku keterlambatan itu merupakan suatu dosa yang sangat besar dan harus dihukum dengan berat agar memberi efek jera. Bahkan lebih memalukan dari pada tinggal kelas, tapi itu menurut bapak kepala sekolah. Tidak dengan murid-muridnya.
Bukan anggota osis namanya kalau tidak tahu semua sudut dari sekolahya.
"Binggo", seruku sambil menjentikkan jari.
“kakak pulang saja, aku menemukan jalan masuknya”

“oke, inget hati-hati jangan sampai ketahuan kepala sekolah”

“sipp, tenang aja, itu serahin ke heiden”

“udah cepat sana nanti ketahuan kepala sekolah berabe loh”

“oke” sahut ku seraya keluar dari mobil.

kulangkahkan kaki ku kepojok pagar sekolah, terlihat  sebuah jalan setapak yang mengarah ke gerbang belakang. Dengan menarik napas panjang kaki ku mulai menelusuri jalan tersebut perlahan agar didak salah injak, karena penuh dengan pecahan kaca. Dan sampai, aku membuka gerbangnnya secara perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Yes !! ini tidak terkunci, seruku dalam hati dengan kegirangan, pemandangan dan hawa yang tidak bersahabat. Penuh dengan semak berduri dan ilalang membuat bulu kuduk merinding. Aku tidak mengerti mengapa kepala sekolah membiarkan semak ini tumbuh begitu saja, padahal ini sekolah unggul, Buru-buru aku beranjak dari tempat itu.

“Celine”,
oh tidak itu si ketua osis yang sok kecakepan dan bermulut ember. Semua orang tidak habis pikir kenapa dia bisa terpilih menjadi ketua osis, menurut yang aku dengar dari gosip seluruh sekolah, itu dikarnakan dia seorang anak donatur tetap di sekolah ini. Makanya pak kepsek memilihnya secara langsung tanpa kompromi, well tapi bagiku itu sah-sah aja selama ngak ada keributan.

“sedang apa kamu disini” tentu dengan ekspresi penuh kekuasaan.

Aku membalikkan badan ku perlahan dengan ekspresi wajah menyengir kearahnya. Beruntung aku sudah berada tepat di samping gedung sekolah.

“oh, hay sam, ini aku emmm lagi patroli, iya patroli “dengan nada cengegesan.

“patroli? Terus itu tas kenapa dibawa-bawa?”

“oh.. ini, tadi emm buru-buru keliling sekolah dulu, jadi tasnya ngak sempat aku taro dulu”

“oke kalo gitu, ingat nanti jangan lupa ada rapat”.

“oke” aku langsung berbalik sambil mengelus dada ku selamat-selamat.
“eumm... celine“.

“apa lagiii” seruku dengan sedikit geram.

“itu dirambut mu... ada daun”. Segera aku meraba kepalaku.

“oh.. thank you sam, kalau gitu gue kekelas dulu ya, nanti gurunya keburu masuk”

“eumm oke” sahutnya dengan nada kebingungan terhadap ku.
Tanpa memperdulikannya aku langsung mengambil langkah seribu, dan berlalu dari hadapannya.

                       *****

#AuthorPov

“Heiden”.
Gadis itu terlihat berlari ke arahnya
“michelle... bisa ngak lo nggak nyebut nama gue heiden disekolah, gue ngak mau jadi objek perhatian semua orang, ngerti”

“eummm oke” dia memperlihatkan senyum manisnya.

“napa, pasti ada sesuatu, yakin nih gua,”

“tau aja non”
“ekspresilo rada-rada mencurugakan”

“hehe... gue nebeng mabil lo ya, soalnya bokap ngak bisa jemput, boleh yah.. yah..” mohonnya dengan nada memelas.

HEIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang