Daniel berdiri di depan rumah yang didiami Radit dan Gabriel tersebut. Ia menyapukan pandangannya ke sekeliling. Perumahan itu tampak sepi. Tiada aktivitas yang nampak dari para warganya walaupun ini siang hari. Ya, memang beginilah keadaan hidup di kota metropolitan. Semua warganya tenggelam dalam kesibukan sendiri-sendiri sehingga tidak ada waktu untuk bersosialisasi dengan warga yang lain. Setelah menarik napas sejenak, Daniel pun memasuki rumah itu.
Keadaan di rumah itu begitu gelap. Walaupun mentari bersinar begitu terangnya, rumah ini tertutupi oleh bayangan rumah lain yang lebih besar. Daniel menyalakan lampu yang langsung membuat ruangan itu lebih terang.
Cowok itu melangkah menaiki tangga menuju kamar sahabat adiknya itu. Dahinya sedikit berkerut ketika melihat kondisi kamar yang super berantakan. Ia kembali mengedarkan pandangan. Didekatinya seprai kasur yang dilumuri darah tersebut. Kemudian pandangannya tertumbuk ke arah foto yang terpajang di dinding kamar. Itu foto Gabriel dan Radit. Radit sedang memeluk Gabriel dari belakang dan mencium pipinya, sementara cewek itu tersenyum lebar penuh kebahagiaan. Suasana penuh cinta tergambar dengan jelas di foto tersebut. Raut wajah Daniel berubah miris ketika pandangannya kembali terarah ke seprai yang penuh darah itu. Bagaimana sesuatu yang awalnya baik-baik saja bisa berubah menjadi seperti ini?
Hei, belum tentu Radit pelakunya. Just follow the evidence and prove it, Danny Dirgantara, ia berpikir.
Daniel—lagi-lagi—menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, tapi kali ini bertujuan untuk mencari sesuatu. Karena merasa tidak ada yang bisa dicap sebagai barang bukti, ia pun membuka connecting door yang langsung terhubung dengan kamar sebelahnya, yaitu kamar Radit.
Suasana di kamar yang ditempati oleh salah satu Klan Dewantara itu tertata rapi. Tidak seperti tipikal kamar laki-laki yang—katanya—berantakan. Seprai terlihat mulus, selimut terlipat dengan rapi. Hanya ada setumpuk cucian di sudut ruangan. Daniel mendekati tumpukan tersebut, lalu memilah-milahnya. Siapa tahu Radit meninggalkan baju yang dikenakannya saat pembunuhan terjadi. Kalau benar begitu, mungkin kasusnya akan selesai sedikit lebih cepat. Tapi harapan hanya tinggal harapan.
Daniel berdecak kesal. Seharusnya setelah menyelesaikan tugasnya menyelidiki dugaan perselingkuhan isteri pejabat itu ia bisa beristirahat minimal beberapa hari. Tetapi gara-gara tante-tante sialan itu... ah, tidak apa-apalah. Toh dia dibayar.
Tiba-tiba sudut matanya menangkap bayangan sebuah buku bersampul cokelat di lantai kamar Radit. Daniel pun membuka buku itu dan di dalamnya tertera deretan angka-angka yang hanya sang empunya yang mengerti artinya.
“ Hmm... another mystery to solve,” gumamnya. Cowok itu memasukkan buku tersebut ke dalam tas yang dibawanya sebelum melanjutkan kembali investigasinya.
***
Daniel mengacak-acak rambutnya frustasi. Sudah lebih dari satu jam ia berusaha mengotak-atik buku tersebut, namun tidak ada hasil. Akhirnya ia menelepon Rey, sahabatnya yang sudah sangat berpengalaman dalam menyelesaikan kasus semacam ini. Rey bersedia membantunya. Ia berjanji akan datang pukul 15.40, tetapi sampai pukul 16.40 ia belum juga datang. Hal itu membuat Daniel tambah frustasi.
“ Sabar, Dan. Macet kali,” Kiara yang baru pulang dari kafè tempatnya bekerja berusaha menenangkan kakaknya.
“ Gue udah kagak bisa sabar, Ki! Gue gak akan bisa tenang kalo nih misteri belum bisa terpecahkan. Bisa meledak kepala gue!” seru Daniel.
“ Ya tapi tenang dulu, lah, Dan... gue yakin lo bisa mecahin nih misteri,” Kiara menepuk-nepuk bahu kakaknya. Ya, memang itulah sifat Daniel. Ia tidak akan bisa tenang jika ia tidak bisa mengerjakan tugas yang seharusnya ia kerjakan. Satu-satunya cara membuat cowok itu sedikit lebih tenang adalah menepuk-nepuk bahunya atau membelai-belai rambutnya, persis dengan apa yang dilakukan oleh mendiang ibunya dulu. Tepat saat Daniel mulai tenang, Rey pun datang dengan cengiran lebarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Love and Crime
RomansaGabriel hampir tewas karena terluka, dan Daniel harus memastikan siapa pelakunya.