Between Love and Crime (Three)

743 28 7
                                    

Ternyata menyusul mobil yang dikemudikan oleh Radit bukanlah sebuah hal yang mudah. Di antara macetnya Kota Metropolitan Jakarta, ia masih bisa selip sana selip sini. Sementara Daniel kelabakan karena ia harus mengikuti Pajero tersebut. Berulangkali ia mendapat makian dari sesama pengemudi lain karena ulahnya yang ugal-ugalan. Sebodo amat, pokoknya gue bisa nangkep tuh orang! Batin Daniel.

Setelah satu jam mengemudikan mobil secara ugal-ugalan dan ngebut bak film ‘Fast and Furious’, akhirnya Daniel berhenti di sebuah tempat bernama Bloody Mary Bar. Dari Pajero putih tersebut keluarlah sesosok lelaki bertubuh jangkung memakai kemeja merah dengan celana jeans. Ia memasuki bar tersebut. Setelah memastikan lelaki itu benar-benar tidak tahu bahwa ia diikuti, Daniel turun dari mobilnya. Ia pun ikut memasuki bar itu.

Suasana di dalam bar begitu ramai. Banyak sekali anak-anak remaja yang sedang bersenang-senang di sana. Cowok itu bergidik ketika melihat seorang pria paruh baya yang dikerumuni cewek-cewek yang tentu saja masih sangat muda dan seksi. Lalu ada juga sepasang anak muda yang tidak malu memamerkan kemesraan mereka yang melenceng jauh dari batas kewajaran. Daniel sangat bersyukur, meskipun tanpa peng-handle-an orang tua, ia berhasil menjaga dirinya dan adiknya dari pergaulan semacam ini.

Daniel duduk di salah satu kursi di depan meja pantry. Ia mengedarkan pandangan ke penjuru bar. Didapatinya Radit sedang duduk di sofa merah yang terletak di sudut ruangan, hanya berjarak dua bangku darinya bersama wanita yang Daniel yakini adalah Rossa. Wanita itu memakai baju yang serba terbuka sehingga memperlihatkan seluruh lekuk tubuhnya yang menggoda. Rambutnya yang berombak di cat merah tua. Daniel menajamkan telinganya, berusaha mendengar apa yang mereka bicarakan di tengah suara musik yang sangat keras.

Asyik-asyiknya mengamati Radit dan Rossa, Daniel dikejutkan oleh suara seorang wanita di telinganya.

“ Mau pesan apa, mas?”

Daniel menoleh dan tampaklah seorang cewek yang berdiri di belakang meja pantry. “ Air mineral aja deh, mbak.”

“ Kok cuma air putih?” cewek itu bertanya sembari tersenyum kecil.

“ Karena air mineral itu melambangkan kemurnian, semurni kecantikanmu, mbak,” jawab Daniel dengan nada merayu. Ia memberikan bonus sebuah kerlingan mata kepada cewek bartender tersebut. Cewek itu tersenyum malu, kemudian pergi entah kemana.

Sebenarnya Daniel ingin mencoba minuman sejenis Margarita, Vodka, atau Bermuda Highball—hanya untuk bereksperimen saja. Tapi Daniel tahu betul bahwa minuman semacam itu merupakan candu. Dan kalau ia sampai ketagihan dan mabuk, sama saja ia mempertaruhkan pekerjaannya.

“ Ini, mas. Gratis, deh, buat mas.” Cewek bartender itu meletakkan segelas air putih di samping Daniel.

Daniel tersenyum penuh terima kasih. “ Thanks, mbak.”

Cewek itu balas tersenyum lalu melayani pelanggan yang lain. Daniel menyesap air putihnya sedikit, lalu kembali fokus ke pekerjaannya.

“ Kamu kemana aja, sayang? Dari tadi aku hubungin kamu,” terdengar suara manja Rossa.

“ Sorry, babe. Aku harus menghilang dulu. Ditya udah ngirim Pak Tarjo buat ngikutin aku,” Radit menjeaskan dengan suara frustasi. Rossa merebahkan kepalanya ke dada Radit.

“ Tapi seenggaknya kamu kasih tau aku dulu dong. Aku kan khawatir,” katanya lagi. Radit mengangguk. Kemudian ia menunduk dan mencium bibir Rossa. Segera mereka berdua tenggelam dalam nuansa kemesraan.

Buset. Ibu dari anaknya lagi di rumah sakit, eh dianya malah begini. Sableng deh. Daniel berpikir.

“ Gimana si Gabriel?” Daniel yang menangkap kata ‘Gabriel’ langsung makin menajamkan telinganya. Konsentrasi dan rasa was-wasnya meningkat dua kali lipat.

Between Love and CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang