4. One and Only Survivor

15 1 11
                                    

"Bagi kakak sedikit rotinya." Ujarnya dengan muka memelasnya itu. Aku hanya mengangguk dan membagi dua rotiku itu.

Aku bergidik ngeri saat melewati komplek perumahanku itu, Jack bilang dia ingin mencari penyintas sebelum akhirnya pergi ke tempat yang lebih aman.

Mayat-mayat tergeletak begitu saja di depan rumah-rumah yang aku lewati. Bahkan, ada yang sedang melipatkan tangannya untuk berdoa. Kejinya para prajurit-prajurit Rusia itu.

"Sudahlah, tidak mungkin ada yang masih hidup selain kita! Oh, aku tahu, kamu ingin menjebak kita lagi, kan?" ujar Emily, pikirannya masih saja negatif, bingung aku dengan dia 😕.

"Aku tidak akan menjebakmu, berhentilah berbicara! Mereka masih ada di sekitar sini, lebih baik kau kecilkan suaramu jika masih ingin hidup!" sahut Jack, aku tahu dia kesal dengan Emily. Tapi, logat Rusianya yang masih sangat kental itu hampir membuatku ketawa.

Kami terus berjalan, tak terasa, rotiku sudah habis. Aku tidak dapat menemukan tanda-tanda kehidupan, yang kulihat hanyalah mayat-mayat, dengan sedikit senyuman kecil di bibir mereka.

"Huft, mereka pasti membawa keluar para orang-orang itu terlebih dahulu sebelum ditembak, yang menandakan bahwa rumah itu sudah diamankan." ujarnya secara tiba-tiba.

"Tapi, prajurit yang dikirim kesini kan sangat banyak, mengapa yang mengejar kami waktu itu hanya kau dan 2 orang yang lain?" tanya ibu.

"Seorang laki-laki sudah tertembak tepat di depan rumahmu, mungkin itu yang menyebabkan komandan kami, Pak Ruffel hanya mengirim 3 orang untuk membersihkan rumahmu."

"Dia adalah suamiku."

"Maaf"

"Tak apa, kami sudah merelakannya.."

Merelakannya? Ibu sudah merelakannya begitu saja? Secepat itu?! Ingin aku rasanya untuk membatah dia.

"Sepertinya tidak ada penyintas lagi disini" ujar Jack, terlihat dia sudah putus asa, terlebih lagi bau-bau mayat ini.

"to..long... tolong.... a...ku.." suara siapa ini, yap, penyintas pertama dan mungkin yang terakhir yang kami temui. Terlihat seorang perempuan dari atas balkon rumah berwarna hijau itu. "Tolong! Aku tahu kalian sudah melihatku! Aku tahu kalian bukan para orang besenjata itu!" Teriaknya.

Lantas, aku segera memberikan kode bahwa kami akan segera memasuki rumahnya.

"Lama sekali kalian? Aku sudah menelpon kamu tapi kalian tak datang-datang" ujar perempuan itu.

Kami menatap satu sama lain, menunjukkan ekspresi kebingungan, "telepon? Kau siapa? Kami tidak kenal kamu, kau pasti sedang menghayal" tanya Emily, dia pasti sangat kebingungan.

"Lah, jelas-jelas aku menelpon kamu tadi! Jangan bergurau, memang sih tidak ada jawaban, setidaknya aku sudah miss called "

Kami mengecek hp masing-masing (kecuali Jack), dan tetap tidak ada panggilan masuk di ketiga hp kami.

"Namamu Emily, adikmu pasti Chris dan ibumu adalah Natalie!" Matanya mengarah ke Emily, dengan sikapnya yang sedikit sombong itu.

Bagaimana dia bisa tahu? Siapa dia? "siapa dia, Emily? Dia jelas tahu sekali keluarga kita" tanyaku.

"Jangan bilang kau lupa denganku, Emily!" sahutnya.

"Tidak mungkin kamu masih ada, kamu adalah Tris, Trisha!"

"Haha, benar! Ingatanmu sangat baik, nomor teleponmu berubah ya? Pantas aku telepon tidak diangkat angkat"

"Ya, aku sudah menggantinya. Tapi, bagaimana mungkin kamu masih hidup? Kamu terjatuh dari tebing saat camping waktu itu!"

"Aku tidak sebenarnya terjatuh di tanah, aku terjatuh di sebuah danau"

"Tapi aku melihatmu terjatuh di pepohonan rimbun itu"

"Ya, dibawahnya ada air.., ngomong-ngomong, siapa pemuda tampan berseragam itu?"

Muka Jack langsung memerah mendengarnya, haha, lucu sekali,
"Kalau saja tidak ada aku, pasti kalian tidak akan bertemu" ujarnya.

"Siapa kamu? Sok pahlawan banget! Kau adalah salah satu dari para orang Rusia itu kan" sahut Trisha, haha, dia bahkan tidak tahu aku, ibu dan Jack sedang mendengarkan dia berbicara. Sikapnya yang sok jual mahal itu, hampir membuatku tersenyum.

"Tapi aku sudah memihak sisi kalian"

"Kau pikir kami yang berperang dengan mereka? Kami hanyalah rakyat tak bersalah yang hampir terbunuh, camkan itu!"

Ya, Trisha adalah orang yang sangat cerewet, sikap galaknya mirip-mirip dengan kakakku, haha.

"Sudahlah kalian berdua, bau-bau mayat semakin tercium disini, lebih baik kita pergi" ucap ibu.

"Eits, sebentar! Aku juga ingin mengambil hp dan tas seperti kalian, enak saja, masa hanya kalian yang membawa tas dan aku tidak"

Dia segera mengambil tas dan hp di kamarnya. Tidak lama, kami segera turun kebawah dan melanjutkan 'petualangan' kami mencari para penyintas

"Bagaimana? Masih mau mencari penyintas lain?" tanya Jack

"Terserah saja, kita sudah hampir melewati seluruh komplek juga" jawab Emily.

"Hey sebentar sebentar! Siapa namamu?" Tanya Trisha kepada Jack.

"Jack"

"Berapa umurmu? Berapa?"

"23"

"Ok, awas kau berani macam-macam dengan Emily!"

Entah, dia kehabisan bahan pembicaraan atau apa, tapi aku tahu dia sedang ingin menggoda Jack, topik pembicaraannya saja ngawur kemana-mana.

Jack diam saja dan tidak menjawab, Trisha pun tidak melanjutkan pembicaraannya.

"Kita sudah mengelilingi seluruh komplek. Apa selanjutnya?" tanya ibu.

"Lihat mobil merah yang terparkir di depan rumah itu, kita akan 'mencuri'nya" jawab Jack sambil menunjukkan mobil yang dimaksud.

"Mencuri? Kau tampan tapi suka mencuri, cih" sahut Trisha

"Pemiliknya sudah tiada, Tris. Berhentilah membantah" Jack sudah sangat kesal dengan Emily, dan sekarang ada Trisha, tak terbayangkan jika aku menjadi dirinya saat ini. Mungkin sudah aku jitak kepala mereka.

"Lagipula, bagaimana cara membuk.." belum Trisha selesai bicara, pintu mobil sudah terbuka.

"Cih, itu sih gampang, sekarang gimana cara nyal..." yap, mesin mobil sudah menyala dan untungnya bensin mobil tersebut dalam keadaan penuh.

"Kau pasti penyihir, Jack, jangan dekati aku" ucap Emily sambil sedikit tersenyum.

"Ini abad ke-22, tidak ada yang tidak mungkin" sahutnya

Kamipun terbang melewati rumah-rumah yang baru saja kami lewati. Yap, mobil-mobil di abad ke-22 tidak berjalan melainkan terbang.

"Hey, jangan terbang tinggi-tinggi! Nanti kita ketahuan" ujar Trisha

"Kamu pasti tidak mempunyai mata, aku sudah terbang dalam keadaan terendah!"

Jelas Trisha ingin sekali menggoda Jack. Seharusnya dia mendiamkan saja dan tidak menyahut balik, tapi sudahlah.

"Ngomong-ngomong, kejadian ini sebuah kebetulan ya, kalau tidak ada Jack, pasti aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi" ujar Emily.

"Ya, aku kira juga kamu melihat missed call dariku, ternyata tidak. Benar kata Jack, tidak ada yang tidak mungkin di abad ke-22 😅" sahut Tris.

"Pemberhentian berikutnya adalah camp trist, tempat para pemberontak berkumpul" potong Jack, berani-beraninya dia memotong pembicaraan dua perempuan galak itu, haha.

Jack's POV
Aku memang berbohong soal negara asal dan narkoba itu, tapi aku tidak berbohong soal para pemberontak.

Udah part 4 aja nih, update nya emang agak cepet soalnya admin mau UTS minggu depan 😬

Scars of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang