Tasya berjalan masuk dengan wajah sumringah mengikuti alifah, bunyi lonceng menyambut mereka ketika pintu toko di buka, dan Tasya pun diterpa bebauan donat yang makin menghebohkan geliat cacing dalam perutnya.
"Silahkan duduk, mbak Tasya" ajak Alifah, yang disambut anggukan kikuk Tasya, ini interview kerja pertamanya, ia tidak berpengalaman.
Suhu AC yang rendah semakin membuat jantungnya menari nari tak karuan, ujung ujung jemarinya ikut kedinginan, kaku ia terlalu gugup, samar samar Alifah pamit untuk memanggil managernya, meninggalkan Tasya yang kini celingukan mencoba mengalihkan rasa nervous.
Gerai donat ini nyaman betul dijadikan tempat nongkrong, batin Tasya begitu melihat banyak tempat duduk lesehan dan juga stop kontak di mana-mana. Belum lagi tulisan free wifi yang dipajang tepat di atas meja kasir. Andai masih berkehidupan seperti dulu. Tempat ini pasti jadi frist recommended saat ia bosan.
Cat ruangan pun beragam tapi yang paling mendominasi ialah coklat krem, mungkin mewakili warna kulit donat. Pikir Tasya menyimpulkan, banyak pula gambar donat raksasa yang menempel di dinding seakan memanggil untuk diajak berselfie ria.
Menunya pun disajikan dengan sangat kreatif di dekat gambar donat raksasa tadi, ditulis dengan kapur di papan tulis. Sungguh! Tempat ini benar benar menyenangkan, lebih dari sekedar gerai donat. Satu kata. Nyaman.
Memperhatikan interior toko sepertinya, lumayan menolong Tasya melupakan lapar dan gugup. Tak terasa, Alifah sudah kembali dengan seorang pria. Tasya menyambut keduanya dengan senyum terbaik, tapi hanya Alifah yang membalas.
"Kamu serius mau bekerja di sini?" Ucap pria tadi to the point.
"Tentu, pak!" Balas Tasya yakin.
"Oke, tapi kamu tahu? Gerai kami sedang mengalami krisis, di seberang sana, baru dibuka gerai donat baru. Saya sudah melakukan perubahan desaign senyaman mungkin, tapi karena pelanggan belum kembali, jadi... mereka belum sempat melihat ini semua" ucap pria itu panjang.
"Jadi? Tugas saya apa pak? Menjadi semacam mata mata?" Tasya merespon dengan salah.
"Spy? Itu cara kotor! Bukan gaya saya. Jadi, saya mau tahu kamu setuju? Jika ia. Baru akan saya beritahu job description kamu" balas pria itu, yang di sambut anggukan mantap Tasya, Alifah lalu mohon diri untuk melanjutkan tugasnya di meja kasir.
***
Tasya membaca dengan teliti hingga kertas itu hanya berjarak sepuluh sentu dari wajahnya, baiklah. Itu bohong. Sebenarnya matanya sedikit bermasalah, minus 3, dan kacamatanya tertinggal.
Ia sudah dijelaskan beberapa menit lalu oleh Dimas, nama manager gerai donat ini. Pria yang akhirnya memperkenalkan diri, setelah mengajak Tasya berbicara dalam officenya.
"Kontrak itu hanya berlaku tiga bulan, kalau kinerja kamu bagus. Akan saya jadikan karyawan tetap" lanjut Dimas.
"Baik pak, saya akan berusaha mengalahkan para donat champion itu" ucap Tasya menggebu.
Dimas lalu mengangguk dan memberi isyarat dengan telunjuknya agar Tasya segera meninggalkan ruang kantor.
***
Tugas Tasya mudah, ia malah hanya diwajibkan bekerja dua kali seminggu. Pada jumat dan sabtu malam, ia akan menjadi ikon gerai donat dengan gelar kehormatan "ratu donat".
Ia harus memastikan tidak ada yang memakan donat lebih banyak darinya, menjadikan ia pemanang berkali kali dalam donat chalenge mereka. Jika, bisa mengalahkan si "ratu donat" maka pelanggan tak perlu membayar untuk donat yang sudah ia makan tadi, berapapun jumlahnya.
Sekarang, challenge yang seperti ini, lebih di sukai pelanggan, jadi Dimas memilihnya. Padahal jujur, sangat merepotkan. Mengapa tidak seperti konsep challenge biasa? Di mana gerai menyiapkan porsi donat tertentu dan jika bisa dihabiskan, donat itupun tak perlu pelanggan bayar.
Konsep itu lebih praktis. Tapi, pelanggan sudah mulai bosan. Katanya, kurang greget. Tidak ada rival. Astaga!
***
Sabtu malam, ini hari ke dua Tasya bekerja, tapi baru di malam minggu inilah ia siap menjalankan tugas sebagai "Ratu Donat". Kemarin, Dimas dan beberapa karyawan, sibuk mengatur dan membuat tulisan challenge di luar gerai donat. Membuat pelanggan tertarik untuk mencoba pertandingan memakan donat terbanyak dan tercepat.
Tapi, di luar hujan deras sedang mengguyur jalanan, Tasya yang bingung mau melakukan apa, hanya memandang kaca yang berkabut karena dinginnya cuaca dan sisa hujan tampias dari tanah.
Membentuk pola abstrak dengan telunjuknya, meliuk ke atas, bawah lalu menghapusnya. Seseorang duduk di depannya, pria. Kisaran 25 tahun, pakaiannya rapi, rambutnya klimis, berkacamata, beberapa jerawat tampak eksis malu malu dari balik kulit wajahnya.
Lelaki itu berdehem, lalu menopang dagu.
"Malam ini, aku butuh teman ngobrol, tapi aku tak punya. Jadi, aku ke sini, ku rasa kau bisa menemaniku. Bukan begitu, Ratu Donat?" Ucapannya membuat Tasya menarik kesadaran, sedikit gelagapan.
"tapi, kita seharuanya berlomba pak. Bukan berbincang, bukankah di pamfletnya seperti itu?" Balas Tasya
"Bapak? Astaga baju ini emang ngebuat gue 5 tahun lebih tua. Nama gue Aldy, mahasiswa. Semester akhir. Jadi, panggil Aldy aja. Oke Ratu Donat?" Keluh Aldy yang di balas anggukan cuek Tasya sambil mulai memakan potongan donat, toh hanya 10 menit, sesi tanding donat ini.
Aldy terus mengoceh tentang kekesalannya hari ini, sampai di penghujung sesi ke 3, ketika tasya menunjuk jam dinding, barulah Aldy mengakhiri.
"Uwah! Leganya... ternyata Ratna bener, gue cuma butuh cerita, dan cerita ke loe cukup menyenangkan, oh ya ini emang kunjungan pertama gue, tapi bukan berarti ini yang terakhir. Oke Ratu Donat?, Bye" pamit Aldy sambil menuju kasir, membayar seluruh donat yang sudah di habiskan Tasya dan porsinya sendiri yang sama sekali tidak ia sentuh.
Itu, aturan challenge, bagi mereka yang kalah. Tasya lalu membereskan areanya dan bersiap pulang, mengabaikan curhatan Aldy juga janji temu selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia
RomanceTasya mencoba jalan pintas melunasi hutang orang tuanya. Menikah! Tapi dengan siapa? Bukan, bukan. Tapi siapa yang mau? Ia bukanlah gadis menarik dalam cerita kebanyakan. Ia hanya gadis gendut, yang merajut khayal memiliki kisah hidup dalam cerit...