"Nikah yuk!" Ucap Aldy, untuk pertama kali efek dua kata itu membuat kehebohan seantero gerai donat, Tasya tersedak saking syoknya, dan berakhir pingsan karena kehilangan oksigen.
"Nggak punya dengkul kalau ngomong" ucap Tasya usai menceritakan kronologinya pada Alifah.
"Hahaha, yang bener itu kamu yang ngga punya sya, diakan pasti bercanda!" Balas Alifah masih tertawa karena konyolnya tragedi sore itu.
"Aku udah cuekin alifah... eh dia malah ngeluarin cincin, nih liat, mana ga bisa dikeluarin, asemmm banget kan?" Lanjut Tasya sembari memperlihatkan cincin di jari manisnya.
"Berarti, dia serius... berarti pak Dimas punya Rival dong!" Seketika, alifah menutup mulutnya, terlihat panik lalu tersenyum kikuk.
"Rival? Eish... loe sama Aldy kampretnya sama... ngerjain gue mulu, Alhamdulilahnya gue lagi ga ngunyah, jadinya ga ada tragedi hahahaha" tawa Tasya yang disambut alifah dengan nafas legah luar biasa, bisa kena SP 1 kalau ketahuan bos Dimas gue beberin rahasianya. Imbuh Alifah dalam hati.
***
- 3 minggu sebelum melamar kerja-
Kalau ada yang paling Tasya inginkan di dunia ini, pastilah seorang saudara. Dua puluh tahun hidup sebagai anak tunggal tanpa sahabat membuatnya super kesepian, seluruh perasaannya terpaksa ia bagi pada batang2 pohon, ranting, dedaunan, akar dan angin.
Tempat favoritenya bercurhat ria... malam hari di taman kompleks, tempatnya luas, sepi dan pasti aman, bebas pasangan mesum. Serasa dunia milik jomblo deh. Begitu kira kira fikir Tasya.
Citt bunyi decitan tepat beberapa meter dari posisinya berada, Tasya refleks berlari menuju sumber suara. Ternyata sebuah mobil Terios silver mendadak terhenti karena menghindari anak kucing yang lewat tiba tiba.
Tasya masih memperhatikan mobil itu beberapa saat, aneh juga disaar begini keamanan tidak mengecek, mungkin karena jarak taman dan pos penjagaan masih jauh. Tasya lalu berinisiatif mengetuk kaca mobil.
"Halo... Assalamualaikum, pak... ga apa apa?" Kacapun terbuka perlahan memperlihatkan seorang pemuda berkacamata meringis karena terkena pecahan kaca.
"Astaga! Boleh saya bantu pak? Saya bisa menyetir hingga rumah, tidak jauh di ujung blok ini kok pak!" ReflekS Tasya membuka pintu dan segera masuk ke dalam mobil tanpa ragu.
"Katanya kamu bisa bawa mobil!" Ringis lelaki di sebelah Tasya sambil menahan guncangan badannya.
Tasya hanya nyengir, lalu buru buru turun dan memencet bel rumah, kalau ga nekat bapak ini bisa kenapa napa, imbuhnya dalam hati membenarkan aksi sok nya barusan padahal baru berlatih mobil dua kali seumur hidupnya.
"Mang asep... lets go atuh... ini bapaknya di gotong..." teriak Tasya begitu melihat penampakan ART nya. Diam diam lelaki itu tersenyum melihat ekspresi kekhawatiran gadis di hadapannya ini, padahal nama pun dia belum tahu, tapi ada perasaan aneh yang ia rasakan, ia merasa terhibur, sudah berapa lama, sejak terakhir ia bisa setidaknya menarik ujung ujung bibirnya.
"Mang segera di urus ya, aduh saya ga ngerti lagi, eih... ini mama nelpon pula" Tasya pun berlalu meninggalkan senyum di wajah lelaki itu.
"Eits, bapak ini, ganteng kok ketawa tawa by your selp" ucap Asep dengan aksen sundanya
"Ga apa apa" balas lelaki itu singkat
"Neng Tasya emang begitu orangnya, perhatian tapi super kocak juga kalau lagi panik apalagi, weh... wajah nya itu bisa jadi imut pisan...betewe nama aden saha?" Tanya asep
"Dimas. Sepertinya ini sudah, terima kasih saya pamit dulu, Tasyanya?"
"Oh neng Tasya lagi ke bandara tuan besar baru pulang dinas luar kota, nanti saya sampaikan atuh terima kasih na" ucap Asep yang di balas anggukan oleh Dimas dan berlalu dengan ukiran senyum yang masih tertinggal sampai dua hari kemudian.
***
Lelaki itu masih berdiri di depan pintu bercat putih gading, sudah sejak beberapa menit lalu. Sambil menggenggam sekotak coklat, dan berfikir keras apa perlu ia melakukan semua ini. Bunga juga coklat, apa yang Tasya akan simpulkan Dimas? Monolognya.Beberapa hembusan nafas kasar juga tak membuatnya melangkahkan kaki, tiba tiba pintu di hadapannya terbuka. Tangan kiri dimas tiba tiba melempar bunga yang sejak tadi ia genggang ke arah kursi ruang tunggu lalu masuk seperti tak pernah ada kerisauan untuk menuju tempat wanita yang diam diam sudah ia sukai entah kapan ini.
Sejak kejadian kucing itukah? Atau terjadi karena celotehan celotehan asal saat bertugas menemaninya di gerai donat, mungkin perhatian kecil yang ternyata ia berikan pada setiap orang di gerai? Entah.
"Eh, ada bapak. Maaf saya tadi mau ke toilet" ucap Alifah lalu melangkah keluar kamar.
Canggung. Entah Dimas akan memulai perbincangan atau Tasya, seperti biasa. Tasya menatap bosnya lamat lamat, baru kali ini ia perhatikan dengan teliti lalu menggeleng kemudian mengangguk, kebiasaan aneh bila sedang berfikir, dan lagi sikap itu meninggalkan sensasi pada Dimas.
"Jangan suka manggut terus geleng geleng ga jelas, kalau orang lain ngeliat kamu disangka gila" ujar Dimas sambil tersenyum tipis.
"Hahaha pak Dimas, saya cuma mikir bapak mirip seseorang, tapi saya ingat ingat lagi eh ternyata saya juga lupa sama seseorang itu" kalimat polos, yang membuat Dimas menyadari, pesonanya tak mempan pada Tasya, ia bahkan di lupakan secepat menghabiskan cokelat yang baru ia bawa tadi.
"Gimana cokelatnya? Kamu mau saya bawaain lagi?" Tanya Dimas, lebih baik mengalihkan perbincangan miris tadi.
"Makasih pak, tapi saya ngga mau bikin bapak bangkrut, lagian sore nanti saya udah keluar klinik" jawab Tasya sambil menyeka sisa cokelat di permukaan bibirnya.
Dimas yang gemas melihat pergerakan Tasya akhirnya memutuskan membantu, tangan Tasya ditepisnya lalu dengan gerakan lambat dan lembut membersihkan remah cokelat di pinggiran bibir bahkan dagu.
"Kalau kamu geraknya sembrono, impus kamu bisa kenapa napa, hati hati Sya..." ucap Dimas meredakan gejolak aliran darahnya sendiri.
"Saya nggak punya saudara pak, bapak mau tidak saya anggap kakak?" Pinta Tasya tiba tiba
Bukan sesuatu yang Dimas harapkan, di anggap kakak? Sementara perasaannya pada gadis gempal berpipi bakpao dan berlengan gelambir ini sudah terlanjur mengembang. Tapi tak buruk, mungkin hubungan kakak adik bisa berakhir di pelaminan, siapa yang bisa menebak mau Tuhan di campur usaha keras manusia? Semoga, semoga Tasya. Ingin Dimas dalam Hati.
"Terserah kamu, yang penting ingat, tetap disiplin, dan bertanggung jawab dalam bekerja, ju..." nasehat Dimas langsung dipotong Tasya
"Jujur, dan peduli lingkungan sekitar, ia mas bro akang aa' uda abang..." lanjut Tasya sambil menambah beberapa sapaan kakak laki laki dalam bahasa daerah sekaligus.
"Panggil Mas aja" sambung Dimas cepat, ia seperti tak ingin kehilangan momentnya mendeklarasikan kemajuan hubungannya dengan Tasya.
"Kalau Bro boleh nggak? Kenapa ya pak aku ngerasanya mas terlalu mesra gimana gitu, haha ntar Alifah mikir yang enggak enggak" pinta Tasya lagi.
"Terserah kamu lah, sudah. Saya harus pamit, besok kamu masih boleh cuti, jangan banyak fikiran dan ya. Next meeting si Aldy udah saya treatmind jadi kamu jangan takut kalau nanti dia bakal ngajakin challenge lagi" tambah Dimas sambil menepuk kepala Tasya sekilas, meninggalkan jejak jejak debaran dan rona di wajah yang masih tertinggal sampai Alifah datang tiga jam kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia
RomanceTasya mencoba jalan pintas melunasi hutang orang tuanya. Menikah! Tapi dengan siapa? Bukan, bukan. Tapi siapa yang mau? Ia bukanlah gadis menarik dalam cerita kebanyakan. Ia hanya gadis gendut, yang merajut khayal memiliki kisah hidup dalam cerit...