Silhouettes be the real

4.1K 222 2
                                    

"Kamu baik-baik saja?" tanya Rekka yang datang untuk melihat keadaanku, setelah dia tinggalkan kemarin malam.

Aku berdiri dari tempat dudukku di lantai dingin, samping ranjang kami berdua yang juga terasa dingin tanpa kehangatan darinya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukaku tanpa menjawab pertanyannya. Pertanyaan yang tidak ingin aku dengar saat ini atau pun seterusnya. Karena sampai kapan pun pertanyaan itu hanya bisa kujawab dengan jawaban yang sama selama dia tidak ada di sampingku.

Aku hampa. Aku hanya raga kosong tanpa hati. Karena setengah hatiku dia bawa dan sisanya hanyalah benda mati tanpa kehadirannya.

Aku mencangkup air mengalir dari keran air yang aku nyalakan dan kubasuhkan pada mukaku. Aku memandang pantulan wajahku yang terlihat begitu mengerikan. Lelaki di hadapanku saat ini adalah lelaki yang sudah membiarkan wanita yang dia cintai menghilang, tepat di hadapannya tanpa bisa melakukan apapun. Lelaki itu, lelaki yang bahkan berjanji akan selalu melindungi wanita yang dicintainya dan akan membuat wanita itu selalu ada di sisinya, mampu melupakan keberadannya.

"Ha ha ha..." kekehanku terdengar menggelikan saat menertawakan pantulan lelaki payah di hadapanku.

"Kamu baik-baik saja?" Rekka mengulang kembali pertanyaannya, di mana saat ini dia sudah berdiri di ambang pintu kamar mandi sambil memegang handuk kecil di tangannya.

Aku berdiri tegak, memutar tubuhku sehingga berhadapan dengannya dan mengambil handuk kecil dari tangannya untuk ku gunakan mengusap air di wajahku. Aku menatapnya yang kini menatapku dengan tatapan sedih yang selalu dia tunjukkan padaku satu bulan ini tanpa kuketahui alasannya, sampai hari ini. Karena hari ini aku tahu pasti arti tatapan sedihnya.

"Chika." Aku bergumam pelan memperhatikan ekspresinya yang sedikit berubah, "kenapa kamu tidak pernah menceritakannya saat aku terbangun?"

Rekka terdiam menatap lurus manik mataku yang menunggu jawabannya. Dia mengambil napas perlahan dan membuangnya dalam sekali hentakan, "karena kita rasa kamu tidak akan mampu mendengar semuanya sekaligus."

"Maksudmu, mengenai kematian kakek dan penyerahan jabatan?"

Rekka menganggukan kepalanya.

"Lalu, kapan kamu berencana memberitahukan tentang dirinya padaku?"

"Sampai kamu sanggup berdiri dengan kakimu sendiri."

"Dan menganggapnya tidak pernah ada dalam kehidupanku?"

Rekka terdiam dan merubah wajah sedihnya kembali ke wajah datarnya yang paling tidak aku sukai, sekarang ini.

"Aku sudah menyiapkan pakaianmu. Hari ini adalah harimu untuk kembali memimpin perusahan. Tante Rima dan perwakilan dewan direksi sedang menuju perayaan kembalimu. Kita tidak ingin kamu terlambat."

Aku diam tanpa bisa mengatakan apapun padanya kembali. Rekka pergi meninggalkanku yang masih berdiri di tempatku.

Apa yang harus aku lakukan saat ini? apa aku harus memberitahunya kalau aku sudah mengingat segalanya?

"Tenanglah. Jangan gegabah. Kita lihat keadannya dulu," bisikku pada diri sendiri.

Aku mulai membersihkan tubuhku dan berganti pakaian dengan pakaian yang sudah di siapkan. Aku berdiri di depan kaca ukuran penuh saat mencoba mengikatkan dasiku.

Bagai sebuah siluet, Chika berdiri di hadapanku dengan senyuman termanisnya dan menghilang. aku memutar tubuhku mencari siluetnya, yang kini berdiri di depan gantungan jasku, seperti yang kuingat setiap kali dia berpikir keras memilih jas apa yang akan aku kenakan setiap pagi. Kedua sudut bibirku tertarik ke atas ketika melihat kembali bayangannya yang terlihat begitu cantik.

"Kamu sudah siap?" Rekka berdiri di antara pintu walk-in closet­, dengan wajahnya yang melihatku dengan tatapan aneh.

"Hem..." Aku berdehem membersihkan kerongkonganku dan menurunkan senyuman dari wajahku, "ya. Aku sudah siap."

"Seperti yang aku bicarakan sebelumnya nanti ka-"

"Aku tahu apa yang akan aku lakukan," ujarku memutus ucapannya, "setelah semua ini selesai. Aku ingin kamu memfokuskan pencarian kembali terhadap Chika. Selama tubuhnya belum ditemukan, Chika-ku masih hidup."

Rekka mendongakan kepalanya menatapku bingung.

Aku berjalan mendekat ke arahnya dan menepuk pundaknya, "semua akan baik-baik saja dan dia akan kembali kepadaku," ucapku dengan seringaian khas-ku.

Ya. Inilah keyakinanku. Semua akan baik-baik saja. Ini hanya sebuah ujian dari hidupku yang tidak selamanya sempurna. Aku akan selalu mencarinya kembali sambil menunggu, menunggu dan menunggu kehadirannya kembali dalam hidupku, membuat semua siluet tentang dirinya dalam bayangan indahku menjadi kenyataan.

EXTRA (Her Sweet Breath & His Eyes on Her)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang