1.4 Entah Bagaimana Sedekat Ini

684 59 4
                                    

Sejak awal, aku paham jika Abra adalah sosok yang sangat terbuka dan  friendly. Aku sadar itu karena dia benar-benar ramah pada siapa pun dan membuat orang lain nyaman. Awalnya aku juga bingung bagaimana bisa aku seterbuka ini padanya. Abra entah bagaimana dapat membuat orang nyaman dengannya. Aku yang tak biasa dengan orang baru pun menjadi nyaman dengannya.

Orang yang sering meliat kita sering bertanya: kalian pacaran? Dan saat kami mengatakan enggak mereka kembali bertanya: oh sahabatan dari sd? Atau sma? Waktu itu kamu cuma ketawa dan bilang baru kenal beberapa bulan ini. Nanti kamu akan cerita awal pertemuan kita hubungan sampai saat ini.

Kebanyakan akan memasang tampang bingung. Tapi berbeda sama yang cewek, mereka malah kaya kagum atau senang ya? Kayanya senang deh, abis kamu ganteng sih. Kamu itu paket komplit, sayangnya kita terlalu beda ya, Ab.

Kaya saat ini, kita sedang berdiri di depan konter MCD. Aku cuma diam, sementara kamu dengan lancar memesan makanan untuk kita. Kamu memesan big breakfast, pancakes, dan ice coffee untukku. Sedangkan kamu memesan double cheese burger, friedfries, cola, dan paket panas. Iya, Abra dan aku makan sebanyak itu. Tenang saja semua yang kami pesan sudah dipastikan akan habis.

"Ab, di deket jendela aja." Aku menunjuk satu bangku dekat jendela. Entah ini disebut sarapan atau makan siang, tapi yang penting bagi kami adalah makan.

Hari sabtu seperti beberapa minggu lalu, aku dan kamu akan berlari mengelilingi kampus, eh hanya kandang rusa sampai fakultas hukum sih itu juga hanya satu kali -sekali aja udah mau abis napasnya. Kemudian saat berhenti di parkiran fisip kami memutuskam untuk makan di MCD -sepertinya ini udah jadi kebiasaan deh.

"Minggu depan OKK ye? Bareng dong, gue males jalan sendiri." Omong-omong sudah dua minggu ini aku tinggal di kosan, sementara Abra memilih membeli sebuah apartemen. Yah, dia memiliki terlalu banyak uang memang. "Tungguin di depan kos ya Ab!"

Tapi kamu hanya bergumam sambil memainkan ponsel, bikin bete tau. Jadi aku langsung melemparkan kentang ke arahmu, biar perhatian kamu balik ke aku. "Ab, gue lagi ngomong juga!"

Kamu langsung mendongak, memberikan aku sebuah senyuman yang teramat manis. "Maaf ya, tadi gue lagi bales WA Mama. Eh, abis ini lo mau balik ke kos apa rumah?"

"Hm, tergantung lo. Gue mah ikut supir aja," aku meminum ice coffee yang rasanya lebih pahit dari biasanya, sebel. "Masa pait banget, Ab."

"Mana coba?" kamu langsung mengambil gelasku dan meminumnya. "Ih, iya! Kok lu kuat sih? Pait njir. Ganti aja deh."

Aku langsung menggeleng, "gak usah deh. Tar beli ice cream aja biar gak terlalu pait."

Kamu sih saat itu langsung setuju, mungkin karena kamu juga sedang sibuk bales pesan Mama kamu. Hal yang lucu tentang kamu adalah betapa kamu tidak menyukai kopi atau sejenisnya tapi saat aku memintamu untuk menyicipi ice coffeeku kamu tak menolaknya.

Dan itu entah mengapa membuat aku sedikit senang. Mungkin aku egois, tapi mengetahui kamu yang masih berusaha untuk mencoba sesuatu yang kamu tidak suka untukku membuat kupu-kupu kembali datang dan membuat perutku geli hingga berpengaruh pada kecepatan detak jantungku.

"Udah? Pulang yuk?" kamu berdiri, memasukkan dompet ke saku dan tangan kananmu memegang kunci juga ponsel. Sedang tangan kirimu terulur ke arahku, "Yuk?"

Aku tersenyum, melihat ke arah tanganmu kemudian pada senyummu yang membuatku langsung meraihnya dengan senyum bahagia. Saat itu aku merasa bahwa kita memang tercipta untuk satu sama lain.

"Halo?" kamu berhenti di depan mobil, membuat aku melakukan hal yang sama. "Iya Ma, ini aku pulang ke rumah jadi besok ke gereja bareng."

Dan kemudian kenyataan menamparku dengan sangat keras. Mungkin aku berpikir kita memang tercipta untuk satu sama lain, tapi kita tak seharusnya bersama.

* * *

Let US GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang