2.5 Pada Satu Titik

679 63 8
                                    

Hari minggu dan aku tengah menatap pantulan diriku, merapikan kembali kerudung berwarna peach yang aku gunakan. Tadi pagi, kamu bilang akan mengajakku ke suatu tempat yang dingin. Kamu gak ngasih tau kemana tepatnya kita pergi, tapi kamu minta agar aku gak memakai rok atau baju yang ribet. Jadi, karena permintaan kamu itu aku pakai sweater putih dan celana hitam juga sepatu adidas putih.

Kamu bilang akan sampai pukul lima, dan kamu tak pernah ingkar pada omonganmu sendiri. Kamu datang ke depan rumahku dengan sebuket mawar berwarna putih, biru dan merah. Tapi itu bukan untukku, melainkan mamaku. Kamu malah memberiku sebuah kaktus dalam pot kecil. Bikin aku iri deh sama mama. Melihatku cemberut kamu langsung deh ngeluarin susu stroberi kesukaanku, bisa aja bujuknya.

"Tante aku minjem Pau sampe malem ya, tapi tenang pasti bakal aku jagain." pamitmu kepada mama, mama menganguk beliau memang sudah percaya sama kamu. Jadi beliau hanya membalas, "iya, hati-hati ya."

Kamu jalan lebih dulu, aku mengikuti dari belakang setelah pamit ke mama. Hari ini kamu datang dengan jeep putihmu lagi.

Aku langsung menarik kabel USB dan menyambungkannya ke ponselku. Jemariku mencari sebuah lagu yang entah mengapa mengingatkanku akan hubungan kita, Ab.

We are runnin' so fast
And we never look back
And whatever I lack, you make up
We make a really good team
Though not everyone sees
We got this crazy chemistry
Between us

Lagu for him dari Troye Sivan berputar di dalam mobil, memecah hening yang menyiksa dadaku.

You don't have to say, "I love you," to say I love you
Forget all the shooting stars and all the silver moons
We've been making shades of purple out of red and blue
Sickeningly sweet like honey, don't need money
All I need is you
All I need is you, you

"Kaya kamu Ab yang selalu punya cara aneh dan baru untuk bilang sayang ke aku," ucapku sambil tertawa geli mengingat kelakuan kamu.

We try staying up late
But we both are light weights
Yeah we get off our face, too easy
And we take jokes way too far
'Cause sometimes living's too hard
We're like two halves of one heart
We are, we are, we are

"Iya ya, kalo sama kamu kayanya aku gak tau malu banget deh, Pau. Aku bisa ngelakuin hal gila, cuma buat kamu. Pernah 'kan pas natal kemarin aku mesen go-food buat kamu pake suruh abangnya bilang: langsung dimakan ya, jangan lupa mikirin aku pas makan." kamu bahkan tertawa saat menceritakannya. "Malah yang nerima Papa kamu coba! Parah deh."

"Itu masih mending, inget gak pas valentine dan kamu nyuruh anak sefakultas ngasih mawar ke aku?! Itu tuh emang sweet tapi malu-maluin juga!" aku menggerakkan tanganku, menutupi wajahku yang rasanya panas karena malu. "Abis itu kayanya satu fakultas kenal gue deh."

"Atau pas new year? Aku ngirimin boneka gede banget itu dan kamu marah karena bonekanya berat banget untuk di bawa ke atas? Kamu juga marah gara-gara boneka itu makan banyak banget space di kamar kamu," kamu mencoba mengingat hal itu dan kemudian kembali tersenyum. "We really made a good history. And I'm happy for it."

"That's really a good memory of us," aku menyetujuinya karena tiap waktu yang aku habiskan bersama kamu adalah saat yang menyenangkan. Gak pernah sekali pun aku kecewa, gak pernah sekali pun aku sedih saat bersama kamu. Karena kamu selalu membuatku bahagia, dan membuatku jadi perempuan yang sangat beruntung. Dan aku senang karena memiliki kesempatan untuk bersama kamu.

Setelah perjalanan yang lumayan lama, akhirnya kami sampai di Gunung Mas (Bukit Gantolle), Bogor. Aku pernah membaca di internet bahwa disini ada permainan paralayang. Saat sampai rasanya mataku benar-benar segar. Pemandangan hijau yang sungguh cantik, bikin aku teralihkan dan gak sadar kalau sejak tadi kamu mengambil fotoku dengan slrmu. Saat aku menoleh kamu masih saja memotretku, kemudian kamu meminta salah satu pengunjung untuk memotret kita. Setelah itu kembali berfoto lagi, lebih banyak foto, lebih banyak gaya. Dan kamu lelah, saat wahana mulai dibuka untuk proses pendaftaran kamu langsung maju dan membuat kita dapat urutan ke lima.

Bukan hanya mengurus registrasinya tapi kamu juga kembali dengan roti bakar dan teh manis hangat. Berhubung kita sama-sama lapar, makanan itu jadi tak berasa sama sekali.

Akhirnya giliran kita tiba. Rasanya menegangkan, namun terbayar dengan pemandangan yang aku lihat dari paralayang. Keindahan alam yang membentang, cahaya matahari yang belum terlalu panas serta kamu yang terbang tak terlalu jauh dariku. Hari itu aku benar-benar senang!

"Senang?"

"Banget!" jawabku rusuh saat kamu bertanya ketika kita duduk di atas tanah dengan kaki yang diluruskan. "Abis ini mau kemana?"

"Kamu mau kemana?"

"Mau cari makan aja," kataku sambil cengengesan. Habis lapar sih.

"Ya udah kita gabut aja sambil nyari makan. Soalnya tempat yang mau aku unjukin ke kamu bisanya malem doang," katamu sambil merangkulku.

Kamu memang benar, sisa hari itu kita habiskan dengan menggabut ria. Gabut parah! Kerjaan kita dihari itu cuma makan, jalan ngalor-ngidul kemudian makan lagi. Tapi di jam lima kamu kembali mengajakku ke suatu tempat. Kamu bilang tempatnya lumayan jauh dan harus ditempuh dengan berjalan. Saat tiba yang aku lihat adalah bukit. Gak ada yang spesial pas aku liat sih, tapi kamu bilang liat aja nanti pas di atas. Jadi aku yang males jalan ini harus kamu tarik biar bisa sampe tujuan tepat waktu. Bahkan saat aku bilang capek, kamu dengan suka rela menggendongku di punggungmu. Kamu tau gak kalo rasanya sama seperti saat papa menggendongku. Nyaman dan aman, rasanya seperti pulang.

"Sampe!" serumu senang. Aku loncaf dari punggungmu untuk duduk di atas tikar (yang sampai saat ini masih menjadi misteri siapa yang menggelarnya).

Kamu duduk bersandar pada pohon besar, aku pun mengikutimu. Pemandangan di depanku adalah pemandangan kerlip lampu dan bintang yang menjadi satu. Seakan tak ada batasan antara langit dan bumi. Indah sekali.

"Ini namanya bukit bintang," kamu masih fokus pada pemandangan di depanmu. "Indah ya? Langit dan bumi seakan menjadi satu, padahal mereka beda. Kaya kita."

Aku mengangguk. Selama dua jam kita berada di bukit itu kamu selalu saja membuatku tertawa. Kita kembali berfoto. Kalau diingat lagi, saat itu setiap tempat yang kita datangi selalu ada foto bersamanya.

Saat turun dari bukit, kamu kembali menggendongku. Saat aku menolak, kamu malah seolah tak mendengarku. "Aku seneng deh hari ini sama kamu. Kamu gimana?"

"Seneng banget!" kataku semangat. "Ini pertama kalinya aku naik paralayang, pertama kalinya dalam sehari makan lebih dari lima kali. Pertama kalinya juga liat bukit bintang. Pertama kalinya juga digendong kaya gini, hehe."

Perbincangan malam itu terus berlanjut. Kamu menceritakan rencana kuliahmu selanjutnya. Kamu menceritakan tentang kamu yang ingin membuat taman baca dan rumah singgah untuk anak-anak yang tak memiliki rumah. Kamu yang ingin memiliki empat anak. Kamu yang ingin menikah di pinggir pantai. Kaku menceritakan semua mimpi dan harapanmu padaku. Kalau kamu penasaran, malam itu aku mengamini semua yang kamu harapkan. Aku berdoa agar semuanya menjadi kenyataan. Berharap kamu akan bahagia ke depannya.

Tak terasa ya, perjalanan hari itu harus berakhir. Dan aku sadar kisah kita juga berakhir.

Baik kamu mau pun aku tak ada yang memutuskan hubungan ini, namun kita berdua tahu ini semua sudah berakhir. Aku keluar dari mobil, berjalan menuju jendela sampingmu. Dari balik kaca mobil aku tahu kamu hanya diam menunduk, jadi aku mengetuk kaca membuatmu mendekat ke kaca. Malam itu, ciuman pertama kita terjadi, dibatasi oleh kaca jendela dan air mata yang menetes di pipiku. Dan nyatanya bukan hanya aku yang menangis, kamu juga.

"Aku sayang kamu," itu adalah ucapan terakhir kita.

* * *

Let US GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang