PART 2

22 0 0
                                    


Meski waktu datang

Dan berlalu sampai kau

Tiada bertahan

Semua takkan mampu mengubahku

Hanyalah kau yang ada direnungku

Marcell-Takkan Terganti

Mifta memincingkan matanya ketika melihat seorang gadis yang ia kenal. Lalu meminggirkan motornya di dekat Rury. Sementara gadis yang diboncengannya hanya menatap Mifta bingung.

" Eh, Lo Rury bukan sih?"

Rury yang berdiri tak mampu berkata apa-apa. Entah kenapa tubuhnya kaku dan lidahnya kelu seolah-olah seperti orang gagu. Belum lagi matanya yang belo menambah lebar karena keterkejutannya.

" Woy... Bengong", teriak Mifta.

" Oh iya. Lu Mifta? Dan... itu cewe lu ya?", tanya Rury tak sadar. Rasanya Rury ingin lari dari sini ketika pertanyaan itu keluar dari mulutnya begitu saja. Ah malu-malu deh.

Bodoh banget sih. Batin Rury

" Iya nih. Kenalin namanya Yolanda Gaunadia. Panggil aja Yola ", ucap Mifta dengan senyum bahagianya. Setelah itu gadis yang bernama Yola itu membuka helmnya dan tersenyum manis menatap Rury. Perawakannya tinggi, memiliki jurang di sudut pipinya, alis tebal dan mata yang sipit. Membuat Rury merasa malu bila dekat-dekat dengan Yola. Cowok mana coba yang bisa menolak?

" Haii.... Gue Yola. Pacarnya Mifta", ujarnya tersenyum manis sampai-sampai jurang di pipinya terlihat jelas.

" Gue... Gue... Rury Natasya. Panggil aja Rury" balas Rury seceria mungkin. Kemudian kedua sudut matanya berkaca-kaca. Rury tidak dapat menahan rasa sakit dihatinya dan ingin sekali cepat-cepat pergi dari sini.

" Lo masuk di 33, keren ya. Gue pengen banget disini tapi apa daya" kata Mifta. Sementara Rury hanya menganggukkan kepala dengan kepala yang menunduk. Tak lama angkotan umum datang, Rury segera masuk ke dalamnya. Tapi sebelum masuk Rury sempat berkata.

" Eh angkotnya dateng. Gue duluan ya Mifta dan eum.. Yola. Sampai bertemu lagi"

Bukan, bukan kalimat itu yang gue inginkan. Tapi kalimat yang gue inginkan itu, jangan bertemu lagi. Batin Rury

Mifta tau bahkan sangat tahu kalau Rury menyimpan rasa padanya. Bahkan sejak kelas 8 smp. Itupun tidak sengaja mendengar percakapan Rury dan Zaim (read=Aisyah) di kantin dan mereka tidak menyadarinya. Sejak saat itulah Mifta menjauhi Rury bahkan tidak meliriknya sama sekali. Bukannya benci atau jijik. Waktu itu pikiran Mifta masih labil. Karena menganggap gadis yang menyukainya adalah hal gila yang tidak perlu dilakukan. Pikiran Mifta juga masih kekanak-kanakan karena hanya gamelah dikehidupannya. Pandangannya berubah ketika naik ke kelas 9 ketika ia menyukai adik kelasnya yang pendiam bernama Indah. Dari situlah Mifta menganggap jika hal Menyukai adalah hal yang biasa.

Kembali ke latar cerita, Mifta sebenarnya juga melihat mata Rury yang sudah berembun dikedua sudut matanya dan juga Mifta merasa aneh ketika Rury buru-buru untuk pulang.

Lu masih suka gue ya. Maaf harusnya gue gak ngelakuin hal ini. Harusnya juga gue bisa belajar menyukai lo yang suka sama gue tiga tahun ini. Tapi gue malah nerima cewe yang baru gue kenal. Gue bodohkan. Batin Mifta

" Oh itu temen kamu ya, Mifta. Buru-buru banget sih. Padahal pengen kenal lebih deket deh sama Rury", ujar Yola dengan mimik cemberutnya dan nada yang terkesan manja. Tapi menurut Mifta itu adalah hal yang lucu.

Jangan, jangan deket-deket sama Rury nanti Rury tambah sakit hati. Teriak Mifta dalam hati.

" Mungkin aja dia mau les kali. Udah ah jangan cemberut nanti cantiknya ilang lho. Kan bisa ketemu lagi disini", kata Mifta lalu mengacak rambut Yola pelan sementara Yola merenggut sebal pada Mifta.

my storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang