Hujan mulai sering turun di bulan Februari. Dia tidak begitu yakin apakah memang hujan sering turun di Februari atau hanya berlaku di tahun ini. Perubahan iklim, mungkin. Baginya tidak begitu penting hujan paling sering turun di bulan apa. Dia cukup tahu, musim penghujan dimulai bulan apa. Dengan begitu dia bisa membawa payung tiap kali bepergian.
Hari ini hujan kembali turun. Namun mereka yang tertidur di bus tidak tahu sejak kapan hujan mulai turun. Hampir seluruh penumpang tertidur, kelelahan setelah rafting, termasuk dirinya. Matanya begitu berat hingga dia jatuh tertidur. Ketika bangun, hujan sudah menderas di luar. Dia memandang segalanya yang basah melalui kaca bus yang kabur karena mulai berembun.
Memandang dunia luar yang terpisahkan kaca bus seperti itu, mengingatkannya akan pertemuannya dengan teman baiknya beberapa waktu yang lalu. Keadaannya seperti ini. Hujan dan mereka berdua memandangnya dari balik kaca sebuah kafe. Dunia di luar basah dan dia terus memandang orang-orang yang berjalan satu-satu dengan payung masing-masing. Hujan tidak begitu deras tapi cukup bisa membuat siapapun yang tidak berpayung, basah. Hujan yang pas untuk mengingatkanya akan hal lain.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Hanya sebuah cerita pendek yang pernah kubaca. Permulaannya persis seperti ini."
Ada sebuah cerita pendek yang pernah dia baca dulu semasa masih kuliah. Dia tidak begitu ingat apa judulnya ataupun siapa penulisnya tapi permulaannya persis seperti ini. Hujan dengan orang yang berjalan satu-satu dengan payung masing-masing. Dunia yang sepi.
Dia masih memandangi hujan yang turun, juga orang yang berjalan satu-satu. "Hujan juga turun persis seperti ini yang ada dalam bayanganku. Orang tidak begitu ramai di luar, hanya beberapa. Intensitas hujan juga seperti ini, tidak deras tapi bukan gerimis sehingga orang-orang harus memakai payung kalau tidak ingin basah."
"Lalu?"
"Ada yang terjadi dengan sebagian dari mereka, Ran."
Dia memilih untuk menjawab sekenanya. Temannya tidak akan begitu peduli bahkan meski dia menanyakan. Sementara itu, hujan turun semakin lebat. Orang-orang yang berjalan di bawah hujan sudah tidak ada lagi. Dengan hujan yang selebat ini, diapun akan memilih berteduh, atau lebih baik masuk ke sebuah kafe yang hangat, minum minuman hangat, dan mengobrol dengan seseorang. Untuk alasan itu, ia bersyukur karena dia punya teman mengobrol di hari yang berhujan.
"Kau masih berhubungan dengannya?"
Satu, dua, tiga, empat, entah keberapa kali temannya menanyakan hal itu di setiap pertemuan mereka. Dia hanya menggumam dan mengangguk menjawab temannya
"Ha, memangnya tidak ada lelaki lain?"
"Tentu saja ada. Harus ada lelaki lain, Ran. Kau tahu benar Irwan siapa. Mana mungkin aku dengannya terus. Tapi ya, kau juga tahu, sulit untuk benar-benar meninggalkannya. Jangan mencemoohku, kau juga pernah mengalaminya. Lagipula bukannya aku tidak mau berusaha."
Dipandangnya temannya lurus-lurus. Dia ingin temannya tahu bahwa dia bersungguh-sungguh. Dan memang dia tidak berbohong. Lelaki itu bukan seseorang yang bisa diharapkan, ia tahu benar. Irwan hanya sebuah urusan yang belum selesai. Tetap bersamanya hingga sekarang hanya bentuk egonya dalam menyelesaikan urusan. Begitu selesai, ia akan memutus hubungan tanpa disuruh, tanpa ragu.
"Terserah kau saja, Mel. Kau bukannya selingkuhan suamiku."
"Ah, bagaimana suamimu?"
Bus masih melaju di tengah hujan. Mulai terdengar gumaman saling bersahutan pertanda yang lainnya juga sudah mulai bangun. Belum ada tanda-tanda hujan akan reda. Dia mengeluarkan payung dari dalam tasnya. Begitu bus sampai di halaman kantornya, dia ikut turun bersama yang lain. Satpam kantor sudah tergopoh-gopoh menyongsong dengan payung di tangan ketika rombongannya tiba. Beberapa memutuskan untuk tinggal di kantor sebentar sembari menunggu hujan reda, beberapa memutuskan untuk menerjang hujan karena ada janji yang harus ditepati. Dia tersenyum simpul. Setidaknya dia tak perlu menunggu hujan reda seperti mereka atau pulang terburu-buru untuk menepati janji. Hujan begitu sendu untuk dilewatkan begitu saja. Dia membawa payung, dia bisa menikmati dunia yang sepi karena hujan sendirian.
Jika dipikirkan kembali, hanya sedikit orang yang tahu perihal hubunganya dengan Irwan. Bukan tanpa alasan. Irwan adalah atasannya. Lebih dari itu, ia sudah beristri. Posisinya tidak begitu menguntungkan untuk bisa pamer kemesraan.
Dia mengenal Irwan sudah sangat lama. Kebetulan Irwan adalah kakak kelasnya ketika di SMP dan SMA. Mereka sempat berpacaran dua tahun, pacaran anak remaja pada umumnya. Kemudian Irwan lulus lebih dulu, kuliah di kota yang jauh, dan hubungan mereka selesai begitu saja.
Seperti cara berakhirnya hubungan mereka yang dulu, hubungan mereka yang baru juga dimulai begitu saja. Ketika mereka dipertemukan kembali, dia tahu kalau Irwan sudah beristri. Dia bahkan datang di hari pernikahannya. Itu saja. Rani sekali pernah mengatakan kepadanya, perasaannya yang sekarang bukan sesuatu yang nyata. Mungkin benar, lalu dia hanya perlu menuntaskannya.
Pagi tadi dia menemukan sebotol minuman vitamin di meja kerjanya,sebuah pesan singkat menyusul,"Minumlah supaya kau tidak sakit." Dia tahu, dia hanya perlu menuntaskannya. Namun tetap saja dia tidak bisa tidak tersenyum.