Sudah beberapa minggu ini Albert masih memikirkan tentang seseorang yang sekarang duduk di depannya tersebut. Aroma yang nyaman selalu muncul dari tubuhnya tersebut. Berbeda dengan parfum yang sering dia pakai, aroma ini bukan berasal dari sebuah parfum, batin Albert.
"Albert! Hei!" panggil Refly membuyarkan lamunan Albert.
"A--Ada apa?" kaget Albert membenarkan posisi tubuhnya yang dari tadi menatap Refly intens sambil menopangkan satu tangan kanannya di dagunya.
"Mana kertas ujianmu? Bel sudah berbunyi waktu sudah habis." jawab Refly tenang dengan wajah tanpa ekspresinya.
Albert langsung menatap kertas ujian yang di hadapannya lalu memberikannya pada Refly agar di oper ke depan sampai ke meja guru mereka. Bahkan dia sampai tidak sadar ujian sudah selesai, dan bel istirahat berbunyi. Refly membalikkan tubuhnya dan aroma itu kembali muncul membuat Albert berkhayal kembali, tengkuknya yang mirip wanita namun bahunya terlihat lebar dan kokoh menunjukkan bahwa Refly memang seorang pria. Untuk urusan rambutnya yang panjang berwarna hitam dan di ikat ke belakang itu sekolahnya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.
Beberapa teman sekelasnya sudah keluar untuk makan siang dan menyerbu kantin, tapi Albert sedang malas dan masih betah di tempat duduknya menatap Refly dari belakang yang juga tidak beranjak dari kursinya sambil membaca sebuah buku.
"Nggak ke kantin, Al?" tanya seseorang yang mengagetkan Albert.
"Lagi males." jawab Albert singkat.
"Judes banget, biasanya lo yang paling cepat kalau sudah bel berbunyi." tukas Yogi_sahabat Albert.
"Gue lagi nggak nafsu makan. Udah sana jangan ganggu gue." ketus Albert mengusir sahabatnya itu yang hanya mendengus kesal dan berlalu.
Tiba – tiba datang sekelompok siswa perempuan berjumlah tiga orang masuk ke kelas mereka dan menuju ke arah tempat duduk Albert, tepatnya ke kursi Refly. Albert yang melihatnya hanya menaikkan alis heran.
"Hai, nama lo Refly Hermawan 'kan?" tanya seorang siswi yang berambut panjang dan cukup cantik.
"Iya." jawab singkat Refly tanpa menoleh ke arah sekelompok siswi yang sedang mengelilinginya, masih sibuk membaca buku di hadapannya.
"Kami dari klub Balet pengen ngajak lo masuk ke klub. Kebetulan ada murid pindahan yang terkenal dengan tarian baletnya dan gue sebagai ketua klub pengen ngajak lo join kita." tukas siswi satu lagi yang berambut pendek dan cukup tinggi dengan postur tubuhnya yang tegap.
"Klub Balet?" batin Albert masih melirik ke arah tontonan di depannya.
"Gue bingung orang sejenius lo dalam balet kenapa tiba – tiba mundur dari dunia itu beberapa tahun lalu? Ini tentang lo bukan?" tanya siswi yang ketiga sambil meletakkan sebuah majalah di hadapan Refly menutupi bacaannya.
"Aku tidak berminat, tolong buang majalah itu." ujar Refly pelan tetap tenang menyingkirkan majalah yang menutupi bukunya.
"Kenapa? Gue yakin lo pasti masih mau menari balet lagi 'kan?" sahut sang ketua klub agak keras.
Tiba – tiba Refly menutup bukunya dan beranjak dari kursinya dan berlalu dari kelas meninggalkan ketiga siswi dari klub Balet tersebut. Sedangkan ketiga siswi itu hanya bengong dan wajahnya memerah karena merasa di permalukan oleh Refly di kelasnya tersebut.
"Bagaimana ini Vina?" tanya siswi yang berambut panjang.
"Gue nggak akan nyerah begitu aja. Gue bakal pastiin Refly bakalan ikut klub Balet kita dan ngeliat dia menari lagi." jawab Vina_nama ketua klub Balet tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
One In a Million (BoyxBoy)
RomanceKetika sebuah hobi yang sangat kau sukai sekarang menjadi sesuatu yang kau benci. Itulah yang dirasakan oleh Refly sekarang. Ballet adalah kehidupannya semenjak ia kecil, namun ballet juga adalah sesuatu hal yang merampas semua kehidupan bahagianya...