Tak terasa sudah memasuki pertengahan November dan lusa adalah kontes menari balet yang akan diadakan di Bandung. Para member di klub Balet selalu mengambil take overtime dan berusaha mati – matian agar gerakan mereka menjadi sempurna. Latihan eksekusi yang di berikan oleh Refly benar – benar efektif, semua member sudah mempunyai bentuk dan kepribadiannya masing – masing. Program diet yang di kerjakan oleh Vina untuk membuat berat tubuhnya menjadi idealpun berjalan dengan lancar, karena dalam grand pas de deux cukup banyak kombinasi lifting penari balet wanita oleh penari balet prianya.
Sebenarnya Refly tidak mempermasalahkan hal itu, namun Vina yang memintanya sendiri jadi dia tidak bisa berbuat apa – apa.
"Oke latihannya sempurna." sahut Refly setelah alunan lagu terakhir habis di akhiri oleh gerakan ucapan salam dalam balet.
Vina memberikan handuk untuk mengelap keringat Refly yang bercucuran deras dari tubuhnya.
"Gila sumpah keren banget, Ref. Gue nggak sabar buat kontes lusa." ujar Vina bersemangat masih menggerak – gerakkan tubuhnya.
Refly hanya tersenyum pelan melihat perubahan di dalam klub Balet itu. Semua orang menjadi penuh perjuangan dan tidak mau gagal dalam kontes satu ini. Meskipun balet memang masih sangat jarang sekali di minati oleh banyak orang karena latihannya yang memang cukup berat dan cukup menyiksa. Apalagi untuk penari balet pria di Indonesia yang sangat jarang sekali bahkan tidak ada, hanya satu saja penari balet pria dari Indonesia yang sudah mendapat penghargaan internasional, yaitu Michael Halim. Refly sangat mengaguminya, bahkan berniat ingin go international juga seperti Michael.
"Simpan tenagamu untuk lusa Vin, semua akan baik – baik saja." balas Refly meminum air yang tersedia di klub itu.
"Gue tahu karena sekolah kita punya lo. Pasti di kontes lusa pada heboh karena lo menari balet lagi Ref." tukas Vina lagi duduk di sebelah Refly.
"Tapi kenapa sih lo nggak mau Albert ngeliat latihan kita?" tanya Vina penasaran.
"Itu rahasia." jawab singkat Refly, makin membuat Vina bingung.
"Tenang saja Vin, lusa kau akan segera tahu." lanjut Refly tidak menatap Vina masih sibuk dengan minumannya.
.
.
.
Suara alunan lagu musik klasik masih terdengar merdu melantun di ruangan klub Balet. Langkah kaki yang sunyi dan terampil masih menapaki lantai kayu yang menutupi seluruh ruangan klub Balet tersebut. Sejenak Refly mengambil nafas dan mengulang kembali tarian yang barusan dia lakukan, peluh yang bercucuran tidak membuatnya berhenti untuk menari kembali. Tiba – tiba ada suara tepuk tangan yang memenuhi ruangan klub tersebut. Refly langsung menoleh ke arah suara itu dan cukup terkejut melihat siapa yang datang.
"Endo?" kaget Refly.
"Lo nari balet lagi? Nggak nyangka sejak pemberitaan beberapa tahun lalu, gue kira lo bakalan trauma gara – gara kematian nyokap lo." ujar Endo mendekat ke arah Refly yang berdiri mematung mendengar pernyataan dari sahabat lamanya itu.
"Tidak usah ikut campur urusanku." balas Refly datar tetap tenang.
"Kenapa lo berubah secepat itu, Ref? Ada seseorang yang bikin lo menjadi ingin nari balet lagi? Apa mungkin--?" lanjut Endo tidak melanjutkan ucapannya seperti membayangkan seseorang yang bisa membuat Refly merubah pikirannya tentang balet.
Refly tidak menjawab perkataan dari Endo mematikan musik yang berada dekat dengannya dan bersiap – siap untuk keluar dari ruangan tersebut, tapi Endo langsung menahan tangan Refly.
KAMU SEDANG MEMBACA
One In a Million (BoyxBoy)
RomanceKetika sebuah hobi yang sangat kau sukai sekarang menjadi sesuatu yang kau benci. Itulah yang dirasakan oleh Refly sekarang. Ballet adalah kehidupannya semenjak ia kecil, namun ballet juga adalah sesuatu hal yang merampas semua kehidupan bahagianya...