"Tumben datang ke sini, Al? Bukannya masih fokus sama klub Balet?" tanya Dino melihat anggota kesayangannya itu sedang berada di depan kanvas memegang kuasnya berharap menggambar sesuatu.
"Refly larang gue untuk datang ke klub Balet dan ngeliat dia latihan." jawab Albert masih sibuk dengan kuas di tangan kirinya mencoba menggambar sesuatu, namun sangat sulit sekali karena dia bukan kidal.
Albert menghembuskan nafasnya dan menaruh kuasnya kembali ke tempat semula.
"Dia menari lagi? Itu hal yang bagus donk. Kenapa dia melarangmu melihatnya?" tanya Dino lagi masih penasaran duduk di sebelah Albert.
"Gue juga nggak tahu. Ngomong – ngomong Din, pembina klub masih nagih lukisan sama gue?" tanya Albert balik.
Dino mengangkat bahunya singkat,
"Jarang sih sejak dia tahu kamu gabung sama klub Balet juga pentas seni waktu itu. Pembina bilang, "Mungkin Albert butuh istirahat sejenak untuk melukis, tapi sekolah tetap akan mengirimnya untuk menjadi kontestan di kompetisi akhir tahun" aku hanya mengangguk saja. Lagian kamu juga sedang terluka seperti itu lebih baik pulihkan dulu hingga benar – benar sembuh." jawab Dino panjang menepuk bahu Albert.
"Thanks bro." balas Albert, lalu Dino beranjak pergi dari klub meninggalkan Albert sendirian.
Sudah dua minggu sejak peristiwa di rumah Albert waktu itu, di mulai hari itu mereka berdua menjadi seorang sepasang kekasih. Albert selalu tersenyum ketika mengingat hal tersebut, wajah Refly yang merona merah sangat atraktif dan lucu. Meskipun Albert belum terlalu yakin bahwa Refly sungguh – sungguh mencintainya atau hanya karena simpati saja dia tidak tahu. Namun satu hal yang paling Albert senang adalah hanya dialah satu – satunya orang yang bisa melihat semua ekspresi Refly. Ketika senang, sedih, cemburu, marah dan yang lainnya. Refly tidak akan menunjukkan hal tersebut kepada orang lain jika di sekolah atau tidak bersama dengan Albert. Refly akan bersikap biasa dengan wajah datar dan tenang.
Albert segera membereskan peralatan melukisnya dan beranjak berdiri meninggalkan ruangan klub Melukis lalu tinggal menunggu Refly di luar sekolah untuk mengantarnya pulang. Namun, ketika hampir sampai di lapangan sekolah Albert di hampiri oleh seorang siswi perempuan yang tidak di kenalnya. Keadaan sekolah saat itu kebetulan sudah sepi karena waktunya pulang sekolah.
"Kak Albert." ujar siswi itu berdiri di depannya sambil menunduk.
"Ada apa ya?" tanya Albert pelan tidak mengerti.
Di tempat lain, Refly sudah selesai dengan latihan baletnya dan sedang berlari menuju luar sekolah karena Albert sudah menunggunya. Saat melihat Albert di lapangan sekolah berdiri membelakanginya, Refly hendak memanggilnya namun mulutnya langsung tertutup ketika mendengarkan sebuah ucapan dari seseorang yang berada di depan Albert tersebut.
"Kak Albert mau nggak jadi pacarku?" tanya siswi itu cukup lantang memberikan sebuah amplop putih kepada Albert.
Mengerti akan keadaannya sekarang Albert hanya tersenyum simpul dan menolak amplop dari siswi tersebut.
"Sorry, gue nggak bisa karena gue udah punya pacar." jawab Albert cepat.
Bukan maunya Refly untuk menguping tapi, dia tidak bisa mengelak dari tempatnya berdiri sekarang. Mau tak mau dia mendengar pembicaraan tentang pengakuan cinta seseorang, terutama kepada Albert. Refly tidak menyangkal bahwa Albert cukup menarik dan tampan walaupun tidak terlalu populer di sekolah. Tubuhnya yang tinggi dan cukup atletis karena berlatih balet membuatnya mempunyai beberapa penggemar di sekolah. Refly tidak menyangka hal ini akan terjadi, tapi dia cukup kaget dengan jawaban Albert barusan, ingin mendengar kelanjutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One In a Million (BoyxBoy)
RomanceKetika sebuah hobi yang sangat kau sukai sekarang menjadi sesuatu yang kau benci. Itulah yang dirasakan oleh Refly sekarang. Ballet adalah kehidupannya semenjak ia kecil, namun ballet juga adalah sesuatu hal yang merampas semua kehidupan bahagianya...