"Hey, gerakan *arabesque-mu terlihat pincang sekali." sahut Vina meneriaki salah satu anggota klub baletnya yang sedang latihan. (Arabesque = gerakan berdiri dengan satu kaki di mana kaki yang satunya dibawa lurus sejajar dengan bokong, dan posisi ketinggian lengan dan kaki yang di tinggikan bisa berubah – ubah).
Vina hanya mendesah pelan melihat semua anggota klubnya yang tidak terlihat serius dalam latihannya belakangan ini. Kedisiplinan dan keuletan dalam menari balet seperti sudah menguap dari tubuh mereka masing – masing. Tidak ada keinginan untuk belajar dan menekuni tarian ini dengan sungguh – sungguh. Tanpa sengaja Vina melihat ke arah luar klub dan melihat seseorang yang melewati klub Balet dengan ketidak pedulian.
"Refly!!" sahut Vina langsung keluar dan melihat sosok pria mungil dengan rambut hitamnya yang panjang berdiri dan menengok ke arahnya.
Melihat seseorang yang kemarin mengingatkannya tentang balet, Refly langsung berbalik dan meneruskan perjalanannya. Namun langkahnya terhenti karena sudah di tahan oleh Vina.
"Tunggu sih, lo beneran nggak mau menari balet lagi?" tanya Vina tersengal – sengal karena berlari untuk mengejar Refly.
"Kemarin aku sudah mengatakan jangan sebut balet lagi di hadapanku." jawab Refly tanpa ekspresi menghentakkan tangan Vina yang menggenggam tangannya.
"Tapi kenapa? Bakat lo itu sangat bagus bisa menjadi teladan untuk semua anggota klub Balet di sekolah ini. Gue pengen lo jadi pelatih di klub." tukas Vina lagi tidak mau kalah.
Refly tidak mengindahkan pernyataan Vina dan langsung melengos pergi meninggalkan wanita itu yang terbengong – bengong akan sikapnya yang tidak biasa.
.
.
.
Ruang Kesenian
Bau khas cat air dan beberapa elemen penting lainnya yang sering di gunakan dalam melukis membuat ruangan itu berbeda untuk hari ini. Albert sudah berada di depan kertas kanvas untuk melukis sesuatu namun, kuasnya sama sekali belum bergerak dari tangannya. Sesekali dia menghela nafas dan menggoreskan kuasnya sebentar di kertas kanvasnya, namun langsung menyobekkan lagi dan membuangnya menggantikan dengan yang baru.
"Jangan membuang kertas kanvas seenakmu saja, Albert." ketus Dino_sang ketua klub Melukis, melihat tingkah salah anggota klubnya yang spesial itu.
Albert tidak menanggapi perkataan sang ketua masih menatap papan penopang dengan kertas kanvas di depannya yang masih putih polos.
"Baru kali ini aku melihatmu memegang kuas lagi setelah beberapa bulan lalu kau mengatakan bahwa ingin istirahat sejenak untuk melukis." ujar Dino panjang duduk di sebelah Albert melukis dengan gayanya sendiri.
"Gue udah dapat inspirasi. Namun belum mendapatkan gambaran seperti apa yang akan gue lukis nanti." balas Albert masih menatap kanvas putih di depannya.
"Jangan terburu – buru, tidak seperti dirimu saja. Banyak hal yang bisa kau gambarkan dengan sesuai isi hatimu Albert. Tidak usah memaksakan sesuatu yang bukan kau pikirkan." tukas Dino lagi, menaruh kuasnya dan menatap Albert memberikannya semangat.
Pikiran Albert tertuju pada Refly. Namun mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah ia lihat sama sekali pada diri Refly, yaitu menari balet. Sesuatu yang sulit untuk Albert gambarkan, karena ekspresi Refly yang berbeda ketika membicarakan balet seperti seakan – akan ingin mengakhirinya saja. Seperti tersengat sesuatu, Albert mendapatkan sebuah cara agar Refly mau memperlihatkan tarian baletnya kepadanya.
.
.
.
"Ref, hari ini mau ngerjain tugasnya di rumah gue?" tanya Albert mengepakkan buku – bukunya masuk ke dalam tas.
KAMU SEDANG MEMBACA
One In a Million (BoyxBoy)
RomanceKetika sebuah hobi yang sangat kau sukai sekarang menjadi sesuatu yang kau benci. Itulah yang dirasakan oleh Refly sekarang. Ballet adalah kehidupannya semenjak ia kecil, namun ballet juga adalah sesuatu hal yang merampas semua kehidupan bahagianya...