#5

1.6K 17 2
                                    

Tong Thian hong segera berpaling memandang Buyung Im seng dengan ilmu menyampaikan suara, katanya. "Ditengah malam buta begini Im Hui datang kemari, ini menunjukkan bahwa suatu peristiwa besar bakal terjadi."
Buyung Im seng manggut-manggut.
"Dia berhenti tepat di bawah pohon besar ini, entah apa sebabnya?" ia balik bertanya.
Belum sempat Tong Thian hong menjawab, tampak seorang lelaki berbaju hitam lari mendekat dan memberi hormat kepada Im Hui, kemudian ujarnya. "Malaikat kedua tiba!"
Mendengar disebutnya "Malaikat kedua", Buyung Im seng merasakan hatinya bergetar keras hampir saja dia menjerit tertahan saking tak kuasanya menahan emosi.
"Dimanakah kereta kencana dari malaikat kedua?" kedengaran Im Hui sedang bertanya.
"Sudah berada seratus kaki dari sini."
"Baik, bawa aku untuk menyambut kedatangannya!"
"Tidak perlu!" mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara sahutan yang berat.
Menyusul kemudian terdengar roda kereta berputar dan sebuah kereta kencana yang aneh sekali bentuknya meluncur tiba dengan kecepatan yang amat tinggi.
Sekeliling ruang kereta itu gelap dan berwarna hitam, sehingga membuat siapapun sukar untuk melihat jelas keadaan didalam ruang kereta tersebut. Di sebelah depan, belakang, kiri maupun kanan kereta itu tidak tampak ada pengawal yang mengikuti kereta itu, yang ada cuma seorang kusir kereta berbaju hijau dan bertopi kecil yang duduk di depan kemudi.
Im Hui yang jumawa dan tinggi hati itu segera maju ke depan dengan sikap hormat sekali, setelah menjura dalam-dalam, katanya dengan suara lirih. "Im Hui menjumpai Ji seng!"
"Im tongcu tak usah banyak adat!" suara yang berat dan berwibawa segera berkumandang keluar dari balik kereta.
"Im Hui telah menerima surat perintah lewat burung merpati, apabila tak dapat menyambut kedatangan Ji seng dari jauh, harap sudi dimaafkan...!"
Orang di dalam kereta itu segera tertawa.
"Sebetulnya aku tak ingin mengganggu ketenangan Im Tongcu, tapi berhubung ada suatu urusan penting yang harus dibicarakan secara langsung dengan Im Tongcu, terpaksa aku berkunjung kemari."
"Ji seng terlalu serius..."

Setelah berhenti sebentar dia bertanya. "Entah persoalan apakah yang hendak dibicarakan? Silahkan Ji-seng mengutarakannya."
Mendadak suara orang didalam kereta itu berubah menjadi dingin sekali, katanya.
"Apakah Im Tongcu mengetahui tentang gerak-gerik dari adikmu selama ini?"
"Aku jarang sekali mencampuri urusan adikku, tidak kuketahui kesalahan apa yang telah dilanggar oleh adikku?"
"Adikmu selalu merasa tidak puas dengan tindak tanduk dari Sam seng bun kita, benarkah ini ada kenyataannya?"
"Soal ini aku kurang begitu jelas, sebab belum pernah adikku membicarakan persoalan ini denganku!"
"Adikmu bukan anggota Sam seng bun, tapi tidak sedikit persoalan dari Sam seng bun kita yang diketahui olehnya, tentang hal ini apakah Im tongcu juga tidak begitu jelas?"
Im Hui termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab. "Tentang soal ini hamba benar-benar tidak tahu."
Mendengar jawaban tersebut, orang yang berada dalam kereta itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahh... haahhh... haahhh... Im tongcu adalah seorang yang amat cerdas, akalmu cukup meyakinkan, ataukah didalam hal ini menjadi begitu bodoh?"
Buru-buru Im Hui merangkap tangannya sambil menjura.
"Harap Ji seng maklum, seandainya aku orang she Im telah melanggar peraturan dalam perguruan Sam seng bun, silahkan Ji seng menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada hamba akan tetapi adikku bukan anggota Sam seng bun, terhadap gerak geriknya Im Hui tak bisa terlalu banyak mencampurinya."
"Hmm! Kau tentunya juga mengerti, kau adalah salah seorang manusia yang penting didalam perguruan kami!" seru orang dalam kereta itu dengan suara dingin.
"Aku orang she Im tahu akan hal ini dan merasa bangga sekali karena mendapat kepercayaan dari Sam ceng (tiga malaikat)."
"Bagus sekali, seandainya kuperintahkan kepadamu sekarang untuk menyelesaikan suatu masalah pelik, bersediakah kau untuk melaksanakannya...?"
"Silahkan memberi perintah, sekalipun harus mati juga tak akan kutampik!"
"Usahakan agar adikmu juga masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun kita."
"Seandainya hamba menggunakan hubungan pribadi minta kepadanya agar berbakti satu kali demi perguruan Sam seng bun kita, mungkin dia tak akan menampik, akan tetapi jika dia diminta masuk ke dalam Sam seng bun, secara resmi, hamba rasa dia takkan meluluskannya."
Setelah menghela napas panjang, terusnya. "Dua tahun berselang, aku orang she Im sudah menerima firman yang meminta kepadaku untuk mengajak adikku masuk menjadi anggota perguruan segenap kemampuan untuk mengajaknya masuk menjadi anggota, tapi usaha hamba selama ini tak pernah mendatangkan hasil."
"Aku tahu!" kata orang didalam kereta itu dengan dingin. "Waktu itu agaknya dia belum begitu banyak mengetahui tentang urusan dalam perguruan Sam Seng bun, tapi keadaannya sekarang sudah lain."
Mendadak suaranya berubah menjadi dingin menyeramkan, pelan-pelan terusnya.
"Bila kau tak mampu menasehati adikmu agar masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun, masih ada satu cara yang bisa dilaksanakan..."
"Membunuhnya untuk membungkamkan mulutnya bukan?" sambung orang she Im itu dengan cepat.
"Im tongcu memang benar-benar seorang yang cerdik!" puji orang didalam kereta itu dengan dingin.
"Perintah dari Ji-seng, aku orang she Im tak berani membangkang, cuma Im Hui belum tentu bisa menangkan kelihaian dari adikku."
Ucapan tersebut bukan saja membuat orang didalam kereta itu tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, dalam waktu yang cukup lama sekalipun Buyung Im seng dan Tong Thian hong yang bersembunyi di atas pohon pun menjadi tertegun dibuatnya, pikir mereka.
"Kepandaian silat yang dimiliki Im Hui sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali, apakah nona Im itu benar-benar masih jauh lebih lihai daripada yang dimiliki Im Hui?"
Sementara itu, orang yang berada dalam kereta itu sudah berkata lagi dengan suara dingin.
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Hamba tidak berani membohongi Ji-seng!"
"Selain mempergunakan ilmu silat, aku rasa masih ada cara lain untuk membinasakan dirinya, misalkan meracuni dia, toh sama saja bisa merenggut selembar jiwanya".
"Hamba dan adikku adalah saudara sekandung dari seorang ayah dan seorang ibu yang sama, usia adikku itu selisih banyak sekali bila dibandingkan dengan usiaku, apalagi sejak kecil akulah yang merawatnya hingga menjadi dewasa, soal meracuni atau melukai secara diam-diam..."
"Kau tidak tega untuk turun tangan sendiri?" tukas orang didalam kereta itu.
"Aaaii...!" Im Hui menghela napas panjang, "hamba akan usahakan sekali lagi untuk membujuknya agar mau masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun, kalau dia tidak mau meluluskan lagi permintaanku ini terpaksa aku harus turun tangan untuk membunuhnya."

Lembah Tiga Malaikat (San Seng Men) -  Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang