Chapter 2

107 9 1
                                    

Maaf ya banyak typo. Selamat membaca semoga suka dan like/vote ya. Enjoy it.

Sudah dua hari ini Kendal menggantikan sementara Sam, teman kampusnya siaran. Sam mendapatkan kabar buruk bahwa ibunya sakit sehingga ia harus pulang ke kampung halamannya dan mengajukan ijin kuliah untuk beberapa minggu. Sam meminta tolong kepada Kendal dikarenakan pekerjaan sampingan yang sangat ia cintai tidak mengizinkan cuti panjang tanpa pengganti.

Sam tahu bahwa Ken memiliki kualifikasi sebagai seorang penyiar, suaranya yang khas, asyik, pengetahuan musik yang luas dan up to date dan plusnya penampilannya yang bisa membuat setiap wanita meleleh. Siapa tahu nanti fans-fansnya yang penasaran dengan suaranya akan datang menemui ke studio sehingga mereka tidak akan kecewa dengan suara yang mereka puja. Sam yakin bahwa Ken dapat menggantikan dirinya sementara. Sam tahu tidak semudah itu membuat Ken yakin dan mau menggantikannya. Dengan susah payah dan iming-iming yang pada akhirnya ia dapat menyakinkan Ken. Karena iba dan tawaran yang cukup menggiurkan akhirnya Sam menerimanya dengan berat hati. Ya, walaupun tidak ada sangkut paut pekerjaan sampingan ini dengan jurusannya tapi setidaknya ini sesuatu yang baru dan menambah pengalamannya. Ini tidak sulit.

---

Hari pertama Kendal memasuki ruangan kedap suara itu ia menemukan sosok wanita sedang duduk di kursi putarnya dan memegang headphone. Karena terganggu mendengar suara decitan pintu wanita itu menoleh padanya.

Entah apa yang dipikirkan wanita berambut long curly itu, ia menatapku dalam. Matanya membesar seperti melihat hantu. Akupun melangkah mendekat, dan sekarang aku berada didepannya. Dia masih menatapku rekat-rekat. Ada apa dengan wanita ini? Sepertinya dia terpana denganku? Dasar wanita aneh! Tawaku dalam hati.

"Apakah kau baik-baik saja nona? Kau seperti melihat mayat hidup." Tak ada reaksi darinya, akupun memperkenalkan namaku.

"Namaku Kendal Pattern, nona! Kau bisa memanggilku Ken. Sepertinya kau sudah diberi tahu mulai hari ini aku partner sementara siaran menggantikan Sam.

"Nona?"
Aku tidak menyangka dia memanggilku nona? Aku tidak suka panggilan itu. Dia memperkenalkan dirinya seakan-akan kami tidak pernah bertemu. Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya.

"Aku Aliana Olivia! Apakah kau tidak mengenalku Ken?" Aku menatapnya dalam-dalam menunggu jawabannya.

"Maaf, apakah kita pernah bertemu sebelumnya nona?

Duarrr. Aku merasakan nyeri dihatiku. Awalnya aku berpikir bahwa dia bercanda. Tapi aku menatapnya dalam, dan tidak ada sedikitpun matanya memancarkan kebohongan. Dia menatapku dengan heran. Dan aku benar-benar tidak percaya dia tidak mengingatku. Bagaimana bisa?

"Lupakan! Kau bisa memanggilku Al atau Oliv!"
Aku tidak ingin membahasnya panjang lebar setelah melihat waktu siaran yang akan dimulai sebentar lagi.

Kami duduk berdua menatap layar datar yang menampilkan barisan-barisan lagu. Dia sedang asyik dengan microphonenya. Nada bicara Ken, suaranys tidak berubah hanya saja ia terlihat lebih ramah didepan microphone.

----

Sudah seminggu aku dan Ken menjadi partner siaran. Dan selama seminggu itu juga aku dan Ken tidak berbicara satu sama lain kecuali saat sedang siaran. Bukannya aku tidak mau, hanya saja setelah siaran dia selalu menghindariku. Tapi setidaknya dia bertanggung jawab terhadap pekerjaan sementaranya dan bersikap profesional. Walau sampai detik ini aku tidak bisa mengerti mengapa aku bagaikan orang asing baginya.

Pagi itu setelah closing program seperti biasa tanpa basa-basi dia langsung berdiri dari kursi putarnya dan seperti biasa pula aku tersenyum padanya. Tanpa membalas dia berjalan menuju pintu kaca itu dan menghilang.

Tak lama setelah itu akupun keluar menuju pintu studio itu. Tetesan-tetesan air berjatuhan dilangit. Aku mendongak ke atas langit itu dan sepertinya hujan kali ini akan lama karena langit masih terlihat murung.

Aku melirik jam tanganku dan menunjukkan pukul 10.10. Aku meringis kesal, aku akan terlambat ke ke kampus jika tidak pergi sekarang. Aku berlari kecil menuju parkiran mobil yang letaknya disebelah gedung itu dan menyalakan mesin mobil.

Kira-kira 1 KM dari tempat siaran perhatianku teralihkan oleh seorang laki-laki yang memiliki tinggi 172CM dan sangat familiar sedang berdiri disampinh mobil fotuner bewarna dark gray mica metallic terbaru yang dipakirkan dipinggir jalan. Dia sepertinya mendengus kesal sambil menendang ban mobil belakang yanh berada dihadapannya.

Melihatnya, akupun menepikan mobilku dibelakangnya. Setelah mengambil payung yang memang aku sediakan didalam mobil untuk keadaan darurat akupun turun dari mobil dan menghampirinya. Dia sekarang sedang berjongkok didepan ban mobilnya itu. Ban mobil dibagian belakangnya kempes sepertinya tidak sengaja terkena benda tajam.
Aku berdiri dibelakangnya dan memayunginya. Kemeja putihnya yang mulai basah terkena hujan sehingga memperlihatkan bentuk tubuh bagian atas.

---

Aku menatap jam dinding di ruangan itu. Lima menit sebelum jam sepuluh adalah waktunya jam sepuluh adalah clossing program dan akhirnya akupun bisa terbebas dari acara ini. Dia yang duduk disebelahku sedari tadi mencuri pandang kepadaku. Sudah seminggu ini dia melihatku dengan tatapan menyelidik dan penuh dengan rasa keingintahuan.

Senyum dan tatapan yang diberikan wanita ini membuatku tidak tertarik sama sekali. Bukan berarti aku tidak tertarik dengan perempuan hanya saja dia terlihat aneh dimataku dan aku tidak menyukainya terlebih lagi saat aku betemu dengannya pertama kali dia seakan-akan sangat mengenalku dan terlihat kecewa saat aku tidak mengenalnya. Memangnya siapa wanita ini hingga dia berani berpikir aku mengenalnya?

Setelah keluar dari studio berlapis kaca itu, aku langsung menuju apartmentku untuk mengambil dokumen penting. Jarak antara apartment dengan studio itu memang cukup jauh, memerlukan waktu 45 menit jika jalanan bersahabat. Entah mengapa aku merasa tiba-tiba mobil kokoh ini goyang. Akupun turun memeriksa keluar walau hujan sedang mengguyur dengan derasnya.

"Ah, sial! Kenapa harus sekarang?"
Dengan kesal aku melampiaskan tendangan ke ban belakang yang sudah tidak berbentuk bulat lagi. Akupun berjongkok didepan ban tersebut memeriksa penyebabnya.

Aku menemukan sebuah paku yang tercantap cukup dalam. Paku sialan ini mengempeskan ban belakangku. Oh shit! Aku mengumpat. Umpatanku membuatki sadar hari ini hujan dsn entah mengapa tetesan hujan iu masih senantiasa berjatuhan membasahi jalanan aspal. Akupun mendongak keatas melihat benda berbahan parasut berada diatas kepalaku.

Aku bangkit dan berbalik. Aku melihat wanita itu memayungiku. Aku kaget sedang apa wanita ini? Mengapa dia disini? Akupun menatapnya dan betapa bodohnya dia. Dia memayungiku dan dirinya sendiri kehujanan? Ya aku tahu payung itu terlalu sempit untuk berdua, tapi apa yang dia lakukan? Dia hanya menatapku.

"Hei! Sedang apa kau?"

Dia yang memandangku sepertinya kaget mendengar suaraku lalu membuka bibirnya yang bergetar, sepertinya dia kedinginan.

"Engg, aku tadi lewat dan aku lihat dirimu dipinggir jalan dan sepertinya ada masalah dengan mobilmu. Aku hanya ingin menawarman bantuan atau setidaknya tumpangan tapi sepertinya kau sedang asyik mencari paku diroda mobilmu."

Aku menatapnya, dia mengatakan bantuan? Aku laki-laki tidak perlu bantuan seoranh wanita apalagi bantuan dirinya. Tapi kata-kata itu hanya bertahan dibatinku saja.

Bibirnya bergetar lagi. Dan payung iu masih diarahkan kepadaku.

"Dan untuk apa kau memayungiku nona? Terimakasih aku tidak butuh bantuanmu nona, aku bisa menelpon taxi."

Dia mundur selangkah, bibirnya masih bergetar mengeluarkan suara sambil menatapku dalam-dalam.

"Baiklah jika kau tidak perlu bantuanmu, ambil ini! Kau membutuhkannya sambil menunggu taxi!"
Dia menyodorkan payungnya kepadaku dan pergi menuju mobilnya. Wanita ini sungguh aneh dan bodoh.

---

The Pain of Love (Rasa Sakit dari Mencintai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang