Chapter 3

67 8 0
                                    

Update lagi
Maaf kalo banyak typo.
Semoga suka dan jangan lupa vote dan comment.
Selamat membaca.

Aliana berbalik dan melangkahkan kaki kedalam mobilnya. Dia menyalakan mesin mobilnya dan melaju melewati Ken. Air mata yang sedari tadi ia tahan menetes juga. Rasanya sungguh sakit Ken berubah, dia tidak seperti Ken yang dulu ia kenal. Ken yang tidak pernah menolak apapun yang ada pada dirinya.

Mata Aliana sudah membengkak, dirinya menggigil. Dengan keadaan seperti ini tidak mungkin dirinya pergi ke kampus. Untuk pertama kalinya Aliana membolos. Kendal membuatnya sakit.

Aliana membuka pintu apartementnya. Air matanya masih mengalir. Dia menjatuhkan dirinya ke tempat tidurnya menarik selimut dan menenggelamkan dirinya. Alianapun tertidur dalam tangis.

---

Krinngg krinngg krinngg..

Suara itu berhasil membangunkan Aliana dari alam mimpinya. Dalam kondisi setengah sadar dan berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya sambil mengulurkan tangan untuk meraih jam weker yang berada di atas nakas disamping tempat tidurnya.

"Damn it!"

Aliana meneriaki dirinya karena terlarut dalam tangis semalaman. Dia memandang cermin yang berada diatas wastafel. Matanya menyipit, membengkak sehingga tidak terlihat garis kelopak matanya dan parahnya suaranya serak.

Bagi seorang penyiar suara merupakan harta berharga. Suara merupakan identitas mereka. Pendengar mengenal mereka lewat suara bukan rupa maupun penampilan. Dan sekarang Aliana frustasi, hari ini ia harus siaran sedangkan suaranya tidak memungkinkan.

"Oh Tuhan, bodohnya aku!"

Sambil mendengus kesal karena kebodohan dirinya sendiri. Aliana menuju pantry. Aliana mengambil satu kantong teh, sesendok gula dan menyeduhnya tidak lupa ditambah perasan lemon. Dalam diam Aliana meminum teh hangat tersebut dan berharap suaranya bisa sedikit membaik sekaligus bisa memberikan sedikit ketenangan terhadap dirinya.

---

05.55 Wib

Aliana nyaris saja terlambat, lima nenit lagi waktu siaran di mulai. Aliana yang mengenakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang hanya tinggal segaris. Aliana duduk di kursi putar dan memandang lurus ke depan tanpa menoleh ke arah Ken.

"Good morning, hearings! Pagi ini cerah banget ya, tapi maafkan suara Oliv yang serak gimana gitu soalnya lagi sakit nih, eh maaf jadi curhat but tenang aja Oliv dan Ken tetap akan menemani aktivitas pagi hari hearings semua!" Aliana memulai pembukaan pagi itu.

Ken mengarahkan pandangannya pada Aliana saat Aliana mengatakan dirinya sakit. Sakit? Apanya yang sakit? Fisiknya sehat-sehat saja tuh. Ya, memang suaranya serak, ah mungkin saja wanita ini habis diputusi pacarnya terus nangis semalaman . Ledek Ken dalam hatinya.

---

"Al!"

Seorang pria dengan potongan rambut layered undercut yang di sisir keatas sehingga rambutnya terkesan sedikit tebal dengan warna hazelnut menepuk pundak Aliana. Pria setinggi 170 cm itu kini berada disamping Aliana.

Aliana menoleh dan ia mendapati sosok yang sangat ia kenal. Aliana tersenyum dan berteriak.

"SAM! Beruang kutub!"

Semua orang disekitarnya langsung mengarahkan pandangannya ke mereka karena teriakan keras Aliana. Sam langsung mengarahkan tangannya ke mulut Aliana untuk menutupnya.

"Aish! Jangan teriak dengan memanggilku nama itu! Kau tidak berubah sedikitpun, selalu mempermalukanku."

"Hehe.. Maaf beruang kutubku!"

Sam O'Pry dan Aliana berteman sejak mereka duduk dibangku SD . Sam lebih tua dua tahun dari Aliana. Aliana sudah menganggap Sam seperti kakaknya sendiri. Walau begitu Aliana tidak mau memanggil Sam dengan embel-embel kakak.

Mereka sering bermain bersama karena rumah mereka bersebelahan. Sore itu Aliana memanggil-manggil Sam untuk bermain bersama akan tetapi setelah lima belas menit memanggil sam dan batang hidungnya belum juga terlihat akhirnya Aliana masuk ke dalam kamar Sam dan mendapati Sam sedang tidur meringkuk seperti beruang dengan selimutnya. Aliana sudah membangunkannya berulang kali tapi Sam tetap tidak bangun juga. Sam seperti seekor beruang kutub yang sedang berhibernasi. Semenjak itulah julukan beruang kutub selalu keluar dari mulut Aliana. Tapi, semenjak Aliana menduduki kelas 1 SMA, Aliana pindah rumah dan semenjak itulah Aliana dan Sam tidak pernah bertemu lagi.

Aliana dan Sam duduk saling berhadapan. Aliana sedang menikmati chicken steaknya sambil memandang Sam.

"Jadi bagaimana kabarmu jelek? Dan mengapa kau memakai kacamata hitam itu? Itu style terbarumu?" Sam tertawa

"Hei beruang kutub, berhentilah mengejekku atau pisau ini akan melayang kewajahmu!" Aliana mengarahkan pisau steaknya ke Sam.

"Ups sorry. Aku tidak ingin mati muda. Kau masih sama galaknya seperti dulu bahkan lebih.... Haha" ejek Sam.

"SAM!" Aliana berteriak.

"Hahaha. Jadi bagaimana kabarmu Al? Apa kesibukanmu?"

"Tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk. Hanya kuliah dan siaran. Dirimu? Kau kemana saja? Kau sudah lama tidak terlihat seperti ditelan bumi saja dan sekarang tiba-tiba muncul."

"Tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk juga. Siaran? Kau penyiar? Aku selama ini di LA dan sekarang aku kembali."

"Iya, kerenkan? Haha. Wow LA! Gila sejak kapan kamu di LA? Kenapa ga ngabarin sih kalo balik kesini?"

"Ehm.. Aku kuliah disana Al  Kenapa? Biar kamu bisa jemput aku dibandara? Mau kasih sambutan?"

"Bukan. Aku mau titip ole-ole fashion, parfum terbaru."

Kami pun tertawa. Aku sangat menikmati percakapan ini. Mendung dihatiku bisa sedikit terobati. Setelah menikmati makan siang itu aku dan Sam berpisah dikarenakan aku harus kembali ke kampus dan dia harus ke kantornya. Sebelum kami meninggalkan restaurant itu kami sempat bertukaran nomor hp.

The Pain of Love (Rasa Sakit dari Mencintai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang