1. Kecantikan seorang Rindu

546 38 7
                                    

Dia rindu,

Bukan.. bukan merindukan seseorang, tapi dia bernama Rindu.

Rindu Azura, wanita berparas cantik, saking cantiknya, bahkan orang yang melihatnya bingung ingin menggambarkan bagaimana parasnya. Kecantikannya tidak hanya cukup digambarkan oleh perkataan, tidak cukup untuk dilukis di atas kanvas, sangat indah jika saja pada zaman Nabi Yusuf yang ketampanannya mampu membuat wanita memotong jarinya tanpa sadar, ribuan tahun setelahnya Rindu hadir dan pernah membuat seorang anak laki-laki patah kakinya karena terpesona melihat kecantikannya.

Alis perempuan itu tebal meski tidak digambar oleh pensil alis, hidungnya mancung persis seperti wanita timur tengah, dan bibirnya merah seperti buah delima yang sudah matang, kulitnya putih bersih tanpa ditumbuhi jerawat satu pun, wajahnya bercahaya hingga mampu membuat siapapun yang melihatnya terpesona hanya dalam pandangan pertama.

Sewaktu dia SMP, tidak terhitung ratusan cokelat dengan surat cinta yang berada di bawah mejanya, puluh lelaki mengantre hanya untuk melihatnya keluar dari gerbang sekolah. Hingga di usianya yang kedelapan belas tahun, tiga keluarga telah bertamu untuk melamar perempuan secantik, secerdas dan sedermawan Rindu. Namun, dia memilih untuk menimba Ilmu nun jauh di sana dan tepat ketika seorang Ustadzah memberikan sebuah niqab untuk melindungi dirinya dari lelaki, dia resmi menutupi kecantikannya.

Perempuan cantik itu lahir dari pasangan suami istri Adam Farhan dan Hawa Hilya. Dua pasangan yang tidak diragukan lagi paras serta bagaimana cara dia mendidik anak yang akan menangis jika melihat orang kesusahan, akan sakit hatinya melihat orang lain terdzholimi. Rindu, tidak hanya wajahnya yang cantik, namun hatinya juga  selembut kapas.

Dia baru saja menamatkan kuliahnya tahun ini di Universitas Islam Madinah di jurusan Hadist dan Studi Islam, kemudian pulang kembali ke tanah air, Indonesia. Di sana dia tinggal dengan paman dan bibinya yang juga memiliki anak perempuan seusianya, Annisa namanya. Mungkin Annisa memang tidak secantik Rindu, namun dia sudah menamatkan 30 Juz di usia yang masih sangat muda, delapan tahun. Annisa bukan hanya sepupu baginya, namun juga tempat curhat yang lebih baik dari siapapun. Dia juga yang selalu menasehatinya dalam kebaikan. Ada rasa sedih saat dia harus pulang ke Indonesia dan meninggalkan Paman, Bibi serta Annisa di Madinah. Tapi kembali lagi, pertemuan selalu berjalan bersisian dengan perpisahan.

Karena Ayah dan Ibunya sama-sama dosen disalah satu Universitas Islam di Makassar dia menjadi terinspirasi untuk menjadi seorang Pengajar. Bukan dosen, tetapi dia lebih memilih untuk menjadi guru di sekolah dasar khusus anak perempuan. Baginya penting untuk mengajari anak ilmu agama sejak dini, agar karakter mereka dengan mudah terbentuk.

Dibalik cadarnya dia sedang tersenyum, menceritakan tentang kisah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam kepada murid-muridnya yang masih menduduki bangku sekolah dasar.

"Nah, karna Ibu sudah menjelaskan kisah anak dari Rasulullah, sekarang Ibu mau bertanya kepada murid-murid ibu yang shalehah. Yang benar akan mendapatkan ini." Rindu mengangkat tangannya, memperlihatkan cokelat di kedua tangannya membuat mata semua murid perempuan yang ada di kelasnya berbinar.

"Kok Ibu nggak bilang kalau akan memberi kami hadiah." ucap Khansa kecewa karena tidak begitu memperhatikan cerita Rindu.

"Karena ibu ingin memberitahu murid-murid ibu yang shalehah ini kalau memperhatikan guru yang sedang berbicara itu bukan karena hadiah tetapi karena itu suatu keharusan." Khansa cemberut membuat Rindu tertawa.

"Baiklah, sekarang Ibu akan memulai bertanya." Wajah lucu mereka terlihat sangat serius.

"Siapa yang bisa menyebutkan nama anak-anak rasulullah, yang bisa langsung angkat tangan." Lalu mata Rindu melihat sekeliling kelas.

Bukan Cinta Sederhana (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang