3. Getaran yang Tak Biasa

304 35 9
                                    

Malam ini Rindu sedang mempersiapkan barang-barang yang akan di bawanya besok untuk pelatihannya ke Bandung selama 3 hari. Dia adalah salah satu dari tiga perwakilan guru yang akan menghadiri pelatihan mengenai Psikologi anak di Bandung. Namun entah mengapa pikiran Rindu tak henti-hentinya terganggu bahkan dia berulang kali salah memasukkan barang, dia memasukkan beberapa barang yang salah.

"Rindu, kenapa kamu begini sih?" Rindu bertanya pada dirinya sendiri. Dia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi, tak henti-hentinya dia memikirkan lelaki tadi.

"Nak, udah makan?" Tanya Ibunya dengan lembut, Rindu mengangguk.

"Sudah, bu." Rindu tersenyum "Ada apa, bu?"

Ibunya menggeleng "Semuanya sudah siap?" Ucap Ibunya membantu melipat beberapa khimar yang akan Rindu bawa.

"Alhamdulillah sudah hampir selesai semua bu" jawab Rindu

"Alhamdulillah, setelah semuanya selesai kamu langsung tidur yah, besok kan kamu penerbangan pagi." Rindu mengangguk, setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal lagi dia mengikuti kata Ibunya untuk tidur lebih awal.

Sebenarnya Ibunya ingin membicarakan sesuatu yang penting untuknya tetapi dia takut Rindu akan memikirkannya dan tidak konsentrasi dengan pelatihannya.


***

Keesokan harinya dia di antar oleh Ayahnya menuju Bandara Soekarno Hatta. Di dalam mobil tidak henti-hentinya Ibunya menawarkan beberapa anak dari temannya, umurnya kan baru dua puluh dua tahun, tapi Ibunya menganggap Rindu seperti perempuan yang harus segera dinikahkan.

"Kalau Faqih, kamu mau nggak, nak? Dia itu salah satu dosen muda di kampus Ayah dan Ibu. Namun, pemikirannya sangat dewasa dan mengayomi. Kebetulannya lagi dia anak Tante Dahlia, kamu tahu Tante Dahlia kan?" Ucap Ibunya yang diangguki oleh Rindu.

"Yang biasa ke rumah waktu Rindu masih SMA" jawab Rindu seadanya.

"Ya Allah, Rindu masih ingat? Berarti bagus dong nanti kamu bisa akrab sama mertua kamu sayang." Ucap Ibunya heboh.

"Biarkan anak kita yang memilih takdirnya sendiri Bu" ucap Ayah melihat tingkah Rindu yang sepertinya tidak nyaman membahas soal perjodohan.

"Ibu cuma menyarankan kok Ayah. Mana tahu anak ibu yang cantik ini butuh referensi, iya kan, nak? Orang tua kan selalu mau yang terbaik untuk anaknya. Nggak perlu berkecukupan dalam hal materi, yang penting agamanya bagus dan mengayomi. Zaman sekarang, banyak yang bercerai karena alasan harta, bahkan alasan perceraian jadi aib yang harus diceritakan sama semua orang. Kalau suami kamu mengayomi minimal seperti ayah, percaya deh sama Ibu, kamu akan selalu dijadikan ratu setiap harinya."

"Ayah, ibu. Aku belum memikirkan hal itu, aku cuma mau fokus mengajar dulu. Ini kan baru tahun pertama aku mengajar. Tidak apa-apakan?" Ucap Rindu lemah lembut.

"Ayah dan Ibu menyerahkan semua pilihan ke kamu. Memang seharusnya kamu tidak terburu-buru memilih tapi yang perlu kamu utamakan ketika memilih calon imam kamu adalah Agamanya. Ayah tidak mau memberikan putri satu-satunya ayah dengan lelaki yang tidak bisa membimbing kamu ke Surga." ucap Ayah Rindu, di balik cadarnya Rindu tersenyum, dia bersyukur karena memiliki Ayah dan Ibu yang begitu pengertian dan memperdulikannya.

"Makasih Ayah" Rindu mencium pipi Ayahnya yang sedang fokus mengemudi, Ayahnya tersenyum.

"Cuma Ayah saja nih yang di cium, Ibu nggak di cium?"

Bukan Cinta Sederhana (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang