Please, go away typo 😒
....
-Jakarta, Indonesia-Kemarin sore Alie dan orang tuanya sudah sampai Indonesia, Jakarta. Kesan pertama Alie saat menjajaki kaki di tanah Jakarta yaitu sangat berbeda dengan yang dulu, pikirnya.
Rumah yang dulu ia tempati memang tak pernah di jual. Arsen sengaja tak menjual aset berharga mereka, karena siapa tau suatu saat mereka akan kembali. Dan ternyata benar, mereka kembali dan akan menetap di sini lagi.
Rumah yang tak terlalu besar, cukup untuk keluarga kecil Alie. Selama rumat ditinggali, selama itu juga Bi Nem-pembantu- yang mengabdi diri di rumah itu. Beliau dengan sanggup mengurusi rumah yang ditinggali Alie meskipun sudah sepuluh tahun. Bik Nem tak sendiri, tentu ada tukang kebun juga-Pakde Jun-. Beliau adaah suami dari Bi Nem. Jadi tidak akan ada masalah kalau mereka bekerja di sana.
Kedatangan Alie dan orangtuanya yang tiba-tiba membuat Bi Nem dan Pakde Jun terkejut. Pasalnya mereka belum mempersiapkan sesuatu, bahkan Bi Nem mengucapkan maaf kalau tidak mempersiapkan apapun. Karena kedatangan Alie yang tiba-tiba.
Hal itu sangat di maklumi oleh Arsen dan Popy, salah mereka juga karena tidak menghubungi Bi Nem dulu. Pasalnya mereka pun tak berencana akan secepat ini akan datang ke Indonesia.
"Dorr!!" Alie mengejutkan Bi Nem yang sedang mempersiapkan bahan untuk makan malam.
"Astaga non.. jantung bibi mau copot." Ucap Bik Nem sambil mengusap-usap dadanya.
Alie tertawa senang. "Maaf ya bi." katanya dengan tersenyum lebar.
Bi nem hanya menggangguk paham, lalu melanjutkan kerjaannya memotong lalu menyiapkan makan malam.
Mata Alie meneliti seluruh yang ada di hadapan Bi Nem "Bik, aku mau bantuin masak boleh?" Tanya Alie dengan aksen yang sudah mulai ia rubah. Karena kalau ia memakai aksen selama tinggal di tempatnya dulu, rasanya terlalu aneh.
Bi Nem menoleh heran. "Ga usah non. Tunggu aja di meja makan." Tolak beliau halus.
Bibir Alir mengerucut lucu. "Ah bibi, akukan mau bantuin. Yah bik ya? Aku bantuin." Katanya merengek.
Bi Nem menghela nafas, akhirnya beliau mengangguk iya.
Setelah berkutat dengan peralatan dapur. Akhirnya, acara masak-masakan Bi Nem dan Alie membuahkan hasil. Alie yang notabenenya hanya bisa membantu sedikit, tapi di pastikan rasanya hanya berubah sembilan persen mungkin.
Arsen dan Popy masih beristirahat di dalam kamar. Mungkin masih jet lag, batin Alie.
"Bik, bisa panggilkan mom sama dad. Ini sudah saatnya makan malam." Bi Nem mengangguk lalu pamit untuk memanggil orang tua Alie.
Sedangkan Alie, ia sudah tidak bisa menahan cacing-cacingnya untuk berhenti berdemo. Benar saja, semala di dapur Alie sudah membayangkan makanan yang di masak Bi Nem sangat menggugah selera.
Alie makan dengan nikmat sampai-sampai melupakan bahwa Arsen dan Popy belum di meja makan.
"Oh astaga, sepertinya ada kucing nakal yang mengambil sepotong ayam di meja makan." Suara Popy barusan terdengar menyindir Alie. Bukan terdengar, tepatnya memang menyindir.
"Sepertinya kau benar sayang. Siapa yang memelihara kucing di sini?" Arsen menimpali perkataan Popy, sembari duduk di kursi makan.
Alie nampak geram, namun mencoba tak peduli dengan ocehan orang tuanya. Toh, kenyang dulu. Baru tidur, pikirnya.
Popy hanya tergelak melihat anaknya yang sama sekali tak menghiraukan perkataannya barusan. Ia tau, Alie geram namun masa bodo dengan sekitar, kalau di hadapannya sudah ada makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love On The Way
RandomSemua itu hanyalah jalan cinta yang kalian bentuk sendiri. Kemana kalian harus berhenti. Kenapa harus belok kanan, kenapa kalian akan belok kiri atau pun lurus. Itulah hidup. Jalan tak pernah lurus, pasti ada belokan. Rumah takkan kokoh tanpa palang...