Biang Kerok Sekolah Dan Murid Pendiam

101 3 0
                                    

    PRANG!

    Arif diam terpaku menatap kaca jendela di kantor guru yang pecah karena ulahnya. Menyadari yang terjadi, seketika itu ia langsung meninggalkan halaman dan kabur bersama teman-temannya. Arif lari bukan karena takut di hukum, tapi berharap dengan kaburnya ia, Pak Bambang kepala sekolah mereka tak tahu kalau dirinya adalah pelaku utama yang telah memecahkan kaca tersebut sehingga Arif tak harus mengganti biaya kerusakannya.

    Bersama Iben, Anto, dan Pandi, Arif berlari ke gedung kosong di belakang. Dengan napas tersenggal, Arif menyandarkan tubuh di dinding. Mereka tampak kelelahan.

    ''Sekarang gimana? Bisa mampus kalau kita sampai ketahuan Pak Bambang,'' kata Anto.

    ''Sementara ini, ngumpet aja, deh, disini ketimbang ketangkap,'' jawab Arif.

    ''Kamu, sih, nendang bolanya kenceng banget. Kebiasaan over tenaga!", sahut Pandi.

    Arif berdiri tegak menghadap teman-temannya.''Ck ck ck! Kakiku nggak bisa, dong, disalahin. Yang salah tuh, bolanya nggak punya otak. Kalau punya, dia pasti akan langsung masuk ke gawang.'' Arif tersenyum polos.

   Dahi Pandi, Iben dan Anto mengernyit mendengar jawaban Arif.

    Iben geleng-geleng kepala.''Terus, gimana? Tuh bola pasti udah di introgasi Pak Bambang,dipaksa nyebutin siapa yang nendang dia.''

    Semua melemparkan pandangan pada Arif.

    Arif malah tertawa terbahak.''Hahaha! Nggak mungkin Pak Bambang yang begitu sampai ngintrogasi BOLA. Ngebayanginnya cuma membuat perutku mulas. Hahaha . . . .'' Arif tak bisa berhenti tertawa.

   Iben menelan ludah sementara Anto dan Pandi terbelalak saling melirik.

   Melihat ekspresi ketiga temannya yang semula gelisah berubah menjadi pucat pasi, membuat tawa Arif terhenti dan berubah keheranan menatap mereka.''Kenapa?''

   Pandi menunjuk ke belakang Arif. Arif menoleh ke arah yang di maksud dan mendapati Pak Bambang yang tengah menatap mereka sambil membawa bola.

   ''Arif! Ini bolamu, kan?" Tanya Pak Bambang dengan nada datar.

   ''Bu-bukan, kok, Pak. Saya nggak kenal itu bola,'' jawab Arif.

   ''Oh ya? Tadi saya tanya bola ini sendiri. Dia bilang kamu yang sudah menendang dia sampai nubruk kaca.''

   ''Waaaa!!!'' Arif berteriak kaget.

   Pandi, Iben, Anto dan Pak Bambang pun ikut terkejut.

   Arif jadi berpikir, jangan-janga rumor itu benar, Pak Bambang memang bukan makhluk bumi. Masa tiba-tiba Pak Bambang bisa berdiri dibelakang orang tanpa ada suaranya? Udah pintar, bisa apa aja, dan sekarang bisa ngomong sama bola??? Pikiran Arif melayang teringat dengan tayangan film yang tadi malam di tontonnya. Film alien di trans TV judulnya''Di mana Alien berpijak'' produksi buriwood. Alien itu sangat mirip dengan Pak Bambang.

   ''Arif, kenapa?!'' Tanya Pak Bambang heran.

   Arif tersadar dari lamunan. Ia merampas bola itu dari tangan Pak Bambang.''Dasar bola pengkhianat! Menjual teman sendiri!''

    Tiba-tiba telinga Arif terasa sakit.

    ''Aduh! Aduh sakit!''

    ''Ayo, ikut ke kantor! Kalian bertiga juga!''

    Pak Bambang menarik Arif dengan paksa menuju kantor sambil menjewer telinga anak itu. Arif yang tertangkap basah hanya bisa meringis kesakitan mengikuti Pak Bambang. Saat di tengah jalan, Pak Bambang baru melepaskan telinga Arif. Arif mengusap-usap telinganya yang masih sakit. Sementara itu, Pandi, Iben dan Anto yang melangkah di belakangnya tak henti tertawa cekikikan.

   Mereka berempat mengikuti Pak Bambang menuju ruang kepala sekolah. Ruangan Pak Bambang terletak di ujung ruangan para guru. Saat memasuki ruangan itu, terlihat ruangan yang luas dan didalamnya terdapat banyak meja dan kursi tersusun rapi. Pemandangan yang sudah tak asing lagi untuk Arif karena tidak hanya sekali ini ia pernah masuk ke tempat lain.

   Di dalam ruangan guru ada Bu Diah dan Pak Danu. Bu Diah adalah guru matematika yang terkenal pintar tapi lumayan acuh dengan murid. Sementara Pak Danu malah sebaliknya, sebagai guru seni, dia terkenal sangat galak dan suka marah-marah. Seperti yang sekarang sedang terlihat, Pak Danu sedang memarahi Nindi yang hanya terdiam bisu menunduk kaku dihadapannya. Serasa ada yang aneh ketika Arif melihat Pak Danu memarahi Nindi. Setahu Arif, Nindi murid yang baik. Tidak seperti dirinya yang terbiasa di hukum. Terus, kenapa Nindi bisa ada disini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGUACEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang