14. Hospital

1.5K 109 6
                                    

Aku yang langsung menghampiri ibuku yang tengah gelisah, langsung menghampirinya tanpa berkata sepatah katapun.

"Ibu boleh masuk untuk melihat keadaan suami anda," kata Dokter.

Aku hanya melihat ibuku yang memasuki ruangan itu. Aku yang merogoh saku celanaku untuk mengambil dompetku, seorang perempuan berlari dengan terburu-buru. Membuat ia tersandung karena kakiku yang sedang aku luruskan di koridor. Ia terjatuh dengan begitu keras, membuat ia sedikit meringis kesakitan sambil mengelus dagu dan lututnya.

"Maaf, gue ga sengaja," ucapku sambil mengulurkan tangan kepada perempuan itu.

"Iya, tidak apa-apa," balasnya sambil tersenyum.

Paras mukanya begitu menarik. Mungkin jika disini ada anak seumuran denganku, perempuan ini mungkin akan menjadi target yang langsung ditatap oleh mereka.

"Nama lu siapa?" tanyaku padanya.

"Nama gua, Fransis, panggil gue Sis aja," balasnya.

"Boleh minta kontak Line?" kataku padanya.

"Boleh. ID lu apa?" balasnya.

"ID gue 1w9n," balasku.

Ia mengeluarkan hpnya dan langsung pergi meninggalkanku sendirian. Paras wajahnya dapat kubaca bahwa dia adalah perempuan baik-baik. Ia pergi menuju ruang UGD dan langsung masuk kesana. Aku mencoba mengintip melewati kaca pintu dan terlihat dia sedang menangis. Kulihat ia dengan jelas. Ia menangis didada seorang lelaki. Mungkin itu ayahnya.

Aku menunggu disamping pintu UGD. Menunggu ia keluar dari ruang itu dan mencari seseorang yang bisa membuatnya kembali senang. Aku merasakan hp-ku bergetar dan aku mengeluarkan hp-ku. Notifikasi dari Line membuatku sedikit senang. Mungkin ia sudah menambahkanku sebagai temannya. Aku buka Line dan ternyata apa yang kubayangkan itu terwujud. Sedikit senang. Kuterima pertemanannya dan kuchat dia langsung.

"Kenapa nangis?" tanyaku.

"Ha? nangis? makanya kalo ngintip tuh yang bener wkwk." balasnya.

"Yaudah keluar dong wkwkwk." balasku sambil tersenyum.

Kudengar suara pintu terbuka. Seorang perempuan keluar dari pintu UGD. Ia keluar. Terlihat di sekitar matanya sedikit basah. Kuusap area yang masih basah itu dengan tanganku. Aku menutupi rasa ini. Tanpa senyuman sedikitpun, aku dan dia seperti manusia bodoh.

Beberapa orang melihat kearah kami. Aku yang terbilang cuek, melihat mulut mereka yang mulai komat-kamit dan aku tidak menganggap semua perkataan orang lain. Beberapa diantara mereka ada yang mulai membisikkan satu sama lain.

Jadilah apa yang kau inginkan.
Bukan apa yang orang lain inginkan.

Satu motto yang cukup menarik menurutku. Sekitar beberapa detik, akhirnya Fransis terlihat sedikit tersenyum. Terlihat dari paras mukanya yang begitu senang.

"Kenape lu senyum-senyum sendiri? kaya orang autis lu," ucapku langsung.

"Panggilan lu apa sih?" katanya sambil melihat diriku dari samping.

"Nama gue Awin. Lu bisa panggil gue Win aja," balasku.

"Oke, Win."

Aku melihat sekitar kami. Mataku terpaku pada mesin minuman di lorong sebelah kiri. Aku kembali menatap Fransis. Ku beri dia sebuah kode bahwa aku akan kesana untuk membeli minuman. Ia mengangguk. Aku berdiri dan berjalan menuju mesin minuman itu. Baru setengah jalan, hp-ku bergetar. Kubuka hp-ku dan terpampang notifikasi dari aplikasi Line.

"Titip aqua sebotol ye."

Aku melihat kebelakang. Menyipitkan mataku pada Fransis. Dia tersenyum padaku dengan jari tengah dan telunjuknya membentuk v disamping pipi kanannya itu. Terlihat ia sedikit kehausan. Kumasukkan uang 5000 dan 10000. Aku tidak menyangka hal ini, semua begitu mahal didunia ini. Dengan sedikit cemberut aku mengambil aqua dan sprite didalam kotak pengambilan. Aku kembali dan duduk disebelahnya. Memberikan aqua yang dititipkannya.

"Awin...."

Terdengar suara yang berasal dari ruang ibuku berada. Aku berjalan dan menguping dari balik pintu. Terdengar suara yang tak asing saling berbicara didalam.

"Anak kita dalam proses."

Proses? apa yang mereka maksud?

"Sebentar lagi ia akan menjadi seorang sikopat. Kita hanya perlu mendorongnya melampaui kemampuannya sedikit lagi."

"Tapi bagaimana? kau hampir terbunuh. Aku tidak mau mengambil resiko yang cukup besar."

"Tidak apa-apa jika aku terbunuh oleh anakku sendiri."

"Tidak apa-apa untukmu bukan berarti bagus untukku."

Pembicaraan berhenti disini. Aku yakin bahwa itu adalah orangtuaku. Sebuah pertanyaan terlintas di benakku. Apakah aku terlahir didalam keluarga psikopat? Aku tidak bisa percaya akan hal ini. Berarti, saat mereka bertengkar adalah ide mereka.

Aku berjalan pergi dari pintu, mendekati Fransis yang sedang meminum air minumnya. Duduk disampingnya membuatku begitu senang. Meskipun dalam diam, aku mungkin jatuh cinta padanya. Sudah lama aku tidak merasakan jatuh cinta. Aku melihat keatas, melihat lampu yang begitu terang.

"Gue suka sama lo," ucapku tanpa sengaja.

"Sorry, gue gabisa terima lo," balasnya.

"Hah? ada apa?" tanyaku.

"Gue gabisa. Kalau jadi teman, gue bisa," balasnya dan pergi meninggalkanku.

Aku hanya bisa diam. Membiarkan dia pergi dan aku tidak menahannya.

To be continue.........
Sorry ya readers... atas ngaretnya...
Saya akan vacuum sebentar.
See ya

The PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang