6. Secangkir Cokelat

36.3K 3K 118
                                    

Warning!!!
Tulisan saya penuh dengan kekurangan, kurang rapi, kurang feel dan kekurangan lainnya.

This story pure from my imagination. Sorry kalo ada kesamaan nama, setting atau plot.

Don't copy paste, don't judge and don't be bullying person!!

Happy reading...

*

*

*


Rabu

Selama dua hari ini aku seperti orang aneh, bersikap konyol dengan tanpa alasan. Aku tidak mengerti apa yang sedang aku lakukan, aku hanya tidak ingin melihat wajah tetanggaku.

Bahkan sekarang aku terlihat seperti maling untuk sampai ke rumahku sendiri. Setelah bunyi "Ding" terdengar, aku lekas menatap sekitar, melangkah ke luar dari dalam lift dan berlari secepat mungkin untuk sampai di depan pintuku, kemudian memasukkan kunci dengan tidak sabaran.

Sial! Ayo cepat. Ini ketiga kalinya aku salah memasukkan kunci. Klek! Mataku melebar, pintu di sampingku sedikit terbuka dan brengsek, akhirnya aku memasukkan kunci yang benar dan-

Brak!!!

-aku selamat, aku tak melihat malaikat pencabut nyawa.

*

*

*

Kamis

"Oh, sial, aku melupakan handphone-ku!" umpatku cukup keras agar orang yang baru saja keluar dari rumahnya itu mendengarku.

Ini alasan kenapa aku tak mau bangun kesiangan, dia selalu berangkat jam setengah tujuh, tepat dengan jarum jam yang melingar di pergelangan tanganku saat ini. Beberapa hari kemarin aku selalu bangun lebih pagi, kalau tidak berangkat jam setengah enam, paling tidak aku keluar rumah tepat jam enam. Maka aku tak akan bertemu dengan dokter sialan itu.

Sudah lewat 5 menit sejak aku beralasan meninggalkan handphoneku di dalam, mungkin sekarang dia sudah pergi, lagipula tak ada alasan untuknya berada lebih lama di luar. Itu aneh.

Cklek!

"Syukurlah ... " gumamku.

"Handphone-mu sudah ketemu?"

Mataku melebar, paru-paruku mengering dan kepalaku langsung patah ke sisi kiriku. "Woaaa ... apa yang kau lakukan di sana? Dasar orang aneh!"

Dia menegakkan tubuhnya yang sebelumnya bersandar pada tembok di samping pintuku. "Kau selalu memasang wajah jelek setiap bertemu denganku." ia baru saja mengeluhkan wajahku, sialan.

Aku melemparkan tatapan sengit padanya, "Kenapa kau masih di sini?"

Bahunya terangkat acuh, bibirnya kembali menyesap botol aneh di tangannya. "Entahlah, kakiku mendadak kena lem perekat super."

"Orang aneh!" mulutku kembali mencibir, kira-kira sudah empat hari aku tak mengatakan kata-kata itu.

"Mau susu?" Arka menyusul langkahku, ia menyodorkan botol ukuran 250 mili berisi cairan putih padaku.

"Tidak, aku sudah meminum susuku sendiri."

Dia berhenti sejenak dan bodohnya aku malah ikut berhenti kemudian berbalik dan memandangnya dengan satu alis terangkat. "Seriously? Kau meminum susumu sendiri? Bagaimana bisa?" tanyanya dengan seringai usil di kedua mata kelamnya.

Heal me, DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang