26. Bloody Mission

31.8K 2.8K 160
                                    

Warning!!!

Cuma mau memenuhi kewajiban apdet aja, isinya sih nggak tau kayak mana. Errr... tolong kasih tau saya kalo kalian ketemu sama miss.typo

~~~ Happy Reading ~~~

Ayah sedang menungguku di depan pintu, Shoot Gun tergantung manis dipinggang sebelah kirinya. Saat itu aku merasa kalau dunia ini akan berakhir. "Ini tidak akan berjalan dengan mudah. Kau akan menjadi tahanan Ayah sampai ia puas dengan sesi tanya jawabnya." bisikku di samping Arka.

"It's oke," sahutnya tak keberatan. Tangan kiri Arka masih melingkar dipinggangku dan hal itu semakin membuat hidung Ayah keluar asap, aku yakin itu.

"Kalian berdua, masuk!" seru Ayah dengan suara tegasnya.

Tubuhku berjengit saat lampu ruang tengah mati, pandangan kami seketika menjadi buram. Ayah bergabung dan mendudukkan dirinya di sofa seberang setelah menyalakan sebuah senter.

Oke, biar kuberi tahu. Ayahku memang agak berlebihan dalam segala hal, contohnya saja saat ini. Bahkan Ayah membuat sel tiruan di halaman belakang rumah kami dan Daniel pernah tidur di sana selama 2 hari karena tertangkap basah sedang tawuran.

"Apa yang sudah kau lakukan pada putriku, anak muda?" Ayah mengarahkan senternya ke wajah Arka. Namun sebelum Arka sempat menjawab, aku sudah lebih dulu menyela. Percuma saja, Arka tidak ada di TKP jadi dia tidak tahu detailnya walaupun sudah kuceritakan.

"Arka tidak tahu apapun, Ayah. Aku mendapat luka ini karena menghantam kepala wakil redakturku di kantor." ucapku memberi tahu.

"Apa yang dia coba lakukan padamu?"

"Ayah, tolong nyalakan dulu lampunya. Arka tidak suka gelap." Ayahku mendengus namun kakinya lekas berjalan ke arah saklar. Tak berapa lama lampu utama dan ruang tengah sudah kembali menyala, ada kelegaan di wajah dokterku sekarang.

"Jadi?"

Aku mengangkat bahu. "Entahlah, Koncoro seperti memiliki fetish aneh padaku sejak pertama kali aku masuk kerja di sana. Tingkahnya semakin keterlaluan setelah dia tahu aku dekat dengan seorang pria. Dan beberapa jam lalu dia berusaha menyentuhku."

Iris kelam Ayahku membelalak, ia mengatupkan rahangnya keras. Begitupun juga dengan apa yang Arka lakukan saat ini.

"Dan apa yang kau lakukan padanya?"

"Seperti yang Ayah lihat, aku mengorbankan tangan kananku untuk melumpuhkannya!"

Aku tahu, aku tahu! Ayah tidak akan merasa puas dengan jawabanku.

"Apa kau memberi pelajaran penting untuk antenanya?"

"Tentu saja, aku menendangnya keras tapi sayang sekali tidak ada suara balon meletus." ungkapku memberitahu.

"Ya, balonnya memang elastis jadi tidak akan meletus dengan mudah, gadis kecil."

Sangat disayangkan bukan?

Kulihat atensi Ayah sudah berpindah pada Arka saat ini. Ya, sesi introgasi bersamaku sudah selesai. "Bagaimana dengan hasil pemeriksaannya?"

Arka terkesiap, ia sedang tenggelam dalam imajinya saat Ayah bertanya tadi. "Aku belum melakukan CT-Scan pada tangannya. Diagnosa sementara dia hanya terkilir, tapi aku tidak begitu yakin. Aku takut ada urat yang terjepit atau tulang sikunya bergeser."

Aku melotot, "Astaga, itu berlebihan! Aku hanya terkilir dan tanganku akan kembali seperti sedia kala dalam beberapa hari kedepan. Kita sudah membahas ini saat di ruanganmu, dokter!"

Heal me, DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang