Bab 9. Kota Nerwul

4.8K 389 181
                                    

Ketika matahari benar-benar telah lenyap ditelan peraduan, gerbang utama Muian Etermara terbuka untuk melepas iring-iringan ketiga saudara kembar Aeterra. Sekelompok pemusik kerajaan mengiringi, dan tidak kurang dari dua puluh prajurit mengawal, satu di antaranya menjadi kusir kereta kuda yang dinaiki Arata dan Amoreta.

Satu kereta kuda hanya mampu menampung dua orang, sebab itu Aretha berada di kereta kuda yang berlainan. Diam-diam bersyukur dan menikmati kesendirian, yang baginya merupakan kata lain dari ketenangan.

Sang pengawal pribadi turut serta dengan menjadi kusir kereta kuda Aretha, mengentak tali kekang dalam raut wajah datarnya.

Jalan utama Urbs Silvarum—ibu kota Aeterra—masih dipadati penduduk ketika iring-iringan memasuki pusat kota. Lampu-lampu sihir menyala terang, digantung di atas dahan-dahan pohon dan tiang kayu berhias hingga tampak berkelip cantik dalam naungan malam. Seakan ribuan kunang-kunang raksasa tengah menari di dalam kota.

Jendela-jendela yang masih terbuka dari rumah pohon turut menampakkan cahaya, menunjukkan ada kehidupan di dalamnya.

Urbs Silvarum berbaur alami dengan hutan, seolah ia tercipta bersamaan dengan hutan itu sendiri. Pohon-pohon raksasa tersebar di mana-mana, bagian dalamnya dijadikan tempat tinggal. Tak jarang rumah-rumah bundar dari kayu mengitari batangnya, dan setiap pohon terhubung dengan pohon lain oleh jembatan-jembatan alami.

Banyak penduduk yang masih melakukan aktivitas di jalanan kota, mereka memerhatikan dengan tertarik ketika melihat iring-iringan kerajaan. Sekilas, Arata dan Amoreta dapat terlihat dari jendela kereta kuda yang sedikit terbuka. Mereka lantas menyeru, "Kekal selalu Pangeran Arata, pemberi sinar dengan api abadinya! Kekal selalu Putri Amoreta, yang menumbuhkan dengan benih-benih kehidupan!"

Seruan tersebut merujuk pada pengendalian api yang didapat Arata dari batu ruby, dan pengendalian tumbuhan yang Amoreta dapatkan dari batu emerald.

Namun, tak sekalipun Azra mendengar puji-pujian untuk Aretha. Padahal sang putri paling muda memegang kekuatan alam yang cukup besar.

Mencoba tak menghiraukan keganjilan tersebut, Azra menyipitkan mata kala mereka mulai memasuki hutan yang tak ditinggali penduduk. Obor-obor dinyalakan, sebagian merupakan api biru abadi yang diciptakan Arata sendiri dan hanya mampu dipadamkan olehnya.

Para pemusik kerajaan, yang berjalan beriringan di samping kuda-kuda para pengawal, mulai melantunkan syair dan lagu. Mengisahkan apa yang pernah terjadi di Nalkava dari waktu ke waktu.

Perjalanan menuju kota Nerwul masih sangat jauh mengingat letak kota tersebut berada di wilayah paling utara Aeterra. Dekat dengan pegunungan Schall dan air terjun besar di sungai Kalopa.

Iring-iringan sengaja tidak bergerak terlalu cepat, membuat pemandangan masih dapat dinikmati dengan nyaman. Kurang lebih dua kota dan beberapa desa harus mereka lewati dalam perjalanan menuju kota Nerwul.

Pada siang hari, ketika mereka kembali memasuki hutan dan beristirahat barang sejenak, tampak beberapa faun yang mengintip di balik pepohonan. Memerhatikan dengan tertarik ketika makanan dibagikan dan alat-alat musik dimainkan. Tak jarang mereka bertemu dengan para dryad yang keluar dari pohon tempat mereka tinggal untuk memberi hormat dalam gerakan anggun.

Malam harinya, hutan selalu penuh dengan kelipan cahaya nymph juga kunang-kunang. Sungai-sungai kecil berkelok, terlihat berkilau dan mengeluarkan cahaya.

Ketika mereka tiba di gerbang kota Nerwul pada pagi keenam, pengawal paling depan menghentikan laju kuda, membuat kereta yang dinaiki ketiga saudara Aeterra di belakangnya ikut terhenti. Arata dan Amoreta turun dari kereta, para pengawal berbaris di samping kuda-kuda mereka, menuntunnya.

The Soul of the Moon [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang